Makassar – Ketua Forum Pendidikan Madrasah Inklusif (FPMI) Pusat Supriyono, menegaskan bahwa pemertaan akses pembelajaran dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah harus menjadi prioritas madrasah.
Hal itu terungkap dalam kegiatan Penguatan Pelatihan Pendidik Inklusi di Gammara Hotel Makassar pada hari kedua, Selasa (26/10/2021). Kegiatan ini digelar oleh Subdit Bina Guru dan Tenaga Kependidikan Raudlatul Athfal Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama yang diikuti sekirar empat puluh peserta.
Supriyono yang juga Anggota Tim Penyusun Standar Nasional Pendidikan Khusus Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek ini menegaskan bahwa madrasah memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa karena telah menjadi bagian dari Sistem Pendidikan Nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003.
“Saat ini berdaskan Data Kemenag tahun 2021 jumlah madrasah adalah 83.468 dan 95% di antaranya adalah madrasah swasta. Berdasarkan EMIS, Simpatika Madrasah, data Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Madrasah Tahun 2021 berjumlah 47.516 anak,” bebernya.
- Iklan -
Maka dari itu, Lek Pri, sapaannya, mengajak semua peserta pelatihan untuk serius dan peduli terhadap pendidikan inklusif. Menurutnya, solusi awal adalah perubahan paradigma dari ekslusif menjadi inklusif. Paradigma itu, menurutnya, dapat dipelajari dari aspek filosofis, teoretis dan sosial.
Pemerataan akses pembelajaran dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah harus dimulai dari pemahaman bahwa perkembangan sistem pendidikan dimulai dari ekslusif, segregasi, integrasi dan inklusi.
“Inklusi pada prinsipnya adalah sistem ideologi yang dilandasi oleh kebersamaan. Dalam inklusi semua orang adalah berharga dalam kebersamaan, apapun perbedaan mereka. Cara berpikir dan bertindak yang membuat tiap orang merasakan penerimaan dan pengharagaan,” bebernya.
Dari paradigma dan pengertian inklusi itu, Lek Pri menegaskan bahwa pendidikan inklusif berarti memberikan kesempatan pembelajaran yang bermakna kepada semua anak dalam sekolah regular.
“Idealnya, pengertian ini memungkinkan anak-anak penyandang disabilitas atau yang bukan untuk mengikuti kelas yang sama di sekolah terdekat, dengan dukungan tambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak,” ujar Anggota Tim Penyusun Roadmap Madrasah Inklusif Kemenag RI tersebut.
Dalam kesempatan itu, Lek Pri mengajak peserta melihat cara pandang Islam terhadap disabilitas dalam konteks pendidikan inklusif. Di dalam Al-Quran dijelaskan ada Al-musawa (kesetaraan/equality: Surat An-Nur: 61), al-‘adalah (keadilan/justice: Surat An-Nisa: 135 dan Al-Maidah ayat 8), al-hurriyyah (kebebasan/freedom: Surat At-Taubah ayat 105), keberagaman: QS Al-Hujarat: 13).
Selain itu, ketika madrasah hendak menerapkan pendidikan inklusif harus mengetahui model pengelolaan PDBK pada madrasah atau sekolah inklusif, yaitu kelas reguler / inklusi penuh, kelas reguler dengan klister, kelas reguler dengan ‘pull out’, kelas reguler dengan ‘cluster dan pull out’, kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian, dan kelas khusus penuh di sekolah regular.
Dalam kesempatan itu, dijadwalkan juga beberapa pembicara yaitu Kasubdit Bina GTK RA Dra, Siti Sakdiyah, M.Pd., Koordinator Komponen 3 MEQR Dr. Ainurrafiq, PPK Komponen 3 MEQR H.M Sidik Sisdiyanto, JFU Kemenag Kabupaten Sukabumi Erwan Hermawan, S.Pd.I., M.Pd., Pengawas Kabupaten Bogor Masnakah, M.Pd., Ketua MDC/PPM Sulsel dan Dosen UNM Dr. Lu’mur Taris, M.Pd., Pengawas SLB Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Dr. Iis Masdiana, M.Pd, Kepala MIT Ar-Roihan Malang Lailil Qomariyah, M.Pd., dan Konsultan MEQR Komponen 3 Fakhrudin Karmani. (*)