Jakarta, Maarifnujateng.or.id – Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI menggelar Training of Trainer (ToT) Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) Seri 6 pada Rabu (25/8/2021) via Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui Youtube GTK Madrasah Channel.
ToT diberikan kepada para Fasilitator Nasional (Fasnas) untuk meningkatkan kualitas Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis GEDSI yang bekerjasama dengan INOVASI dan Froum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) seri-6 ini mengkaji Program Pendidikan Khusus/Kompensatoris pada Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis GEDSI.
Dalam sambutannya, Ketua FPMI Pusat Supriyono, M.Pd., menyampaikan bahwa perjuangan FPMI bersama Kemenag, INOVASI dan semua stakeholders dalam memajukan pendidikan inklusif memiliki dasar teologis yang jelas. “Sedikit mengingatkan, misi perjuangan dan iktikad kita untuk terus memberikan layanan pendidikan inklusif di madrasah kita, perlu kita mengingat bahwa Islam bahkan semua agama sangat mengutamakan kesetaraan di antara sesama, tidak ada perbedaan antarkelompok, gender, disabilitas, semua sama di hadapan Allah, di hadapan Tuhan, dan yang membedakan adalah ketakwaan kita di hadapan Allah,” tegasnya.
Hal itu dijelaskan Lek Pri, menyadur Al-Quran Surat Annur ayat 61. Pihaknya berharap, perjuangan yang dilakukan melalui kegiatan itu menjadi perjuangan yang sukses dunia akhir, memberikan keberkahan bagi pelaksana, keluarga, dan juga masyarakat luas. Secara eksplisit, menurutnya, bahwa ayat ini menjelaskan kesetaraan sosial, baik bagi tidak halangan tuna netra, tuna daksa, orang sakit, berhak mendapat perlakuan sama.
- Iklan -
Penafsiran dalam hal ini jelas, bahwa Islam mengecam sikap tindakan diskrimatif terhadap penyandang disabilitas, apalagi diskriminasi berdasarkan kesombongan dan jauh dari akhlakul karimah
Narasumber pertama, Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia Dr. Kristiantini Dewi, Sp.A., menyampaikan materi bertajuk Temu Kenali Dini Disleksia. Dalam penjelasannya, pihaknya menjelaskan beberapa hal yang sering ditemukan di PAUD. Seperti rewel sekali, selalu harus dituruti keinginannya, tapi komunikasi tidak lancar, sehingga anak tantrum. Kemudian juga sikap agresif, bermainnya ‘kasar’, banyak konflik fisik dengan teman, tidak bisa duduk tenang. Lalu sikap sangat kalem, dan super lambat dalam segala hal dan masih serba kesulitan dalam aspek keterampilan bina diri.
Atas fenomena itu, banyak tanggapan yang bermunculan seperti anggapan wajar, anggapan telat berbicara, anggapan pemakluman anak PAUD tak bisa diam, anggapan bagus kalau anaknya kalem, lambat-lambat sedikit tidak masalah, dan anggapan anak PAUD masih wajar diladeni karena nanti diyakini bisa mandiri.
Selain di PAUD, ia juga menjelaskan fenomena yang terjadi di jenjang SD/MI seperti banyak bengongnya, jika diberi instruksi, tidak bersegera, masih membutuhkan pengulangan berkali-kali saat menerima instruksi, serba pelupa, kesulitan membaca, namun paham jika artikel dibacakan, masih sulit menulis, masih sulit menumpukan perhatian, banyak bicara, jahil, dan provokator.
Pihaknya juga menjelaskanm perbedaan kesulitan belajar umum dan kesulitan belajar spesifik. Kesulitan belajar umum memiliki ciri potensi kecerdasan di bawah rata-rata, kesulitan terjadi pada semua aspek perkembangan, didapatkan pada berbagai kasus: autism, palsi serebral, disabilitas intelektual, sindrom down, dan vokasional/bantu diri
lebih utama.
