Agama Rindu
rindu beriman kepada siapa?
kau, Dia, atau aku.
#
kau menikam sepimu
dengan menjadi orang lain yang baru saja
kauciptakan dari sepasang netramu sendiri.
kau bilang kita semua mahir mencipta
termasuk pura-pura bahwa kita tahu
seperti apa cara Tuhan memandang kita
yang kerap berbohong dan gemar mentertawai
hal-hal ganjil, pisau yang menusuk dada,
juga rindu yang berkelumun bait-bait puisi
yang selalu mengisahkan tentang angin,
daun-daun gugur, hujan, dan secangkir kopi.
##
Dia menggembala seluruh dada yang tercipta
dari lempung dan air suci. memandikannya
dengan susu dan anggur. lalu meniupkan firman
bagi kesembuhan seluruh luka. dan mewahyukan
selembar pakaian yang tercipta dari doa-doa mustajab.
sebab Dia tahu bagaimana cinta dan rindu yang rumit
kelak akan sama-sama menyakiti.
kesombongan dan dusta adalah racun
paling membunuh. dan air mata berakhir
sebagai dongeng pengantar tidur di ruang sempit
enam kaki di bawah halaman rumah.
dan pada akhirnya Dia hanya menyaksikan
apakah seluruh dada yang tercipta
dari lempung dan air suci bergembira
atau merasa sangat takut. saat cinta dan rindu
memilih diam dan khusyuk beibadah.
###
aku memandang kau dan Dia.
dari tempat paling sembunyi di muka bumi;
hatiku. hari demi hari selalu berjalan dengan cara
yang tidak biasa. sungguh aku tidak bisa mengatakan
apa-apa lagi. dadaku telah menjelma sebuah kota.
kau adalah tugu peringatan untuk banyak cerita
sementara Dia adalah balai paling megah.
- Iklan -
Kamar Alegori, 2021
Der Schrei Der Natur*)
pada suatu sore
edvard munch menjadi ruh dalam puisi.
aku di norwegia dan abu krakatau
telah berkunjung ke langit eropa.
seluruh dada sekarang sewarna senja
yang aneh. merah kehitam-hitaman.
sementara laut terlihat cemas
dan murung. orang-orang yang lewat
melipat pikiran mereka ke dalam saku.
tidak berharap apa-apa, hanya sedikit
doa-doa yang diucapkan. termasuk aku.
der schrei der natur
alam mulai resah dan bermuram durja.
munch melihat lidah api menyala-nyala
pikirannya dilanda hal-hal yang tidak biasa.
ia menyaksikan gelombang warna
menyapu kepalanya. dan segalanya
mendadak jadi rasa takut dan lelah luar biasa.
lalu menjelma potongan-potongan pendek
sajak yang mengisahkan tentang aku;
yang meminjam jeritan alam
melalui tangan edvard dan dadanya
yang bertabur harapan.
sekali lagi
aku menyukai munch. aku ialah kecemasan-
kecemasan yang ia saksikan
di ekeberg kala itu.
Kamar Alegori, 2021
Catatan: der schrei der natur merupakan lukisan karya Edvard Munch yang terinspirasi letusan Gunung Krakatau.
Konstelasi Dada
alam semesta bersemayam
dalam dada. menjelma gugusan sajak
yang mengisahkan tentang percintaan
para kekasih berlumur derita;
perburuan kemenangan untuk tanah kelahiran;
rindu yang menggelora seperti gelombang
air laut; kebohongan-kebohongan
yang menyembunyikan diri di antara
perkakas dapur; renungan yang larut
ke dalam gelas-gelas kopi para pemikir;
kesedihan yang kian terbakar api penindasan;
juga tentang keberangkatan ruh-ruh
yang purna menuju lembah penantian.
di dalam dada, kita bisa mendengar jelas
isak tangis monyet-monyet dan burung-burung
yang menyaksikan rimba mereka telah menjelma
jadi abu; suara-suara kendaraan yang makin
tidak punya sopan santun; pembicaraan seseorang
dengan teman bicaranya perihal orang lain
yang baru saja membeli sesuatu;
diskusi para pejabat di ruang kerjanya yang sejuk
dan beraroma pinus; senandung tunawisma
yang menaruh harapan pada cuaca bagus;
dan suara keinginan-keinginan diri sendiri yang kerap
terbentur ketidakmampuan untuk meraihnya.
