Judul : Mat Karen
Penulis : Khafid Ulum
Penerbit : REQbook, Jakarta
Cetakan : Pertama, Oktober 2020
Tebal : 379 halaman
ISBN : 978-623-94581-0-2
“Kali pertama saya ke luar negeri, saya ke Malaysia. Dan sejak di Bandara, saya sudah bertemu dengan teman dari satu kampung di Solokuro (Lamongan),” kata Ulum, sapaan Khafid Ulum, wartawan Jawa Pos yang baru pulang meliput dari negeri Jiran, seraya terkekeh. “Pokoknya, gampang mencari orang Solokuro yang bekerja di Malaysia,” tambahnya pada kisaran tahun 2010 lampau, di hadapan sejumlah koleganya sesama wartawan, di kedai lantai bawah gedung Graha Pena Surabaya.
Sejak kedatangan ke Malaysia itu, Ulum mengaku terinspirasi membuat novel yang paling tidak, memiliki tema tentang perantauan. Tepatnya, kisah-kisah perantau yang di tanah airnya begitu ribet mencari makan. Sehingga mesti bertaruh uang saku, karena untuk berangkat kerap membutuhkan modal, hingga bertaruh nyawa, karena tak sedikit kisah tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang menjadi sasaran kejahatan.
Mat Karen tampaknya mewakili gambaran umum soal hiruk-pikuk merantau ke Malaysia. Termasuk, tentang suasana perantauan secara illegal dengan menggunakan kapal berukuran relatif kecil dengan risiko tertangkap polisi setempat. Masuk penjara atau dideportasi (hal 194).
Namun, bukankah hidup adalah pertaruhan, atau perjudian? Faktanya, banyak pula yang kemudian sukses di negeri orang. Membawa pulang emas dari seberang. Mat Karen dan kawan-kawannya memang sempat apes, tapi kemudian berhasil. Bahkan, Mat Karen pada gilirannya membangun agensi tenaga kerja lalu menuai keuntungan berlipat.
- Iklan -
Tentu ini tak lepas dari budaya berpikir kaum ekonomi lemah di desa tempat tinggalnya, Parayaman, Kecamatan Solowar. Mereka punya falsafah sederhana: bila ingin kaya, bekerja ke Malaysia. Kalau sudah kaya, mau menikah dengan siapa pun bisa, mau beli barang apa pun mampu (hal 241).
Kerangka pikiran konservatif yang sudah lama tertanam ini dimanfaatkan oleh agensi tenaga kerja seperti yang dikelola Mat Karen. Dengan sedikit rayuan dan promosi provokatif, banyak orang datang minta dibantu. Kemudian, agensi meraup untung dari tiap sen yang diperoleh tenaga kerja di Malaysia.
Novel ini memang mengambil latar besar tentang perantauan. Namun, tentu karya setebal 379 halaman ini tidak melulu membahas soal buruh migran. Banyak pula topik yang dekat dengan lokalitas pedesaan. Sebut saja tentang Mat Karen yang berwatak keras, ahli beladiri, dan punya ilmu kanuragan. Sebelum dan sesudah merantau ke Malaysia, dia adalah seorang preman kampung yang disegani.
Preman yang dalam istilah lain disebut blater, tak jarang ikut dalam pemilihan lurah, dan menang. Itu pula yang dipotret melalui sosok Mat Karen. Kalau sudah demikian, suatu kawasan yang memiliki potensi sosial maupun ekonomi akhirnya jatuh ke tangan yang tidak cakap dan tidak baik perangainya. Struktur koruptif tidak bisa dihindarkan dan pasti membawa kehancuran.
Lantas, apa yang bisa mengalahkan orang super seperti Mat Karen, yang punya kuasa sekaligus kekuatan dan kekayaan? Mirip dengan sejumlah tokoh mitos serta legenda yang digdaya tapi kemudian runtuh, penyebab utama Mat Karen kehilangan kehebatannya adalah sikap ceroboh. Mat Karen lumpuh karena melanggar pantangan yang dititahkan guru ilmu hitamnya (hal 369). Tokoh yang gemar mabuk ini langsung menjadi kembang amben tak berdaya.
Beberapa bagian dalam novel ini sejatinya menampilkan hal yang klise. Meski memang, Ulum berupaya menjelaskan detail problematika yang runtut bersandar pengalamannya yang sahih selama jadi wartawan, baik di daerah maupun di pusat politik pemerintahan, tepatnya di Gedung DPR RI.
