Oleh Hamidulloh Ibda
Penguatan kemitraan Tri Sentra Pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat) sangat menentukan pendidikan anak di satuan pendidikannya. Dari tiga elemen tersebut, yang paling strategis adalah keluarga sebagai madrasah “pertama” dan “utama” bagi anak-anak dan remaja. Keluarga hebat, edukatif, dan peduli pendidikan anak sangat menentukan kesuksesan pendidikan anak, begitu pula sebaliknya.
Tidak semua keluarga memahami fungsi strategis di atas. Selama ini, sangat sedikit keluarga khususnya di kota yang mengetahui fungsi “sekolah berbasis keluarga”. Faktanya, orang tua di kota hanya memenuhi kebutuhan anak dari aspek sandang, pangan, dan papan saja. Sementara kebutuhan edukasi anak terabaikan, dan hanya dipasrahkan kepada sekolah dan lembaga les/bimbel.
Hakikatnya, keluarga menjadi penentu kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional di satuan pendidikannya. Ki Hajar Dewantara menjelaskan, keluarga menjadi lingkungan pertama dan utama dalam mendidik anak. Sayangnya, justru keluarga merupakan pelaku pendidikan yang paling kurang tersiapkan jika dibandingkan dengan segenap pelaku pendidikan lainnya (Sukiman, 2017: x).
- Iklan -
Harris Iskandar (2017:viii) menjelaskan, pelibatan keluarga dalam proses pendidikan menjadi suatu keharusan, mengingat keluargalah pihak paling berkepentingan terhadap keberhasilan pendidikan anak. Akan tetapi, tidak semua keluarga memahami hal tersebut. Maka perlu penguatan fungsi sekolah dalam keluarga, sebab, peran keluarga dan masyarakat dalam pendidikan anak di satuan pendidikan tidak hanya formalitas, namun sangat substansial.
Delapan Fungsi Keluarga
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2018) merumuskan tentang pentingnya penerapan 8 fungsi keluarga (agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan lingkungan) dan pembentukan karakter sejak dini. Semua itu dalam rangka mewujudkan pelembagaan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
Secara teknis, bisa dilakukan dengan konsep pendekatan keluarga berkumpul, berinteraksi, berdaya, serta peduli dan berbagi. Pertama, keluarga berkumpul berupa meluangkan waktu tanpa disibukkan dengan gawai (gadget), televisi, atau alat elektronik lainnya. Kedua, keluarga berinteraksi, caranya meluangkan waktu berkumpul dan saling bercengkrama, serta saling tukar pengalaman dengan komunikasi yang lebih berkualitas.
Ketiga, keluarga berdaya, artinya keluarga mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk membuat diri dan keluarganya tidak bergantung pada pihak lain. Keempat, keluarga peduli dan berbagi, yaitu keluarga yang mampu dan lebih beruntung mempunyai kepedulian dan keinginan untuk berbagi dan menolong orang lain.
Salah satu fungsi yang urgen dikuatkan di era milenial ini adalah fungsi pendidikan. Ayah, ibu harus memahami bahwa mereka adalah guru bagi anak-anaknya, dan rumah yang mereka huni adalah sekolah dan taman belajar yang harusnya menyenangkan.
Fungsi Sekolah dalam Keluarga
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki visi “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”. Dari visi itu, intinya adalah membentuk insan dan ekosistem pendidikan dan kebudayaan, bisa melalui sekolah formal atau pendidikan dalam keluarga.
Peran orang tua di rumah sangat kompleks. Dalam buku Menjadi Orang Tua Hebat Untuk Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah Dasar (Kemdikbud, 2017: 33) menjelaskan setiap keluarga memiliki cara mendidik anak di rumah dalam menumbuhkan budi pekerti dan budaya prestasinya. Orang tua perlu terus belajar untuk menyesuaikan perkembangan anak dan zaman dengan menerapkan empat hal. Pertama, pembiasaan di keluarga. Kedua, menciptakan lingkungan rumah yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Ketiga, mencegah dan menanggulangi kekerasan pada anak. Keempat, persiapan masa akil balig.
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan menjadi dasar untuk mewujudkan visi Kemdikbud di atas. Maka dari itu, perlu cetak biru untuk menguatkan fungsi sekolah dalam keluarga dengan beberapa pendekatan.
Pertama, keluarga harus dapat membangun ekosistem pendidikan dalam rangka menumbuhkembangkan karakter dan budaya berprestasi anak dan pelajar, baik untuk jenjang SD/MI sampai SMA/SMK/MA. Pendidikan keluarga menjadi syarat mutlak keberhasilan menciptakan generasi muda unggul, bekarakter religius, nasionalis, integritas, mandiri, dan gotong royong.
Kedua, penguatan peran orang tua sebagai guru dan keluarga sebagi sekolah, tidak sekadar sebagai rumah fisik. Fery Farhati (2017: 15) berpendapat, rumah merupakan sekolah dan orang tua pendidikan utama dalam kehidupan seorang. Menjadi orang tua adalah profesi sepanjang masa. Pola pengasuhan orang tua harus dipelajari secara terus menerus agar sensitif dan responsif terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
Ketiga, orang tua harus memahami parenting dalam keluarga. Sebab, keberhasilan orang tua dalam mendidik akan sangat bergantung pada kecakapan dan pola asuh yang dimilikinya. Keempat, orang tua harus menjamin kesuksesan pendidikan anak di satuan pendidikannya, dengan melakukan peran ganda sebagai guru di rumah. Misalnya, anak-anak harus dikawal pekerjaan rumah dari sekolah, materi apa yang diajarkan, dan lainnya. Orang tua harus menguatkan pelajaran di sekolah secara kontinu tanpa harus menggunakan jasa les di bimbel.
Kelima, memahami usai anak sesuai satuan pendidikannya. Perkembangan usia anak menentukan tindakan yang dilakukan orang tua pada mereka. Mendidik anak harus disesuaikan dengan usia mereka. Orang tua harus belajar dalam mendampingi anak-anak untuk menjadi insan berkarakter, berbudi dan berprestasi.
Kemitraan Keluarga dan Sekolah
Kemitraan keluarga dan sekolah menjadi harga mati. Keluarga tidak bisa berjalan sendiri, begitu pula sekolah. Maka perlu penguatan kemitraan agar anak-anak mendapatkan haknya dan mereka sukses pendidikannya di satuan pendidikan masing-masing.
Nanik Suwaryani, dkk (2017: 8-10) menjelaskan, keterlibatan orang tua dalam menyukseskan pendidikan anak bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pertama, agar dapat memahami tahap perkembangan dan kesiapan belajar anak.
Kedua, memberikan masukan untuk kemajuan sekolah. Ketiga, melakukan pengulangan pembiasaan positif di rumah. Keempat, dapat mengikuti perkembangan dan memberikan dukungan untuk kemajuan belajar anak. Kelima, agar dapat membantuk memajukan sekolah.
Prinsip kemitraan keluarga dengan sekolah terbagi atas empat poin utama. Pertama, kesejajaran dan saling menghargai. Kedua, semangat gotong-royong dan kebersamaan. Ketiga, saling asah, asih, dan asuh. Keempat, saling melengkapi dan memperkuat.
Keterlibatan orang tua di sekolah bisa dilakukan melalui pertemuan dengan guru, mengikuti kelas orang tua, menjadi nara sumber kelas inspirasi, terlibat dalam paguyuban orang tua, hadir dalam kegiatan sosial di sekolah, membantu pengelola perpustakaan, hadir di Hari Ayah, hadir pada pentas akhir tahun ajaran, dan hadir pada pembagian raport.
Keluarga dan sekolah jika sudah solid bermitra, saling melengkapi dan menguatkan, maka untuk mewujudkan visi Kemdikbud bukanlah hal susah. Semua itu, muaranya adalah pada kesuksesan pendidikan anak. Sebab, anak adalah harta dan aset bangsa yang harus disukseskan pendidikannya dengan menguatkan peran sekolah dalam keluarga serta kemitraan keluarga dan sekolah.
-Penulis adalah Dosen dan Pjs Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan INISNU Temanggung