Oleh Syahril Muadz
Sudah tidak terasa hampir 4 tahun, saya menjadi bagian dari organisasi mahasiswa islam terbesar di Indonesia ini. Dari awal saya masuk, hingga kini, banyak sekali pengalaman yang saya peroleh. Susah dan senang, bersama sahabat-sahabat pergerakan, alhamdulillah telah saya lalui. Semoga saja saya bisa berkhidmat disini hingga suara tak lagi terdengar ditelinga saya.
Awal mula, saya berkenalan dengan PMII yaitu ketika dibuka pendadaftaran anggota baru atau biasa disebut MAPABA. Saya ingat betul, ketika menghubungi panitia untuk mendaftarkan diri, tengah malam saya japri lewat WA, ternyata dia perempuan dan pada saat itu saya kagum kepadanya, karena tengah malam dia belum tidur, saya sempat bertanya-tanya mengapa dia belum tidur, dia pun menjawab sedang mengerjakan tugas. Mungkin bisa dibilang saya katrok, tapi itulah yang saya rasakan. Namun setelah saya menjadi mahasiswa selama 1 tahun saya barulah mengerti.
Hari pertama saya mengikuti MAPABA yang diadakan Rayon Sutawijaya, Komisariat Djoko Tingkir, Cabang Kota Salatiga, saya tidak tahan dengan rasa kantuk, disaat mendapat materi di siang hari. Namun ketika di sore hari saya sangat suka dengan adanya forum diskusi. Kala itu diberikan dua pokok permasalahan, yaitu, Apakah PMII harus menjadi banom NU lagi? dan yang kedua, lebih didahulukan mana ukhwah wathoniyah atau ukhwah islamiyah? Saya masih ingat ketika saya diserang oleh tiga sahabat saya, ketika memberikan pendapat, yang tentunya dengan dasar yang harus diragukan.
- Iklan -
Pasca MAPABA, berbeda dengan teman-teman kuliahku yang tidak mengikuti organisasi, dimana jam kuliah telah selesai mereka langsung pulang atau nongkrong di kantin, aku dan teman-teman yang mengikuti MAPABA, hampir setiap sore kami berkumpul di lapangan kampus untuk berdiskusi. Terkadang mengulas materi dan terkadang bersenda gurau. Kami diajak ke Rumah Rayon Sutawijaya, yang didalamnya dihuni oleh senior-senior yang sudah menjadi pengurus, namun tidak menutup kemungkinan bagi sahabat-sahabat yang ingin tinggal disana.
Saya mulai nyaman dengan orang-orang yang berada di organisasi ini, rasa kekeluargaan mulai terbangun, setiap kali jadwal kuliah kosong, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke Rumah Rayon, setiap kali saya berkunjung pasti diajak diskusi, entah tentang mata kuliah yang saya ambil, maupun membahas isu-isu yang berkembang di masyarakat. Ketika hari mulai menjelang malam, saya berpamitan untuk pulang.
Hari-hari saya disibukkan dengan kegiatan intra dan ekstra kampus, yaitu menjadi anggota HMJ yang sekarang menjadi HMPS dan menjadi anggota PMII. Ditambah lagi dengan kegiatan di Pondok Pesantren. Hari-hari saya mulai kacau ketika berbagai acara saling bertabrakan. Entah mengapa saya lebih memberatkan kegiatan diluar pondok pesantren. Saya sangat tertarik dengan organisasi PMII, yang menurut saya adalah hal baru. Saya memberanikan diri untuk berkonsultasi dengan orang tua, alhasil saya mulai mendapat dukungan dari orang tua, namun dianjurkan untuk tetap di pondok pesantren, walaupun sangat berat untuk dilaksanakan, saya masih berusaha hingga saat ini, untuk mengemban amanah tersebut.
Mengikuti PKD (Pelatihan Kader Dasar), saya termasuk orang yang tertinggal ketika mengikuti pelatihan ini, karena kemantapan saya belum terkumpul ketika Rayon dan Komisariat mengadakan PKD. Saya mengikuti PKD di Jogja, yang diadakan oleh Rayon Civil Comunity. Terdengar kabar bahwa pelatihan di Jogja itu menyeramkan. Saya dan sahabat-sahabat yang lain menjalani training sebelum berangkat ke Jogja. Pada saat itu kami diantar langsung oleh ketua Rayon, yaitu sahabat Fahmi Fahreza, setelah sampai di Jogja saya diserahkan oleh panitia, setelah itu beliaupun pulang.
Hari pertama PKD, saya sudah dikagetkan dengan beberapa Instruktur yang membacakan perjanjian forum. Suara yang tadinya ramai menjadi hening. Keringat dingin mulai berkucuran. Mental dan intelektual sungguh di tempa. Para pemateri yang menyampaikan juga berbobot, diantaranya yaitu Bung Kristeva, disaat itu beliau menyampaikan materi PKT (Paradigma Kritis Transformatif) yang dijelaskan secara gamblang. Setelah PKD usai, saya menyempatkan diri untuk berkenalan dengan para Instruktur yang menurut saya sangar. Saya tak menduga, sebenarnya mereka adalah pribadi yang humoris.
Setelah resmi menjadi kader PMII, saya masuk kepengurusan Rayon Sutawijaya, yang masuk didalam divisi kaderisasi. Saat itu saya mulai sadar ternyata tidak mudah menjadi pengurus di Rayon. Divisi ini menjadi salah satu tombak yang harus menjadi senjata utama bagi pengkaderan. Hampir setiap saat saya dan sahabat-sahabat saya yang berada didalamnya harus berberfikir keras untuk membuat konsep, inovasi dan terobosan baru dalam pengkaderan. Materi-materi seperti analis diri dan analisis sosial, Paradigma Kritis Transformatif (PKT) sangat membantu kami dalam menjalankan kaderasi formal maupun non-formal.
Mungkin pengalaman saya, tidak sebanyak sahabat-sahabat yang telah lebih dulu masuk PMII dan memiliki kesan yang berbeda saat masuk organisasi ini. Banyak perubahan positif didalam hidup saya selama berproses di PMII, tentu jika perubahan negatif adalah murni kesalahan saya.
Zaman semakin menantang, kita tahu bahwa PMII bukanlah organisasi kemarin sore, umurnya pun sudah lebih dari setengah abad. PMII telah melewati berbagai zaman, namun hingga kini menurut saya pribadi, para kader dan anggotanya masih terjebak pada zona nyaman. virus ML, PUBG, yang menjangkit pada kader-kader dan anggotanya, menjadikan PMII jauh dari kata pergerakan. Ditambah lagi dengan virus COVID-19 yang tengah menjalar di seluruh dunia, menjadi tantangan yang harus diselesaikan dengan cepat, agar roda kaderisasi tetap berjalan.
Senior-senior yang saat ini kita banggakan, mereka akan segera tua, dan kitalah penerus mereka. Apabila secara spiritual dan intelektual belum siap menghadapi zaman yang kian melesat, maka 1 abad PMII hanya tertinggal nama. PMII bukan organisasi politik, namun politik diajarkan didalamnya. PMII bukan organisasi ekonomi, namun ekonomi diajarkan didalamnya. PMII bukan organisasi budaya, namun kebudayaan diajarkan didalamnya. Saya mengajak pribadi saya sendiri dan para sahabat-sahabat untuk berkhidmat bersama dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Tangan terkepal dan maju kemuka! Salam Pergerakan!
-Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam, IAIN SALATIGA