Oleh: Edi Rohani
Madrasah/Sekolah Ma’arif merupakan “kawah candradimuka” bagi kader-kader NU. Selain di pesantren, melalui madrasah/sekolah Ma’arif ini diharapkan akan lahir generasi NU yang kuat akidah, santun perilaku, dan berpikir global.
- Iklan -
Aswaja sebagai manhaj al-fikr harus dijadikan pijakan utama dalam mengelola satuan pendidikan Ma’arif. Oleh karenanya, seluruh komponen madrasah/sekolah Ma’arif, baik pengurus, guru, karyawan, siswa maupun orang tua siswa, harus menjadikan Aswaja sebagai pijakan dalam akidah, fikrah (pemikiran) dan harakah (gerakan).
Melalui pijakan aqidah, fikrah dan harakah inilah, diharapkan madrasah/sekolah kita memiliki pijakan yang berbeda dengan sekolah/madrasah lainnya yang tidak berada dalam naungan LP Ma’arif/NU.
Selama menjadi bagian dari LP Ma’arif PCNU Wonosobo, penulis mendpatkan banyak informasi dan pengalaman dari beberapa sumber. Seperti hal-hal berikut yang acap kali disampaikan oleh Dr. H. Arifin Shidiq, Ketua PCNU Wonosobo dan Dr. H. Abdul Majid, Ketua LP Ma’arif NU Wonosobo tentang bagaimana strategi/tips/langkah-langkah untuk memajukan satuan pendidikan. Di antaranya adalah:
Pertama, adanya diferensiasi antar satuan pendidikan, yaitu “pembeda.” Antar sekolah/madrasah satu dengan madrasah/sekolah lainnya harus punya pembeda. Baik itu kegiatan di madrasah/sekolah atau cara mengontrol anak-anak didik di madrasah/sekolah dan rumah serta lingkungan masyarakat. Sebagai misal, SDM yang ada di MI X dan MI Y harus ada pembeda yang menjadi ciri khas dua sekolah tersebut.
Kedua, adanya peningkatan mutu. Baik itu mutu akademik maupun non akademik. Prestasi siswa harus yang terbaik. Prinsipnya, tidak ada anak yang bodoh. Setiap siswa itu punya potensi (fitrah) dan kecerdasan masing-masing, tinggal bagaimana kita “mengolah”, mengarahkan dan membimbingnya. Di situlah anak-anak harus saling berkompetisi, baik lewat kegiatan ekstra kurikuler maupun intra kurikuler. Ciri madrasah/sekolah yang bermutu juga bisa dilihat dari cara melayani murid dan wali murid. Karena mereka itulah “konsumen” dan “pelanggan” kita.
Sebagai pengelola, kita harus memanaj satuan pendidikan kita dengan baik. Jangan sampai ada masalah yang timbul dan berlarut. Kalaupun ada persoalan, kita harus mengambil tindakan untuk menyelesaikan dengan cepat dan tepat.
Ketiga, adanya inovasi (tajdid). Selalu memberikan cara-cara yang terbaru dalam pengajaran maupun metodenya agar tidak membosankan. Di situlah guru dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas diri lewat pelatihan-pelatihan, workshop, dan pengembangan diri lainnya. Tentunya dengan tetap berpijak pada kaidah umum al-muhafazatu ‘alal qadimish shalih wa-l akhzu bi-l jadidi-l ashlah. Bahkan lebih dari itu, kita harus mengupayakan inovasi dari al-jadidi-l ashlah menjadi lebih baik lagi dan lagi, fa-l ashlah tsumma-l ashlah.
Jika selama ini kita acap kali mengatakan bahwa “sekolah kita harus mempu menjawab tantangan zaman”, sudah saatnya kita, dengan segala potensi yang ada, mengatakan dengan lantang: “sekolah kami, siap menantang zaman.” Artinya, kitalah yang mencipta serangkaian kreasi agar direspon oleh dinamika zaman.