Oposisi biner dikemukakan dengan gamblang saat melihat tokoh Mat Karen yang jahat dan Amiq yang berhati luhur. Amiq sendiri merupakan mahasiswa Islam yang akrab dengan pergerakan dan hobi berdemo. Dia bersilang haluan dengan Mat Karen Si Jagoan dengan ilmu hitam itu. Bahkan, sampai membuatnya sempat mencicipi tinggal di balik jeruji besi. Namun tentu saja, Amiq akhirnya keluar penjara dan Mat Karen merasakan karma atas perbuatan buruknya.
Akhir cerita dibuat begitu lugas sehingga memastikan bahwa novel ini berpijak pada arus realis. Berbeda dengan sejumlah novelis yang memilih mengaburkan akhir cerita, semisal kebiasaan Faisal Oddang, atau beberapa novelis yang memutuskan membuat akhir kelewat getir, serupa yang umum dilakukan Eka Kurniawan.
Gaya bahasa ringkas yang dipakai dalam novel ini khas model kalimat dalam tulisan reportase. Penggunaan majas tergolong jarang. Deskripsi yang menyentuh sebanyak mungkin indera kerap digunakan. Secara umum, novel ini tergolong gampang dicerna, menambah wawasan, dan menghibur. (*)
*Rio F. Rachman, Penerima Beasiswa 5000 Doktor di FISIP Universitas Airlangga, dosen di Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang
Beberapa manfaat rubrik resensi, opini, cerpen, dan puisi :
1.Mentransfer ide dan pemikiran resentator
2. Adanya hubungan ketertarikan antara pembaca dengan media tersebut
3. Menciptakan dan menguatkan kedekatan antara tulisan / karya dengan pembaca
4. Kedekatan khalayak dengan penulis
5. Punya jaringan baru
6. Memperluas cakupan peminatnya
7. Mudah ditemukan dan dimanfaatkan oleh khalayak umum
8. Pengetahuan dan pengalaman penulis lebih meningkat
9. Mendapatkan point untuk naik pangkat
10. Mempunyai kesempatan dalam mengekspor diri
Keberadaan rubik resensi, opini, cerpen, puisi di media massa bermanfaat untuk: 1) Menyediakan ruang untuk masyarakat berkarya, 2) Menjadi sarana branding untuk media massa itu sendiri, 3) Tidak dapat dipungkiri adanya beberapa rubik tersebut dapat meningkatkan jumlah pembaca, 4) Sebagai sarana hiburan dan informasi.
*Reni Nur Hidayati
Manfaat keberadaan rubrik resensi, opini, cerpen, puisi, di media massa.
1.menggiring ide baru
2. Mempunyai jaringan baru
3. Memperluas cakupan peminatnya
4. dapat menaikkan pangkat
5. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulis.
6. Mudah ditemukan dan dimanfaatkan oleh khalayak umum.
7.memperluas jaringan pembaca.
Manfaat keberadaan rubrik, resensi, opini, cerpen, puisi di media massa:
1. Dapat menambah wawasan bagi pembaca maupun penulis.
2. Melatih kemampuan menulis.
3. Bisa menghibur pembaca
4. Mengandung nilai-nilai yang bermoral bagi pembaca
5. Dapat merencanakan hal kedepannya.
6. Bisa memberikan pendapat atau pandangan.
7. Dapat melatih diri berimajinasi bagi penulis.
8. Dapat membangkitkan semangat heroik.
Manfaat keberadaan rubrik, resensi, opini, cerpen, puisi, di media massa.
1. Menambah inspirasi bagi pembaca.
2. Menambah wawasan.
3. Dapat menghibur bagi pembaca.
4. Dapat merencanakan hal kedepannya.
5. Memberikan pendapat atau pandangan.
6. Dapat menjadi arahan dalam membentuk kepribadian.
7. Dapat melatih diri untuk berimajinasi.
Manfaat rubrik resensi, opini, cerpen, dan puisi yaitu : Mentransfer ide dan pemikiran resentator,Adanya hubungan ketertarikan antara pembaca dengan media tersebut,Menciptakan dan menguatkan kedekatan antara tulisan / karya dengan pembaca,Kedekatan khalayak dengan penulis,Memperluas cakupan peminatnya,Mudah ditemukan dan dimanfaatkan oleh khalayak umum,Pengetahuan dan pengalaman penulis lebih meningkat,Mendapatkan point untuk naik pangkat,Mempunyai kesempatan dalam mengekspor diri