Jakarta, Maarifnujateng.or.id – Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ditjen Pendidikan Islam Kemenag menggelar Training of Trainer (ToT) pendidikan inklusif berbasis gender. ToT diberikan kepada para Fasilitator Nasional (Fasnas) dalam rangka meningkatkan kualitas Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) yang bekerjasama dengan INOVASI dan Froum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI).
ToT Seri 4 dengan tema “Identifikasi Fungsional pada Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis GEDSI melalui Instrumen Profil Belajar Siswa (PBS)” ini digelar secara daring, Rabu (28/7/2021).
Hadir Sekretaris pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd., Ketua FPMI Pusat Supriyono, M.Pd., panitia dan peserta.
Dalam sambutannya, Sekretaris pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd., mengatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan layanan kepada orang-orang yang memiliki kebutuhan secara khusus.
- Iklan -
“Secara hakiki, pendidikan harus melayani kebutuhan individu. Artinya, idealnya setiap individu harus dilayani guru yang sesuai potensi yang dimiliki oleh anak itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, katanya, upaya untuk melakukan identifikasi secara kolektif melalui instrumen yang didesain teman-teman INOVASI yang ditujukan untuk mencari jalan keluar yang sangat bagus, sehingga kita dalam melakukan tindakan dalam pendidikan tidak menduga-duga, namun berdasarkan fakta, dan realitas yang dialami oleh anak. “Dan saya kira dalam pendidikan, pemecahan kesulitan belajar yang dialami oleh anak adalah upaya dari pendidikan itu sendiri,” lanjutnya.
Pihaknya juga menegaskan bahwa pendidikan juga sebagai rekayasa tindakan kepada siswa, agar mendapatkan potensi-potensi agar rekayasa perilaku pada siswa berjalan maksimal. “Saya sangat senang, ToT keempat ini berjalan lancar. Dan ini adalah program yang dikembangkan oleh Direktorat GTK yang harus konek dengan KSKK,” harapnya.
Pihaknya berharap agar program ini terpadu antara dua direktorat, yaitu GTK dan KSKK Kemenag RI. Di akhir sesi, pihaknya secara resmi membuka kegiatan tersebut.
Usai sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi sharing pengalaman dari madrasah penyelenggara pendidikan inklusi. Setelah agenda itu, kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh narasumber dari INOVASI, Said Jufri.
Dalam pemaparannya, Said Jufri mengatakan banyak hal dalam materinya tentang Profil Belajar Siswa (PBS). “Ragam penyandang dapat dilihat dalam Kebijakan UU 8/2016 Penyandang Disabilitas/PP 13 tahun 2020 Akomodasi Layak khususnya Bab II Ragam Penyandang Disabilitas pada Pasal 4 ayat 1 dan 2,” beber dia yang dimoderatori oleh Erwan Hermawan, M.Pd.
Dalam ayat 1, dijelaskan ada empat ragam penyandang disabilitas, yaitu disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, atau disabilitas sensorik.
“Jadi jelas-jelas regulasi membatasi pelabelan, dan meletakkan ketunaan atau posisi label-label, seperti misalnya anak ini autis, anak ini tuna daksa, semua itu tidak dibenarkan lagi dalam undang-undang. Namun, secara medis memang agak berbeda,” beber dia.
Maka kalau guru tidak dapat melakukan sesuatu, kata dia, maka hal ini sangat tidak sejalan dengan undang-undang.
Dalam materinya, pihaknya menegaskan bahwa PBS atau Profil Belajar Siswa, di dalamnya ada instrument yang memuat informasi siswa tentang beberapa aspek. Mulai dari identifikasi kesulitan fungsional, kebutuhan alat bantu, pergerakan di lingkungan sekolah, kelebihan/potensi/kemampuan, kebutuhan pendamping, informasi lain, informasi kesehatan/medis dan kesimpulan sementara dan tindak lanjut.
Profil Belajar Siswa (PBS) bentuknya bisa berupa kertas, aplikasi atau website dan ini merupakan pengembangan. “Mengapa yang kertas masih dipertahankan? Karena di daerah tertentu ada kendala internet, sinyal dan lainnya,” kata dia.
Pihaknya menjelaskan pula transisi kegiatan identifikasi tahun 2019. Dimulai dari perubahan pendekatan medis ke pada fungsional, data disabilitas dan kebutuhan (peserta didik), data yang tersedia dapat berkontribusi bagi SDGs termasuk data Badan Statistik dan menyesuaikan dengan Washington Group Disability (WGD) dengan menyesuikan dengan kontek satuan pendidikan di Indonesia, PBS digunakan sebagai alat verifikasi selama pendataan masih menggunakan Permediknas sebagai dasar kebijakan pelaksana/Operasional, PBS terus mengalami perbaikan guna mendapatkan validasi data tentang peserta didik penyandang disabilitas.
Untuk memahami Panduan Guru dalam Identifikasi kesulitan Fungsional, ada beberapa aspek dan tingkat kesulitan. Aspek-aspek itu meliputi penglihatan, pendengaran, motorik kasar, motorik halus, berbicara, intelektual/kemampuan berpikir, membaca atau disleksia, perilaku/perhatian/sosialisasi, dan emosi.
Setelah materi itu, pihaknya juga mengenalkan instrumen PBS yang diprioritas untuk menekankan layanan pendidikan inklusif di madrasah. Di akhir sesi materi, pihaknya mengharapkan rencana tindak lanjut membuat / mengisi instrumen PBS bagi minimal 2 siswa/siswi di madrasah masing-masing.
Usai penyampaian materi, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi kelompok secara virtual untuk menindaklanjuti dari materi yang sudah disampaikan. (adm/Ibda).