Keempat, adanya budaya literasi dan numerasi. Budaya menulis dan membaca harus sudah ditanamkan pada anak-anak didik sejak dini. Madrasah/sekolah harus memiliki perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan. Perpustakaan harus menjadi tempat yang nyaman dan penuh dengan buku-buku bacaan tentang agama, sains dan fiksi. Perpustakaan madrasah/sekolah jangan hanya berisi buku-buku teks pelajaran, namun harus diisi dengan buku-buku pengayaan lainnya, tentunya buku yang disesuaikan dengan nalar dan psikologi anak-anak. Hal ini sangat penting, sebab anak yang suka membaca di waktu kecil, kelak ketika dewasa akan menjadi seorang pemikir, dan konseptor handal, bukan generasi “pembeo” yang hanya menirukan konsep-konsep orang lain semata, tanpa melakukan saringan dan proses berpikir kritis. Imam Syafi’i telah mencontohkan ini dengan metode-metode penggalian hukum Islam melalui proses analogi (qiyas) dan penelitian (istiqra’).
Kelima, adanya branding. Brand itu merek sedangkan branding adalah yang menguatkan merek tersebut. Dengan branding madrasah/sekolah, maka itu sebagai pembeda antara sekolah kita dan sekolah lainnya. Branding juga berfungsi sebagai ajang promosi sekolah kita. Sekecil apapun prestasi yang diperoleh oleh warga madrasah/sekolah, harus kita branding, kita besar-besarkan dan kita informasikan kepada khalayak. Branding adalah salah satu cara kita untuk menghabarkan keberhasilan-keberhasilan yang telah kita capai. Branding adalah cara kita ber-tahadduts bi-n ni’mah, menceritakan prestasi yang diperoleh kepada publik. Kelemahnnya, selama ini kita terlalu tawadlu’ dan andap ashor, sehingga merasa segan untuk mempromosikan prestasi kita, karena takut dianggap “sombong”, padahal di sebelah sana, sekolah-sekolah yang berlabel “minhum” selalu bangga memampangkan keberhasilan-keberhasilan mereka melalui berbagai website, spanduk, flayer dan media lainnya.
Di era media sosial seperti ini, sudah saatnya, kita selalu membranding dan menginformasikan keberhasilan-keberhasilan kita kepada publik. Sebab siapa yang tidak mampu menyesuaikan dengan dinamika ini, ia akan tergerus oleh zaman. Ingat, saat ini adalah era disripsi, era dimana siapa yang mampu menyesuaikan diri, diaah yang akan bertahan dan berkembang.
Keenam, kuatnya marketing Inilah cara “menjual madrasah/sekolah. Kita manfaatkan seluruh SDM yang ada dan juga media-media sosial. Sebagimana branding, marketing ini juga sangat penting untuk menjadikan madrasah/sekolah yang maju.
Manfaatkan pula jejaring alumni, orang tua dan stakeholders yang kita miliki, untuk terus mengkampanyekan tentang keuntungan masuk di madrasah/sekolah kita. Jadikan para mereka sebagai “alat”, wasilah dan promotor yang baik yang selalu “menjual” sekolah kita di luar sana. Ajak mereka untuk membranding madrasah/sekolah kita, melalui metode “gethok tular” dari mulut ke mulut tentang segala kebaikan madrasah/sekolah kita.
Ketujuh, terwujudnya teamwork yang kuat. Kerja sama semua elemen madrasah/sekolah. Kepala madrasah/sekolah maupun guru-guru dan karyawan harus menjadi “satu kesatuan”, menjadi muwahhidah, baik statemen maupun kebijakan yang dikeluarkan harus seiya, seide dan sevisi.
Godok semua inovasi dan ide melalui rapat yang dinamis. Kita boleh berbeda pendapat dan “bertikai” dalam tataran ide dan konsep, namun dalam aplikasinya, kita harus satu suara, satu keputusan. Artinya, ide yang disepakati dalam musyawarah itulah yang kita jalankan dan kita aplikasikan. Semua warga sekolah harus saling menguatkan, saling mendukung dan saling melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada sehingga terbentuk teamwork yang kokoh dan kuat untuk kemajuan madrasah/sekolah kita. Inilah beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan madrasah/sekolah yang maju dan bermutu.
Jika hal-hal tersebut dapat kita jalankan, insya Allah, harapan menjadikan madrasah/sekolah Ma’arif sebagai “kawah candradimuka” generasi NU yang unggul, dan menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan, bukanlah hal yang mustahil, bukan?
Wallahu a’lam
-Penulis adalah Sekretaris LP Ma’arif PCNU Wonosobo