Oleh : Iis Narahmalia
Habis gelap terbitlah terang, tepatnya pada hari ini seluruh rakyat Indonesia memperingati hari Kartini sebagai pejuang emansipasi wanita yang namanya harum dimata bangsa. Raden Ajeng Kartini Djojo Adiningrat/RA Kartini lahir di Jepara Jawa Tengah tepatnya pada hari Senin 21 April 1879.
Dalam masa kelam yang mendesak wanita dalam kodratnya hanya mengurusi rumah tangga, ia hanya bisa bekerja di rumah dan sering kali tidak dihargai, maka muncul pandangan bahwa ia tidak perlu berpendidikan tinggi karena nantinya pasti akan menjadi penghuni perdapuran saja. Apakah ini yang dikatakan merdeka?
Namun dengan keteguahan RA Kartini perih lara perjuangan beliau tertancap dalam pundak yang mengakar dalam benak, berkat perjuangan menegakan emensipasi perempuan Indonesia kini bisa bersanding dalam persamaan gerak yang setara dengan pria, baik bidang pemerintahan, pendidikan, maupun lainya, perempuan mampu melanjutkan pendidikan dan menduduki kepemimpinan dalam segala bidang.
- Iklan -
Teruntuk semua perempuan Indonesia kita adalah pejuang, jika dahulu kita tak mampu mengenyam pendidikan, sekarang tidak lagi. Kita harus mampu kuat berdiri kokoh dalam pijakan yang akan menuju perubahan.
Sekarang tibalah saatnya kita keluar dari zona nyaman, yang akan merusak masa depan. Sekarang kita bisa mengenyam pendidikan tinggi dan bekerja dengan ranah dan keinginanan hati, kita harus mampu menjadi perempuan berkarakter yang berskil serta berkarakter karena di era alpha dengan segala kecanggihanya sebagai kartini masa kini kita harus melek teknologi dan tanggap dalam segala informasi karena cantik saja tidak cukup.
Keteguhan Kartini dalam melawan feodalisme dan perjuangan meraih pendidikan juga merupakan inspirasi dari kisah Siti Aisyah istri Nabi yang muda belia dan sangat cerdas. Dimana langkah gerak Kartini yang merasakan pendidikan lokal-kolonial tetap bersumbu pada titik agama.
Di sinilah sebuah kenyataan bahwa sosok Kartini adalah gadis yang tawadlu’ dan sangat berbakti kepada orang tuanya. Hal ini menjadi prinsip saya sebagai wanita yang hidup dalam dunia pesantren, bahwa dengan beberapa keterbatasan yang ada tidak akan memupus harapan bahwa santriwati adalh bukti tonggak perjuangan langsung Kartini di masa kini, bahwa anak pesantren dengan keterbatasan dan takdim dengan kyai mampu berpendidikan tinggi dan menjadi pemimpin diberbagai bidang baik akademi mapun non akademi.
Emansipasi merupakan seni untuk berdiri di atas kaki sendiri namun dipeluk dengan tangan orang lain. Sebagai kartini di masa kini, kita harus pandai dan berpikir kritis menghadapi perubahan-perubahan yang tidak boleh tertipu dan terblenggu oleh keadaan. Kita harus berani dalam segala kondisi, dan mampu memperjuangkan ketidakadilan dengan semangat yang tidak pernah padam.
Dari kartini kita belajar syahdunya perjuangan di atas keterbatasan, kita harus menjadi penyempurna kaum pria dalam segala sendi kehidupan, meski kartini kini telah tiada namun kita adalah bunganya yang gugur satu tumbuh seribu. Kita harus menjadi senyum dibalik wajah-wajah yang muram terutama orang yang kita cinta untuk sekarang dan masa depan.
– Mahasiswa PGMI INISNU Temanggung