dada kita adalah konstelasi perasaan.
sebuah ruang tak bertepi yang dirakit oleh Tuhan
menyerupai jagat buana. kita saksikan pula
bintang-bintang yang padam lalu gugur
seperti anggur liar yang tak pernah diingat
keberadaannya; lubang hitam menganga
yang kelaparan rindu sepanjang waktu;
ekor komet yang tergerai indah seperti rambut
perempuan berwajah teduh; serta tawaf
galaksi-galaksi jauh di bawah perintah sang mahadaya.
hingga pada waktunya nanti
kita tahu, segala sesuatu itu; seluruh peristiwa
dan rencana-rencana. lebur jadi satu.
saling mengikat untuk sebuah
penyerahan diri.
Kamar Alegori, 2021
Sepotong Cerita pada Sabtu Malam
hujan musim kemarau jatuh dengan nyaman
tepat pada sabtu malam ketika angin
seakan memadamkan lampu seluruh kota
dalam satu jentikan. dan puisi-puisi pendek
yang kuketik pada layar ponsel
terbakar perlahan seperti sumbu
sepotong lilin sisa di pojok kamar.
aku sendirian. di kota yang jauh.
menghibur dada dengan kenangan
yang tiba-tiba menjelma siluet di dinding.
aku kecil berlarian mengejarmu
sembari merentangkan kedua tangan
dari belakang seperti seekor burung muda
yang baru berlatih mengisi udara
pada kedua sayapnya.
ibu, aku sungguh rindu masa kecil.
saat dunia tak sepelik ini
menjerat pipa napasku.
masa-masa sepasang lenganmu
mendekap hangat jadi selimut
yang mampu meredam segala jenis
ancaman dunia.
dan pada sabtu malam yang padam ini
aku ingin pulang ke lembah dadamu.
Kamar Alegori, 2021
Kita Menjadi Apa Saja
kita ikan sarden yang menginap sementara di dalam kaleng
kita bagian bawah meja yang tak pernah dikunjungi
kita gurita yang mencari ketenangan di cangkang kerang
kita perca dalam kantong plastik yang dilupakan para penjahit
kita pisau yang diasah orang-orang yang merencanakan pembunuhan
kita lembar terakhir buku catatan yang suka dicoret-coret anak sekolah
kita kembang api yang diletuskan pada malam tahun baru
kita markah jalan yang tidak pernah tahu kita di mana
kita hawar yang menyiksa penduduk kota hingga mati
kita sepi yang diramu jadi puisi oleh para penyair murung
kita pelukan yang hidup dalam dua sentuhan
kita menjadi apa saja yang kita mau
kita
menjadi
apa
yang kita suka
selagi masih ada
meski kelak sebagian besar
kita akan tersiksa cukup lama
lalu bebas untuk meminta apa saja.
Kamar Alegori, Mei 2021
*M.Z. Billal, lahir di Lirik, Indragiri Hulu, Riau. Menulis cerpen, cerita anak, dan puisi. Karyanya termakhtub dalam kumpulan puisi Bandara dan Laba-laba (2019, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali), Antologi Rantau Komunitas Negeri Poci (2020) Membaca Asap (2019), Antologi Cerpen Pasir Mencetak Jejak dan Biarlah Ombak Menghapusnya (2019) dan telah tersebar di media seperti Pikiran Rakyat, Rakyat Sumbar, Radar Mojokerto, Haluan Padang, Padang Ekspres, Riau Pos, Fajar Makassar, Banjarmasin Post, Magelang Ekspres, Radar Cirebon, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Radar Malang, Radar Tasikmalaya, Bangka Pos, Radar Bekasi, Tanjung Pinang Pos, Bhirawa, Merapi, Cakra Bangsa, Lampung News, ide.ide.id, biem.co, magrib.id, bacapetra.co dll. Fiasko (2018, AT Press) adalah novel pertamanya. Bergabung dengan Community Pena Terbang (COMPETER) dan Kelas Puisi Alit.