Kesulitan belajar khusus, yaitu potensi kecerdasan di rentang rata-rata atau di atas rata-rata, kesulitan terjadi pada aspek perkembangan bahasa dan fungsi eksekutif, didapatkan pada kasus disleksia, diskalkulia, disgrafia, dan mampu belajar di sekolah regular/inklusi
Dalam kesempatan itu, pihaknya menegaskan definisi disleksia menurut Asosiasi Disleksia Indonesia (2019). Dijelaskannya, bahwa disleksia merupakan salah satu bentuk kesulitan belajar spesifik yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan adanya kesulitan belajar yang terjadi pada individu dengan potensi kecerdasan yang sedikitnya normal atau berada pada taraf kecerdasan rata-rata, di mana kesulitan belajar yang terjadi meliputi kesulitan di area berbahasa, termasuk bahasa lisan (yang terutama ditandai dengan adanya gangguan kesadaran fonem), bahasa tulisan, dan bahasa sosial (kesulitan memaknai bahasa tubuh, sikap dan postur lawan bicara, serta kesulitan menampilkan bahasa tubuh, sikap, serta postur tubuh yang tepat dalam merespons suatu situasi sosial), disertai adanya gangguan di area fungsi eksekutif (executive function).
Disleksia juga seringkali disertai dengan bentuk kesulitan belajar spesifik lainnya yakni disgrafia dan diskalkulia. Selain itu disleksia juga seringkali disertai kondisi penyerta lain seperti Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (Attention Deficit Hyperactivity disorder) dan Gangguan Perencanaan Motorik (Dispraksia).
Narasumber selanjutnya, Pegiat Hak Asasi Difabel Yayasan Dria Manunggal DIY Drs. Setia Adi Purwanta, M.Pd., menyampaikan materi Program Kompensatorik Anak dengan Gangguan Penglihatan. “Di dalam Al-Quran, kata pertama adalah iqra’, bacalah. Carilah informasi. Kalau kamu sudah membaca, mencari informasi, kamu bisa mengorientasikan diri. Kalau sudah demikian, kita akan tahu ke mana kita akan bergerak,” tegas dia.
Dijelaskan dia, bahwa perolehan informasi melalui indera, untuk penglihatan 83 %, pendengaran 11 %, peraba 4 %, pembau 1 %, dan pengecap 1 %. Menurutnya, dari informasi, akan mempertegas orientasi, dari orientasi akan mempertegas mobilitas, dan setelah itu pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian persoalan.
Di akhir materinya, ia menegaskan bahwa belajar merupakan mengelola potensi dan kondisi pesertadidik, potensi lingkungan fisik dan sosial, serta relasi potensi dan kondisi pesertadidik dengan potensi lingkungannya untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Peserta didik memiliki potensi adaptasi terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
The Litle Hijabi Homeschooling for Deaf Galuh Sukmara pemateri selanjutnya, menjelaskan Program Kompensatorik bagi Anak Berkebutuhan Khusus Gangguan Pendengaran. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa perlu perubahan paradigma dari ekslusif menjadi inklusif. “Antonim atau lawan kata dari inklusif adalah ekslusif,” bebernya.
Ia menegaskan bahwa sudut pandang ekslusif merupakan cara pandang alamiah terhadap keberbedaan dan keanekaragaman. Semua menjalani satu kehidupan bersama. Semua saling melengkapi dan saling menggenapi pemahaman. Semua sedang belajar bersama-sama. Semua memiliki cara hidupnya masing-masing yang jika disinergikan akan membuat penghayatan akan kehidupan lebih sempurna
Dalam konteks pembelajaran, inklusifitas adalah cara pembelajaran bagi semuanya. Tidak ada pemisahan, semuanya diperkenankan bertemu sesuai dengan pemberian porsi masing-masing, pemberian porsi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing, diperuntukkan bagi semuanya bukan bagi yang sempurna, ditempuh dengan jalan yang disesuaikan kemampuannya, tapi yang “diistimewakan” Tuhan dengan alatnya different abilities, di mana kemampuannya yang digunakan untuk belajar dan mengenali kehidupannya yang berbeda dengan orang lain
Narasumber berikutnya, Spectrum Treatmen and Education Centre Diah Kartia Esti menyampaikan materi Kendala Perilaku & Emosional pada Anak. Dalam pemaparannya, ia menjelaskan siklus tumbuh kembang, tentang anak berkebutuhan khusus dan dilanjutkan analisis deteksi gangguan perilaku emosional. Dalam penjelaskannya, ada beberapa hal yang didapatkan dari analisis deteksi gangguan perilaku emosional, di antaranya No health without Mental health (sehat seutuhnya adalah yang diikuti dengan kesehatan mental).
Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan strategi membantu guru. Secara umum yaitu mengatur waktu yang dapat mereka periksa beberapa kali dalam sehari, kemudian mengelola waktu: memecah tugas panjang menjadi tugas pendek dan menetapkan waktu yang singkat, mengelola ruangan dan materi: meminimalkan kesulitan dengan mengatur proses dan cara bekerja, mengelola pekerjaan: daftar periksa untuk menyelesaikan tugas bertemu guru untuk meninjau pekerjaan, dan menggunakan warna untuk menyoroti informasi penting dalam buku serta menulis tanggal tugas harus diselesaikan di bagian atas tugas.
Dalam konteks ini, pendidik harus memiliki keterampilan dasar para guru dan keterampilan tambahan para guru serta keterampilan ekstra pada guru. Keterampilan ekstra guru dapat dilakukan dengan melibatkan orang tua, berhubungan dengan masyarakat untuk membangun kerjasama bagi siswa yang lebih tua untuk magang dan mengajarkan siswa ketrampilan umum di luar kelas.
Dewan Pakar FPMI dan Akademisi Universitas Negeri Malang Dr. Ahsan Romadlon Junaidi sebagai narasumber terakhir menyapaikan materi bertajuk Pengembangan Diri Peserta Didik Hambatan Intelektual.
Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa setiap manusia diberi anugrah kecerdasan. “Setiap individu memiliki anugrah kecerdasan. Teori kecerdasan majemuk (Gardner) mengajarkan bahwa setiap individu kapasitas untuk memiliki sembilan kecerdasan. Kecerdasan-kecerdasan tersebut ada yang dapat sangat berkembang, cukup berkembang, dan kurang berkembang. Semua anak dapat mengembangkan setiap kecerdasan hingga tingkat penguasaan yang memadai apabila ia memperoleh cukup dukungan, pengayaan, dan pengajaran,” bebernya
Pihaknya menegaskan strategi layanan pendidikan bagi peserta didik hambatan intelektual. Hal itu dimulai dari bangun kesadaran kepada guru, orang tua dan warga sekolah bahwa setiap anak memiliki kecerdasannya masing-masing, tetapkan tujuan yang jelas bahwa pendidikan tidak hanya akademik, tetapi memfasilitasi semua potensi anak, lakukan pengamatan dengan cermat untuk menemukan kecerdasan setiap anak, berikan pilihan-pilihan kegiatan belajar sehingga anak bisa menghasilkan karya atau mengaktualkan kemampuan / kecerdasannya, berikan ruang untuk memberikan apresiasi terhadap karya atau aktualisasi kemampuan anak, libatkan orang tua secara proporsional dalam memfasilitasi potensi anak.
Usai penyampaian materi, kegiatan di tiap sesi dilanjutkan dengan diskusi antara narasumber dan peserta. Selain jajaran FPMI dan narasumber, hadir juga PTP Subdit Kurikulum dan Evaluasi KSKK Madrasah Kemenag RI Dr. Imam Bukhori, M.Pd., Dra. H. Siti Sakdiyah, Kasubdit Bina Guru RA Direktorat GTK Ditjen Pendis Kemenag RI, Kasubdit Kesiswaan Direktorat KSKK Ditjen Pendis Kemenag RI Nanik Pujiastuti, perwakilan tim INOVASI, dan panitia. (Adm/Ibda).