Surabaya, 10 Oktober 2021 – Bagaimana model kebaragamaan anak-anak kita juga dipengaruhi buku teks yang dibaca. Karena itu buku-buku madrasah harus dipastikan benar secara konten, merujuk kepada buku-buku yang mu’tabar. Yaitu buku-buku yang kridibel, merujuk kepada para ulama salafis shalih.
Demikian disampaiakan Direktur KSKK Madrasah, Moh. Ishom, yang hadir secara daring, ketika membuka kegiatan penyusunan buku modul panduan pembelajaran PAI dan Bahasa Arab pada madrasah tahap ke-dua di Surabaya, 10 Oktober 2021.
Beliau menambahkan, terutama pendidikan agama di tingkat dasar Madrasah Ibtidaiyah jangan disajikan perbandingan madzhab, nanti membingungkan peserta didik. Untuk anak-anak MI sajikan materi-materi keagamaan yang dianut oleh mayoritas ulama di Indonesia, sehingga tidak bigung.
Langsung bisa diamalkan sesuai yang berkembang di masyarakat. Ajaran-ajaran keagamaan yang bersifat lintas madzhab atau muqaran diajarkan nanti saja di tingkat perguruan tinggi atau Madrasah Aliyah Peminatan Keagamaan.
- Iklan -
Menurutnya, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam penulisan konten buku-buku keagamaan. Pertama, sumber rujukan harus dari kitab-kitab yang mu’tabar atau kridibel. Ke-dua secara konten tidak bertentangan dengan mayoritas ulama ataupun sawadil a’dlam ( golongan ulama mayoritas). Yang ke-tiga tidak dipertentangkan dengan idiologi bangsa Pancasila. Nilai-nilai Pancasila satupun tidak ada yang bertentangan dengan syariat Islam. Pancasila justru menerjemahkan nilai-nilai syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk ini, kehidupan berbangasa, bernegara dan beragama. Jadi jangan dipertentangkan. Imbuhnya.
Karena itu, dalam proses penuliasan buku-buku keagaman harus didampingi oleh akademisi, atau ahli di bidangnya.
Moh. Ishom menambahkan, Terkait kebebasan peserta didik dalam mengakses konten-konten agama dari internet, maka buku-buku teks pelajaran Agama Islam yang dikembangan oleh Kemenag RI harus bisa berfungsi sebagai konfirmator kebenaran. Pemahaman peserta didik yang didapatkan dari sumber-sumber di internet harus dikonfirmasi kebenarannya dengan buku teks ini. Demikian juga guru-gurunya. Guru PAI harus bisa mengkonfirmasi pengetahuan dan pemahaman peserta didik. Jangan sampai peserta didik tersesat pemahaman agamanya gara-gara mengakses internet yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ini kewajiban guru. Pungkasnya.
Dalam laporannya, Kepala Sub-Direktorat Kurikulum dan Evaluasi, Ahmad Hidayatulloh menyataan, bahwa kegiatan ini merupakan tahap ke-dua dari rangkaian penyususnan modul panduan pembelajaran pendidikan agama islam dan Bahasa Arab pada madrasah. Draft buku direview oleh para ahli untuk diberi masukan-masukan dan penyempurnaan. (ImamBk)