Oleh Ian Hasan
Pada malam itu, rahmat dan keberkahan seakan deras tercurah di dada semua orang. Betapa setiap orang yang hadir seakan diingatkan perihal kemuliaan dan karamah anak-anak yatim yang tak terbantahkan. Hal itu terlihat dari linang air mata, pandangan berkaca-kaca, dan kerelaan hati siapa saja mengambil peran dalam penyatuan rasa menghayati rangkaian acara demi acara. Tidak hanya jemaah yang berangkat dari pelbagai latar belakang, tetapi juga kepanitiaan dan segenap komponen warga di lokasi terselenggaranya acara, tak mengenal perbedaan sebagai kendala. Bahkan tak jarang, umat beragama lainpun ikut tergerak hati, turut melibatkan diri—meski di luar peribadatan—atas nama kasih sayang dan kemanusiaan.
Yatiman, sebagai tradisi bakti sosial penyantunan anak yatim yang setiap tahun terselenggara di Ponorogo, khususnya di Kelurahan Brotonegaran, telah melewati sejarah panjang. Kegiatan ini pertama kali terselenggara pada tahun 1966 (Muharram 1386 H), seakan menjawab serentetan tragedi kebangsaan yang meluluh-lantakkan rasa kemanusiaan dan persaudaraan satu bangsa. Peristiwa kelam tersebut dalam waktu singkat membuat banyak anak-anak yang kehilangan orangtuanya, terutama ayah selaku kepala keluarga. Hal itulah yang kemudian mengusik keprihatinan sejumlah tokoh perempuan lokal, yang tak lain sebagai penggerak organisasi Muslimat dan Fatayat NU Ranting Brotonegaran pada masa itu. Mereka kemudian berinisiatif mengadakan kegiatan bakti sosial penyantunan untuk anak-anak korban tragedi 1965.
Pada kesempatan pertama yang diselenggarakan di rumah Mbah Lurah Martoredjo (Lurah Brotonegaran pada masa itu), sejumlah 13 anak yatim mendapatkan santunan ala-kadarnya disertai hidangan bubur suran, punten, serta aneka jenis panganan tradisional lainnya. Jemaah ibu-ibu yang hadir ada sekitar 50 orang dengan rangkaian acara mulai dari Shalat Isya’ berjamaah, lalu dilanjutkan dengan Shalat Tasbih, Shalat Hajat dan pengajian singkat, sebelum kemudian diakhiri dengan kegiatan mengusap kepala anak yatim yang disusul dengan pembagian santunan yang telah disiapkan sebelumnya. Kegiatan bakti sosial ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Yatiman yang dinisbatkan kepada subyek penyebab terlenggaranya kegiatan ini, digelar rutin tiap tahun bertepatan dengan peringatan Malam Hari Asyura, yakni hari kesepuluh di bulan Muharram, diyakini sebagai hari terjadinya peristiwa-peristiwa penting yang berkenaan dengan pertolongan Allah kepada para kekasihnya.
- Iklan -
Menelisik riwayat di atas, terang bahwa gagasan acara Yatiman ini diliputi oleh rasa empati dan kasih sayang sesama manusia kepada manusia-manusia kecil yang terpaksa kehilangan sosok ayah sebagai pimpinan keluarga. Momentum awal yang diambil sungguh tepat karena terselenggara ketika bangsa ini tengah dirundung duka mendalam, yang sampai kapan pun hanya akan menjadi catatan kelam, jika tidak lekas disikapi dengan bijak. Untuk tidak larut dalam rasa duka dan kehilangan tersebut ataupun terbatasnya kondisi ekonomi keluarga yang ditinggalkan, maka para figur pemrakarsa kegiatan ini mengambil langkah cerdas dalam merangkai rasa kemanusiaan tersebut menjadi sebuah kegiatan penuh makna dan harapan.
Ramuan kegiatan kemanusiaan yang berbalut ritual keagamaan seakan bersenyawa menyentuh sisi ruhani dua pihak sekaligus, selama setengah abad lebih. Bagi anak yatim kegiatan ini seakan-akan menjadi belaian atau usapan kasih sayang yang sehari-hari mereka rindukan. Apalagi di dalam kegiatan Yatiman, hal itu secara fisik terwujud ke dalam bentuk ritual ‘mengusap kepala anak yatim’ pada puncak acara. Bagi siapapun yang pernah terlibat dalam acara ini pasti telah merasakan betapa rangkaian kegiatan Yatiman dapat melembutkan hati dan menundukkan ego pribadi, yang bersatu-padu sejak jauh hari hingga selesainya acara. Kenyataan itu seakan tak hentinya mengingatkan kepada apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah serta dijelaskan dan dilakukan pula oleh para ulama penerusnya.
Hingga tahun 2019 lalu, terhitung sudah 53 kali kegiatan Yatiman dilaksanakan tanpa pernah jeda sekali pun. Bahkan sejak tahun 1990-an mulai menginspirasi tempat-tempat lain di Ponorogo untuk menyelenggarakan kegiatan serupa dan juga beberapa kabupaten lain, seperti Magetan dan Jombang. Selain itu, sedekah yang terkumpul sepanjang tahun seakan menunjukkan bukti bahwa acara yang hanya digelar satu malam itu rupanya terus bergaung di benak para dermawan. Barangkali kegiatan ini dimulai bukan dari gagasan besar, namun karena keuletan serta dedikasi penyelenggaranya, tahun demi tahun mampu menunjukkan eksistensi dan kemanfaatan bagi masyarakat sekitar.
Sejak tahun 2020, kegiatan ini mengalami kendala sebab wabah covid-19 melanda sebagian besar wilayah di Indonesia, sehingga sejauh ini tidak memungkinkan penyelenggaraan yang menghadirkan kerumunan masa. Tetapi berkat keuletan para penggiatnya, panitia tetap berusaha mendistribusikan bantuan yang telah terkumpul selama rentang satu tahun, sehingga diharapkan kesinambungan silaturahim dengan anak-anak yatim bisa tetap terpelihara. Termasuk tahun ini, yang mana situasi pandemi belum berakhir, kita semua berharap sesuatu yang telah berjalan dan berdampak baik ini tidak kehilangan ruhnya, sekalipun harus mengalami banyak penyesuaian demi keselamatan bersama.
Yatiman rupanya telah menjadi penanda bahwa rasa kemanusiaan berada di atas segalanya. Kegiatan tersebut memiliki bukti, memberikan santunan tidak hanya berkutat pada makna sedekah untuk membantu yang lemah. Akan tetapi telah melampaui pengertian ‘tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.’ Karena sesungguhnya para jemaah dan simpatisan yang hadir justru lebih membutuhkan karamah dari anak-anak yatim tersebut, bukan sebaliknya. Sehingga relasi yang terjalin antara pemberi dan penerima dalam hal ini menjadi relatif, berkaitan dengan kesadaran transedental yang melatarbelakanginya. Untuk itu mari kita sama-sama menghadirkan hari raya untuk anak-anak yatim di sekitar lingkungan kita. ***
-Penulis Kelahiran Ponorogo, saat ini bergiat di Sanggar Pamongan Karanganyar, selain juga terlibat di beberapa komunitas seni, budaya, dan pendidikan, termasuk Komunitas Kamar Kata.