Oleh Dzika Fajar alfian Ramadhani
Sudah tidak asing lagi dengan frase “Radikal”. Pada saat ini kita dihadapkan dengan kondisi kemudahan mengakses informasi, mengirim informasi dan mendapatkan informasi. Banyak informasi ataupun doktrin radikalisme yang muncul dari internet. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan Langkah-langkah preventif maka akan menimbulkan permasalahan yang timbul karena tidak adanya antisipasi.
Tak terkecuali di lingkungan pesantren. Di beberapa lembaga pendidikan berbasis pesantren memperbolehkan santrinya untuk mengakses Internet. Walaupun aksesnya terbatas, tetapi Lembaga Pendidikan tidak bisa memberikan pengawasan sepenuhnya terhadap santri yang mengakses internet. Oleh karena itu pentingnya pembekalan materi radikalisme kepada santri.
Santri dididik sebagai generasi yang mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat. Jika tidak dibekali dengan materi radikalisme, tidak menutup kemungkinan jika sudah menjadi alumni akan terkontaminasi doktrin radikalisme yang tidak bertanggung jawab. Ajaran ajaran yang diajarkan di kebanyakan pesantren adalah ajaran yang moderat. Artinya tidak memihak suatu kelompok tertentu. Karena pesantren adalah manifestasi Pendidikan yang religious dan berakhlakul karimah.
- Iklan -
Di Dalam pesantren terdapat santri yang sangat heterogen. Berbagai kalangan dan berbagai budaya semua berkumpul di pesantren dengan niat untuk menuntut ilmu. Karena multikultural inilah perbedaan budaya bukanlah suatu hal yang mengherankan. Dari perbedaan tersebut sehingga tumbuh rasa toleransi dengan sendirinya.
Sebenarnya jika ditelisik lebih dalam, banyak sekali nilai plus yang didapatkan di pesantren. Dengan sistem Pendidikan dan pengawasan selama 24 jam penuh. Sehingga semua aktivitas terpantau dan telah diatur secara terstruktur. Nilai yang paling utama untuk ditanamkan adalah Pendidikan akhlak dan membentuk generasi yang berakhlakul karimah.
Seperti dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren, pada pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa : penyelenggaraan pesantren wajib mengembangkan nilai Islam Rahmatan Lil Alamin serta berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
Deradikalisasi kepada tenaga pendidik.
Pendidik mempunyai peran dalam memberikan edukasi tentang deradikalisasi. Di dalam pesantren pendidik bukan hanya sebagai guru, tetapi sekaligus menjadi orang tua yang senantiasa mendampingi anak selama 24 jam. Dengan begitu semua kegiatan yang dilakukan oleh santri akan terkontrol.
Implementasi edukasi yang ada di pesantren lebih efektif ketimbang hanya sosialisasi yang hingga saat ini Teknik tersebut masih digunakan untuk formula deradikalisasi. Umumnya sosialisasi semacam ini dilakukan di sekolah sekolah umum yang memang banyak melahirkan korban doktrin radikalisme. Tapi kebanyakan sosialisasi yang dilaksanakan hanya sebatas definitif ketimbang implementasi yang mengarahkan perilaku radikalisme.
Oleh karena itu perlunya menjalin kedekatan emosional yang harus terus menerus digali seperti yang telah diterapkan di pesantren. Karena di sisi lain sikap anonimitas subjek mempengaruhi proses deradikalisasi. Artinya karena tidak kenal, seorang akan mengabaikan apa yang dikatakan. Sehingga pentingnya optimalisasi tenaga pendidik atau dalam konteks ini adalah guru yang ada di pesantren.
Dalam suatu kuliah umum pada 25 Oktober 2021 bertempat di PP.Wahid Hasyim Yogyakarta yang diisi oleh Drs. K.H Abdul Mun’im DZ selaku wakil sekjen PBNU menuturkan bahwa deradikalisasi tidak memandang bulu, bahkan lulusan pesantren pun bisa terkontaminasi doktrin semacam ini, Langkah antisipasinya adalah dengan optimalisasi semua segenap sivitas akademika yang ada di pesantren. Dengan cara menumbuhkan sikap moderasi dalam beragama.
Fanatisme yang berlebihan terhadap agama adalah hal yang tidak baik. Pun juga menjadi atheis bukanlah pilihan yang bijak. Tetapi toleransi saling menghargai adalah kunci untuk mencapai kedamaian berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu kenapa di pesantren dituntut untuk menumbuhkan cara berpikir yang luas, contohnya diselenggarakannya kegiatan bahtsul masa’il.
Respon Pesantren
Generasi sekarang kecakapan menggunakan teknologi sudah menjadi kebutuhan setiap orang. Tak terkecuali Santri. Santri zaman sekarang banyak yang akses internet. Bisa dilihat dari penggunaan media sosial yang masif. Karena tidak dapat dipungkiri, hal yang seperti ini adalah kebutuhan semua orang.
Doktrin radikalisme yang provokatif banyak tersebar di internet. Terutama media sosial. Jika pengguna media tidak selektif dalam menggunakannya, maka akan terjerumus dalam jurang kesesatan. Narasi-narasi provokatif dan janji-janji yang dijanjikan untuk mendoktrin seseorang kepada radikalisme seolah menggoda untuk ikut serta.
Lantas bagaimanakah Lembaga Pendidikan Pesantren menjawab tantangan zaman dengan memanfaatkan media baru seperti media sosial? Kontribusi Lembaga seperti pesantren modern lah yang mempunyai peran yang fundamental. Kontribusi untuk menangkal radikalisme di masyarakat salah satunya adalah dengan memanfaatkan SDM yang ada di pesantren untuk turut ikut serta dalam kampanye deradikalisasi. misalnya dengan membuat video-video edukasi keislaman dan lain sebagainya.
Tentu upaya yang dilakukan tidak berarti jika tidak ada dorongan untuk senantiasa menjaga hati dan pikiran agar selalu dijalan yang benar. Stimulus yang diberikan dari berbagai pihak menjadi dorongan untuk berusaha.
-Penulis memiliki Pengalaman Pendidikan : turut mengajar di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta.