Oleh Hilal Mulki Putra
Salah satu masalah dalam sistem pendidikan bangsa ini adalah kurangnya perhatian pemerintah dalam memahami nasib akan kebutuhan nafkah lahir dari para pendidik bangsa. Nasib para guru negeri ini yang masih berstatus sebagai tenaga honorer jauh dari kata menerima upah atau gaji yang layak. Padahal dilihat dari pengorbananan tenaga maupun waktu para guru atau pendidik mencurahkan hanya untuk mendidik generasi masa depan bangsa.
Entah faktor apa yang melatarbelakangi sulitnya guru honorer memperoleh kesejahteraan dari pemerintah, tetapi satu yang tatap diperhatikan ialah memperjuangkan nasib tingkat kesajahteraan guru terkhusus yang berstatus tenaga honorer menjadi kasus yang patut lebih diperhatikan oleh pemerintah yang memang dipercaya rakyat agar memberikan fasilitas kesejahteraan terhadap para pendidik bangsa.
Gaji para guru honorer ini jauh dari kata UMR karena hanya menerima beberapa ratus ribu dari pihak madrasah yang kebanyakan diambilkan dari dana BOS solah atau madrasah dari oenyaluran pemerintah sendiri. Untuk itu kegiatan meciptakan pekerjaan maupun usaha samoingan sebagai sarana tambahan nafkah dilakukan oleh para guru dengan inovatif dan kreatif, seperti kegiatan berdagang.
- Iklan -
Berdagang merupakan kegiatan yang mulia dalam mencari nafkah untuk diri sendiri maupun untuk keluarga. Penulis menjadi teringat sewaktu sore menyusuri jalan desa yang mencium aroma kopi yang sedang di roasting oleh seorang teman. Kemudian penulispun menghampiri rumah teman penulis tersebut yang dengan ramah menawari penulis untuk mencicipi seduhan kopi asli dari olahan tangannya.
Cita rasa yang nikmat yang dipadukan dengan obrolan ringan sore itu menjadi sebuah hiburan tersendiri. Teman penulis tersebut sebenarnya profesi utamanya bukan menjadi seorang penjual kopi tetapi menjadi seorang guru berstatus honorer di Madrasah Ibtidaiyah di daerah desa penulis sendiri. Menjadi seorang guru honorer merupakan sebuah profesi yang mulia dan menuntut guru honorer tersebut lebih berpikir kreatif dalam mencari tambahan nafkah untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Teman yang menjadi guru berstatus honorerpun yang juga sebagau teman penulis sendiri yang telah dijelaskan diatas pernah mengungkapkan “kalau kita tidak sambal mecari tambahan nafkah dari luar sekolah mas, kebutuhan seperti dapur tidak akan tercukupi mas. Ya akhirnya alhadulillah dari bisnis kopi ini lumayan menghasilkan”. Penulis pun beripikir mungkinkah ini semangat Nahdhatul Tujar atau kebangkitan pedagang dikalangan guru atau para pendidik anak bangsa ke depan.
Teringat artikel yang penulis pernah baca dan penulis lansir dari laman NUOnline (nu.or.id ) “Wahai pemuda putra bangsa yang cerdik pandai dan para ustadz yang mulia, mengapa kalian tidak mendirikan saja suatu badan usaha ekonomi yang beroperasi di mana setiap kota terdapat satu badan usaha yang otonom untuk menghidupi para pendidik dan penyerap laju kemaksiatan.” (Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari – Deklarasi Nahdlatut Tujjar 1918).
Sebenarnya Nahdathul Tujjar sebenarnya merupakan sebuah gerakan kebangkitan ekonomi yang dideklarasikan oleh KH. Hasim Asy’ari yang pada intinya mengharapkan agar para pedagang khususnya warga nahdliyin dapat membangkitkan zona perekonomian ummat pada waktu itu.
Pendidik di negeri ini terutama para guru honorer memang belum menerima gaji atau upah yang selayaknya tetapi dengan adanya semangat Nahdhatul Tujar menjadikan penulis sendiri optimis bahwasannya para pendidik di negeri ini semakin inovati dan kreatif dalam mencari tambahan nafkah untuk diri sendiri maupun keluarga di rumah.
Gaji yang kecil bukan penghalang untuk malas mengajar para peserta didik agar tetap mendapat materi ilmu untuk masa depan kelak. Sebenarnya mencari atau membuat suatu usaha sampingan dalam hal perniagaan telah dianjurkan langsung oleh KH. Maemoen Zubair yang dalam pandangan penulis sendiri anjuran ini ditujukan untuk santrinya, para guru/dosen maupun ummat yang menjadi pengagum beliau ”Nak kalau kamu jadi guru, dosen atau jadi kyai kamu harus tetep usaha,harus punya usaha sampingan biar hati kamu nggak selalu mengharap pemberian ataupun bayaran orang lain, karena usaha dari hasil keringatmu sendiri itu berkah”.
Dari sini saja dapat kita mengerti bahwasannya memiliki usaha bukan hanya sekedar diartikan sebagai kebangkitan pedagang saja tetapi yang terpenting juga mendapatkan nafkah dari setiap usaha sampingan seperti berdagang merupakan keberkahan tersendiri yang bernilai pahala disisi Allah SWT. Terlebih seorang guru yang telah berstatus PNS ataupun honorer yang memiliki usaha sampingan insyaAllah akan lebih ikhlas megamalkan dan mengajarkan ilmunya kepada siswa tanpa diembel-embeli dengan gaji yang besar ataupun kecil.
Sistem Nahdhtaul Tujar harunya dapat lebih ditekankan kepada masyarakat umum khususnya warga nahdliyin dan para pendidik di negeri ini. Lewat sistem Nahdhatul Tujar mengingatkan bahwasannya menggaoai rezeki Allah SWT tak hanya dari satu sudut pandang seperti gaji tetapi mengedepankan memaksimalkan sumber daya alam ataupun manusia secara maksimal untuk suatu kegiatan produktif dalam bidang ekonomi.
Sistem Nahdhatul Tujar ini sebenarnya menjadi angin segar dan dapat terus berkembang secara baik apabila para elemen masyarakat mendukung yang ditopang oleh badan usaha milik kaum nahdliyin yang di bawah naungan Nahdhatul Ulama yang menjadi instansi yang dapat menjadi support sistem dalam sarana kebangkitan ekonomi bangsa sehingga nasib para guru, dosen, uztaz maupun para pendidik yang lain bangsa ini dapat memperoleh kesejahteraan.
-Mahasiswa INISNU Temanggung