Oleh Ririn Widiastuti
Islam sebagai salah satu agama yang diakui, memiliki jumlah penganut terbanyak di dunia. Tidak dimungkiri bahwa agama Islam menarik untuk dibahas karena keindahan dan melimpahnya ajaran-ajaran yang menjadikannya petunjuk menuju nirwanaNya. Islam memiliki beberapa ajaran yang berbeda-beda meskipun berorientasi pada hal yang sama sehingga umat Islam mempunyai keyakinan berbeda pula.
Sebagian besar umat Islam menganut ajaran Aswaja An-Nandhliyah yang semua bentuk kegiatan menganut sunnah Rasulullah, Nahdlatul Ulama (NU) pertama kali dibentuk oleh KH. Hasyim Asy’ari. Aswaja An-Nandhliyah atau sering disebut dengan Nahdlatul Ulama (NU), dari tahun ketahun semakin berkembang dan semakin mengibarkan bendera semangatnya. Semboyan yang sering digencarkan dalam Nahdlatul Ulama, yaitu “siapa kita? NU, NKRI harga mati, Pancasila jaya”.
Bukan hanya sekadar semboyan melainkan pembangkit semangat pemuda untuk menyisihkan lengan demi membela ajaran Aswaja An-Nandhliyah. Sudah sepatutnya Nahdlatul Ulama membentuk generasi-generasi emas yang nantinya akan melanggengkan ajaran sunah-sunah Rasul meskipun perkembangan teknologi dunia semakin pesat. Generasi yang tumbuh di kalangan masyarakat untuk menyebarkan dan menegakkan ajaran Islam menuju kebenaran.
- Iklan -
Generasi Aswaja bisa dibentuk mulai sejak dini, usia-usia sekolah dasar sangat baik untuk menanamkana ajaran-ajaran Rasul dalam balutan Ahlusunnah Wal Jamaah An-Nandhliyah. Usia yang rentan akan pengaruh-penaruh dari luar, harus diarahkan menuju jalan yang lurus dengan berpedoman pada agama Islam Nahdlatul Ulama (NU).
Dengan demikian generasi emas yang menjadi tonggak kemajuan agama, nusa, dan bangsa tidak tersesat dalam nikmatnya duniawi.
Gerakan Membentuk Generasi Aswaja
Perubahan zaman, perubahan pemikiran memang tidak bisa dibantahkan dan harus bisa mengikuti transformasi ke era yang semakin canggih. Meskipun dunia, khususnya Indonesia masih dirundung duka dengan adanya Covid-19 namun generasi-generasi Islam tidak boleh dibiarakan begitu saja tanpa menuntun kearah positif. Kader-kader penggerak Nahdlatul Ulama (NU) sudah sepantasnya mengebrak kemajuan zaman dengan ajaran-ajaran Rasulullah.
Bukan hanya sekadar beragama Islam namun datang ketika membutuhkan tanpa merawat ajaran dan nilai-nilai Aswaja yang sudah ada sejak dulu. Penanaman Aswaja An-Nandhliyah untuk melawan arus global yang semakin kompleks, menjadi pondasi utama dimiliki generasi muda. Terutama dalam lingkungan pendidikan Ma’arif NU harus memberikan asupan ajaran agama Islam berlandasan Aswaja An-Nandhliyah. Karena melalui pendidikan generasi Aswaja sangat mudah untuk dibentuk.
Memberikan teladan dengan gerakan-gerakan yang membangun karakter yang berjiwa Aswaja menjadi tolok ukur keberhasilan Nahdalatul Ulama (NU). Generasi emas mulai dari sekolah dasar harus sudah dikenalkan dengan ajaran Aswaja An-Nandhliyah. Mata pelajaran ke-Nu-an dalam sekolah dasar sebagai peran mengenalkan ajaran Aswaja sebagai langkah awal generasi muda memahami Nahdlatul Ulama (NU). Tidak hanya mengenalkan teori-teori yang ada dalam pelajaran, melainkan praktik yang ada di lapangan juga harus dikenalkan.
