Oleh Alfin Haidar Ali
Dalam salah satu video gus baha’ milik akun santrigayeng yang diunggah ulang di akun youtube thoriaqtuna, Gus Baha’ menjelaskan pentingnya kerja dan ternyata sebaik-baik ibadah adalah kerja.
Beliau mengawali penjelasannya tentang pengalaman yang ia alami pada tanggal 2 syawal (saat masih suasan lebaran seperti itu), beliau pagi-pagi pergi ke pasar Kragan bersama dua putrinya, yakni Tasbiha dan Mil’a dan disana gus Baha’ menemui seseorang yang sudah berjualan ayam.
Kemudian gus Baha menangis, “Ya Allah, orang kalau tidak kiai itu tanggal 2 syawal sudah cari uang.”
- Iklan -
Kemudian gus Baha’ membeli ayam tersebut sebanyak dua ratus ribu rupiah. Lalu putri gus Baha’ bertanya, “mau untuk apa ayam sebanyak itu ?”
“ya.. untuk dijadikan pelajaran. Dijadikan pelajaran bahwa tanggal 2 Syawal orang-orang sudah mencari uang.”
Maka bagi gus Baha’ sebagai kiai, perayaan hari raya itu jangan lama-lama karena banyak menghambat pasar. Oleh karena itu, tradisi di Narukan -tempat tinggal gus Baha, hari raya itu hanya pada hari pertama dan malam hari ke dua syawal. Setelah itu bubar.
“Awas. Besok pagi jangan sowan lagi.” Canda gus Baha’.
Jadi setiap hari raya, tetangga semua sowan ke gus Baha’ ketika setelah sholat ‘Id dan malam ke dua syawal. Setelah itu mereka sungkan kecuali bagi mereka yang tinggal di Malaysia.
“Hari raya harus satu hari! Besok yang kerja, kerja. Aneh-aneh! Hari raya kok lama.”
Kalau kiai memang enak. Bagaimana, kalau bukan kiai ?!. Mengganggu rezeki banyak orang. Hal ini didasarkan pengalaman gus Baha’ tadi, yakni sudah ada orang yang jualan ayam pada tanggal 2 syawal.
Menyikapi hal ini, gus Baha’ berpendapat bahwa seharusnya para kiai berpikir, bukan malah bangga tamunya datang terus menerus selama sebulan. Gus Baha’ yang menurut banyak orang termasuk kiai besardan tentunya tamu beliau banyak, tapi gus Baha’ merasa tidak nyaman.
Acara-acara tidak penting seperti foto-foto, story kok di dewa-dewakan. Gus Baha’ tidak cocok.
“Ibadah terbaik adalah bekerja,” begitu kata nabi Muhammad SAW.
Orang biar tetap kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan, itu ibadah yang paling utama kata nabi. Tidak ada ibadah terbaik adalah menerima tamu. Memang termasuk kebaikan. Tapi, ibadah terbaik tetaplah bekerja. Mencari rezeki halal.
Gus Baha’ mengetahui pengamalan ‘sebaik-sebaik ibadah’ ini dari Mbah Moen. Mbah Maimoen meski begitu besar kekuasaan dan pengaruhnya, ketika makan dirumahnya, yang beliau makan adalah uang hasil jualannya. Gus Baha’ sendiri sering menemani beliau makan. Mbah Moen biasa makan lauk pecel. Pecel yang dijual pada santri-santrinya itu. Betapa sederhananya beliau.
Begitupula dengan bapak gus Baha’, yakni Kiai Ahmad Nur Salim. Meskipun begitu besarnya tokoh Kiai Nur Salim, ketika di rumah makan sebagaimana orang biasa. Tetapi mereka tetap mau kekuasaan untuk menopang jabatan agama.
Di terakhir video pengajiannya, gus Baha’ menjelaskan pentingnya mengakui semua kekuasaan dan kekayaan milik Allah. Bukan malah merasa memiliki dan lalai kepada Sang Pemberi.
Gus Baha pada mulanya mencontohkan kemuliaan dan kebesaran yang ada pada nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman itu jika pergi ke masjid dikawal oleh pasukannya. Pasukan nabi Sulaiman bukan pasukan biasa seperti manusia, tapi juga jin, burung dan makhluk-makhluk lainnya.
Nabi Sulaiman ketika pergi ke masjid, beliau mencari dan duduk bersama orang paling fakir. Lalu nabi Sulaiman berkata, “Kita sama-sama miskin. Mari duduk bersama”. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengatakan bahwa nabi Sulaiman itu kaya karena nabi Sulaiman tahu betul bahwa semuanya milik Allah.
Begitupula dengan perumpamaan, misalnya gus Baha’ adalah seorang buruh yang menjaga gudang milik orang China (Tionghoa) atau milik orang kaya. Disitu ada Alphard, beras ber ton-ton, kacang ber ton-ton. Lalu, apakah gus Baha’ pantas merasa kaya? meskipun dikelilingi beras ber ton-ton.
Tentunya tidak kan ?
Karena gus Baha’ menyaksikan betul bahwa itu semua bukan miliknya. Begitu pula dengan para nabi. Semua nabi itu menyaksikan betul bahwa semua anugerah itu bukan miliknya, tapi milik Allah SWT. Betapa mereka merasa sebagai seorang hamba.
Kamu tidak merasa sebagai hamba karena otak burukmu itu sehingga sering merasa semuanya milikmu. Bayangkan nabi itu tidak pernah punya pikiran buruk. Gus Baha’ mengulangi lagi, “saya ini bersaksi bahwa semua harta milik majikan saya karena saya hanya seorang penjaga gudang”.
Padahal kesaksian nabi lebih tinggi daripada kesaksian seorang buruh penjaga gudang. Paham ya ? karena nabi semuanya mukasyafah.
Bagaimana nabi Sulaiman bisa tahu rasanya punya uang sedangkan ia sadar bahwa semua itu milik Allah ? seperti halnya dengan penjaga gudang yang merasa miskin karena semua milik majikannya. Kenapa ? karena tahu betul. Kalau itu alasannya, maka nabi sangat tahu betul semua milik Allah.
Sekian. Terimakasih. Semoga bermanfaat.
-Alfin Haidar Ali. Umur 20 tahun. Suka menulis dan konten kreator keislaman. Bisa dihubungi via IG : alfinhaidarali179.