Oleh Miftaf Pradika Putra
Salah satu motif yang melatarbelakangi berdirinya organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) tidak lain adalah mempertahankan faham yang menjadi landasan utama NU yaitu Ahlussunah Wal Jama’ah. Jika dilihat dari sudut pandang historisnya, Islam yang berkembang di Indonesia, terutama di Jawa merupakan Islam yang dikembangkan oleh para walisongo. Dalam menyebarkan agama Islam di Jawa, walisongo mengganti sendi-sendi masyarakat yang berasal dari Hinduisme dan Budhisme dengan mengalkuturasikan nilai-nilai budaya yang ada di Jawa.
Dengan begitu, perlu adanya penegakan-penegakan ajaran Islam yang benar-benar sesuai dengan Ahlussunah Wal Jama’ah. Kemudian NU lah lahir sebagai bagian yang berjuang mempertahankan dan menyebarkan paham Ahlussunah Wal Jama’ah di Indonesia. Di sisi lain, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang merupakan bagian dari garis manifesto perjuangan NU, adalah pewaris tahta dalam penyebaran ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang bergerak di tataran kampus.
Gerakan PMII di Kampus
Peran besar yang dijalankan oleh PMII ini merupakan sebuah bentuk pertanggungjawaban dalam memproyeksikan narasi besar nilai-nilai Islam yang tersublimasi ke dalam kerangka Ahlussunah Wal Jama’ah. Bahkan di manapun tempat kuliahnya, baik berasal dari kampus umum maupun religi yang berbasis atribut agama (UIN/IAIN/Pesantren), amanah PMII dalam melestrikan sesuatu yang tertera dalam paradigma NU yaitu Al Muhaafadotu Alal Qadimis Shalih, wal Akhdu bil Jadidil Aslah haruslah digerakkan dengan masif.
- Iklan -
Paradigma tersebut memiliki arti “memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik”. Dalam kata lain yaitu mengambil atau memelihara yang lama yang baik artinya menjaga warisan yang dimiliki. Lalu warisan yang seperti apa yang dimiliki oleh PMII? Warisan yang dimiliki oleh PMII adalah warisan dari para ulama-ulama yang meliputi akidah, yakni akidah Ahlussunah Wal Jama’ah. Selain itu juga harus menanamkan nilai Aswaja sebagai Manhajul Fiqr Wal Harokah. Sedangkan mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik artinya melakukan transformasi, terutama menyangkut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang pada saat ini menjadi daya saing yang cukup besar.
Secara sistematis, PMII dituntut untuk mengideologisasikan konsep Ahlussunah Wal Jama’ah secara aspek maupun wacana ke wilayah logika dan amaliyahnya dengan melihat antropologi kampus yang ada. Hal ini menjadi sangat menarik ketika kampus yang dijadikan tujuan strategisnya adalah kampus umum. Dikatakan menarik karena ibarat hutan yang penuh semak belukar dan karakter hewan yang buas, maka PMII haruslah mbabat alas tersebut, kemudian didesain dengan bangunan yang bernafaskan Islam yang ramah dan manusiawi, atau yang kita sebut dengan istilah Islam Rahmatan Lil A’lamin.
Belum lagi akhir-akhir ini sebagian kampus umum menjadi titi fokus munculnya gerakan-gerakan Islam radikal yang menyebarkan ajaran bercorak formalistik dan menghendaki cara beragama yang kaku. Wajah Islam yang ramah, oleh minhum sengaja difashion-kan menjadi Islam yang berwajah buram, kasar, dan penuh amarah.
Nah, di sinilah makna sesungguhnya yang terkandung dalam lambang PMII yang berupa bentuk perisai, yaitu peranan PMII sebagai organisasi kaderisasi dan tonggak estafet bangsa berfungsi sebagai benteng gerakan-gerakan radikal yang sudah menjamur di kampus-kampus umum di Indonesia.
Mempertahankan paham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan membentengi masyarakat dari radikalisme agama adalah tugas PMII dalam menghadapi kehadiran radikalisme yang berkedok agama dan intoleransi. Karena pada dasarnya, hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab bersama khususnya masyarakat PMII dalam menjaga keutuhan NKRI yang telah diperjuangkan oleh ulama-ulama kita.
Gerakan Aswaja di Kampus
Langkah perubahan tidak melulu harus disuarakan dengan langkah-langkah yang besar (demonstrasi) dan terburu-buru. Karena pada dasarnya dengan hal yang sederhana, perubahan akan tetap bisa terjadi. Dengan begitu, kader PMII harus bisa mengawali perubahan tersebut dengan action menarik.
Namun, bagaimana caranya agar tidak terkesan membosankan ketika kita menyebarkan ajaran Ahlusunnah Wal jamaah di kampus umum? Lalu strategi apa yang digunakan untuk merealisasikan perubahan di kampus umum yang notabennya tidak semua mahasiswa itu warga Nahdliyyin? Nah, dengan melihat keresahan tersebut, di sini akan diberikan sedikit pencerahan kepada masyarakat PMII khususnya warga Nahdliyyin yang ada di lingkup kampus guna menyebarluaskan dan membentengi ajaran Ahlusunnah Wal jamaah di kampus.
Pertama, Menguasai/menduduki organisasi intra kampus. Memang sangat penting jika masyarakat PMII sejak dini sudah ditanami dengan jiwa kepemimpinan dan metodik mengorganisir massa. Hal ini merupakan sebagai bentuk fitrah bahwa setiap manusia adalah pemimpin, sehingga tidak ada hal yang mustahil dan dipertentangkan apabila mahasiswa NU (PMII) kemudian menduduki kursi pemimpin organisasi intra kampus seperti Senat Mahasiswa Mahasiswa (SEMA), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan organisasi intra kampus yang lainnya. Sebab, dengan pendudukan kekuasaan yang ada, dengan mudah autority dalam Membuat kegiatan yang bernafaskan Aswaja akan lebih mudah.
Kedua, membentuk Forum Group Discussion Aswaja di kampus. Ini sangat penting sekali, apalagi jika diterapkan di kampus-kampus umum dengan mengundang tokoh-tokoh yang kompeten tentang pemikiran Islam (Aswaja) guna membentengi bahkan memikat mahasiswa dan juga akademisi kampus dengan doktrin Islam Aswaja. Maka dengan begitu, akan terbentuk suasana yang diskursif kajian-kajian Aswaja.
Ketiga, menguasai Lembaga Pers Mahasiswa kampus (LPM). Sebagai wadah yang berfokus di media, LPM menjadi penting dijadikan wilayah strategis bilamana ada kajian ke-Aswaja-an yang dilakukan akan di publikasikan (berita). Sehingga kajian-kajian yang mewarnai kampus datang dari ajaran Aswaja sendiri, tidak lagi mengusung tulisan-tulisan yang bernada tidak moderat, bahkan terkesan intoleransi yang merupakan backgaround dari radikalisme fundamentalis.
Ketiga hal tersebut, manakala berhasil diraih oleh kader-kader PMII, maka tak diherankankan lagi jika nilai-nilai ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah akan menghiasi wajah kampus-kampus umum, namun dengan tetap jeli dan strategis menyesuaikan dengan tipologi dan antropologi kampus itu sendiri.
-Aktivis PMII Rayon Makukuhan Komisariat Trisula STAINU Temanggung