Dengan adanya gerakan terjun ke lapangan, generasi-generasi pengibar bendera Nahdlatul Ulama (NU) semakin memahami dan mengaplikasikan dalam kehidupan keseharian. Gerakan dalam membentuk generasi Aswaja An-Nandhliyah bisa dilakukan melalui program belajar yang ada di sekolah. Organisasi intra sekolah yang sering disebut IPNU dan IPPNU bisa menjadi wadah penyalur generasi Aswaja yang nantinya tumbuh menjadi pembela ajaran Islam An-Nandhliyah.
Gerakan membentuk karakter Aswaja selain melalui program sekolah, dan organisasi juga bisa dilakukan melalui pembiasaan sejak dini. Kegiatan ziarah kubur, mujahadah, membaca shalawat dan juga tahlil yang diadakan dalam sekolah bisa menumbuhkan jiwa-jiwa An-Nandhliyah semakin dikenal anak-anak usia sekolah dasar. Guru sebagai cermin dan juga sebagai penerang harus mampu menjadi lentera dikegelapan bagi generasi Aswaja menuju sinar terang.
Pentingnya Membentuk Generasi Aswaja
Tidak hanya anak usia sekolah dasar yang direkrut menjadi penggerak Nahdlatul Ulama (NU), melainkan orang dewasa juga harus diikutsertakan. Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai banyak wadah-wadah yang bisa menyalurkan aspirasi masyarakat demi menjunjung tinggi tiang agama beraliran Aswaja An-Nandhliyah. Mulai dari IPNU-IPPNU, Fatayat, Muslimat, dan juga Ansor memiliki anggota yang berbeda-beda usia, dari usia muda sampai lansia yang bertujuan sama dalam meabadikan ajaran Rasulullah SAW.
Banyaknya ajaran dalam agama Isalam, seringkali Aswaja An-Nandhliyah menjadi polemik dan juga kontrofersi antara beberapa kubu yang memiliki ajaran berbeda. Penyerangan secara halus sering tidak disadari keberadaanya. Dengan adanya hal tersebut penguatan ajaran Aswaja An-Nandhliyah harus dikuatkan, tembok besar sudah mulai dibangun demi melindungi keutuhan dan juga waisan dari leluhur.
Simbah KH. Hasyim Asy’ari sebagai pembentuk Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai wasiat “sapa sing ngurip-urip Nahdlatul Ulama (NU), tak anggep dadi muridku, sapa sing dadi muridku tak dongake melbu suarga”. Adanya wasiat dan juga doa tersebut menjadikanya Aswaja An-Nandhliyah semakin mengudara dan semain dikenal esensinya.
Genderang Nahdlatul Ulama (NU) sudah dipukul. Adanya generasi Aswaja, ajaran Nahdlatul Ulama yang sudah susah payah dibentuk sampai titik darah penghabisan tidak larut ditelan masa, ajaran yang berlandasan sunah-sunah Rasulullah tidak tergerus zaman. Sehingga generasi yang akan datang masih bisa mengenal apa itu Aswaja An-Nandhliyah, yang memiliki nilai-nilai sebagai khazanah kehidupan.
Pentingnya membentuk generasai Aswaja yang bisa memberikan metamorfosis yang sempurna pada Nahdlatul Ulama (NU) jelas diperlukan. Untuk menyambut satu abad usia Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 2030. Maka dari itu pentingnya generasi muda dibentengi dengan ideologi Ahlusunah Wal Jammah demi menghadapi tantangan zaman dan menepis budaya dari luar yang tidak sesuai dengan ajaran moral Nahdlatul Ulama (NU) harus dimulai dari usia dini.
Kalau bukan kita siapa lagi?, kalau tidak sekarang kapan lagi?, generasi emas, ya generasi Aswaja An-Nandhliyah.
-Penulis adalah mahasiswa STAINU Temanggung