Oleh : Muhammad Fahrur Rozi
Perkembangan media dan teknologi yang sangat pesat memberikan pengaruh besar dan mendominasi seluruh sektor kehidupan masyarakat, salah satunya terkait remaja atau generasi muda. Perhatian ini menjadi penting karena media bisa seperti dua ujung pedang yang memberikan efek positif juga negatif kepada masyarakat. Namun, masalah datang melihat fakta bahwa efek negatif media terkhusus media sosial lebih mendominasi daripada efek positifnya. Hal ini terjadi karena kurangnya literasi media masyarakat Indonesia.
Secara singkat Sonia Livingstone (2003) menjelaskan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium. Untuk akses media saat ini bukan lagi hambatan, apalagi untuk khalayak yang tinggal di perkotaan. Akses terhadap media dapat di temukan kapan saja dan dimana saja. Namun, dalam hal analisis, evaluasi, dan produksi pesan dalam realitanya masih sering terjadi kesalahan dalam bertindak.
Analisis merupakan kemampuan yang dapat membantu seseorang dalam menjelaskan bentuk pesan, struktur, segmen, dampak pesan, dan lain sebagainya (Fitriyarini: 2014). Kemampuan ini lebih kepada melihat dari pemahaman kritis pengguna media. Dalam hal ini khalayak masih banyak yang secara apriori terpengaruh pesan media. Sedangkan evaluasi adalah kemampuan untuk menghubungkan antar pesan media yang diterima dengan pengalaman. Mengevaluasi informasi berdasarkan parameter, seperti kebenaran, kejujuran, dan kepentingan dari produsen pesan. Adapun Content Creation adalah kemampuan memproduksi pesan atau kemampuan seseorang dalam menyusun pesan atau ide dengan kata-kata, suara, atau gambar secara efektif. Content Creation bisa dibilang adalah tingkatan tertinggi dari tahapan-tahapan literasi media.
- Iklan -
Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Santri adalah istilah lain dari siswa atau pelajar. Hanya bedanya lebih fokus belajar ilmu agama dan karakter atau akhlak. Di pesantren mereka mendapat pendidikan unik sekaligus spesial yaitu pendidikan selama 24 jam atau pendidikan totalitas kehidupan.
Pada era sekarang ini, muncul istilah baru yang disebut “santri modern”. Sebenarnya santri modern tetap seperti santri pada umumnya yang belajar agama dan akhlak di pesantren, perbedaan dengan santri salafi hanya pada kajian kitab kuning yang tidak terlalu ditekankan di pesantren modern. Di samping itu, pesantren modern juga menekankan pada penguasaan bahasa asing, seperti bahasa Arab dan Inggris serta budaya kedisplinan yang sangat ketat. Penguasaan bahasa asing ini untuk membekali para santri agar dapat bersaing di dunia global dan dapat membaca kitab-kitab kontemporer baik yang menggunakan bahasa Arab maupun Inggris. Yang menjadikan santri modern spesial adalah bahwa mereka mampu bersaing dalam bidang pengetahuan kontemporer tanpa meninggalkan pendidikan agama dan karakter mereka.
Santri dan literasi memang sudah sangat akrab. Banyak budaya baca-tulis yang diajarkan di pesantren, tak hanya dalam bahasa Indonesia bahkan juga literasi dalam bahasa Inggris dan Arab. Sudah banyak pesohor literasi yang lahir dari pesantren seperti Ahmad Fuadi, Cak Nun, dan masih banyak lagi tokoh lainnya. Namun, untuk literasi media banyak khalayak yang menilai bahwa santri masih tertinggal dibanding yang siswa sekolah konvesional. Anggapan tersebut tidak benar karena sudah banyak santri yang berkontribusi besar dalam dakwah di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lain sebagainya.
Melalui tulisan ini, penulis berpendapat sekaligus memberi solusi dari masalah dominasi konten negatif di media sosial. Penulis berpendapat bahwa santri seharusnya bergerak dalam hal literasi media karena mereka memiliki potensi besar untuk dapat berpengaruh. Juga karena media merupakan salah satu sumber kekuatan yang bisa dimanfaatkan untuk berdakwah tentunya. Hal ini melihat peluang dari fakta bahwa pengguna media sosial di Indonesia tercatat menduduki peringkat keempat terbesar di dunia setelah India, Amerika Serikat dan Brazil (Tribunnews: 2019). Seperti yang telah diketahui juga bahwa dakwah merupakan tugas setiap umat muslim di seluruh penjuru dunia. Zaman yang serba modern saat ini bukanlah alasan untuk untuk tidak menyampaikan, walau satu ayat. Media sosial bukan sekedar hiburan, akan tetapi media sosial adalah alat untuk kita meningkatkan tali silaturahim dengan cara dakwah masa kini.
Sebelum seorang santri terjun dalam dunia dakwah media sosial tentunya ilmu dan kemampuan tentang agama dan nilai-nilainya perlu dikuasai terlebih dahulu oleh para santri agar apa yang disampaikan nantinya benar. Karena orang yang tidak punya ilmu, sudah pasti tidak bisa membagikan yang dimilikinya. Juga jangan sampai kesibukan dengan media ini menjadikan ibadah mahdhah berkurang, sembari dakwah seharusnya tetap menjaga shalat berjamaah dan amalan-amalan lainnya.
Adapun salah satu strategi jitu dalam dakwah di media sosial adalah membuat konten sesuai dengan kebutuhan umat. Inilah gunanya para pendakwah harus selalu update informasi. Sebaiknya para santri pejuang dakwah medsos membuat konten terkait isu-isu yang sedang viral di masyarakat karena hal tersebut dapat menjadi jawaban atas keresahan mereka. Tak hanya isi konten, para pendakwah juga dituntut untuk membungkus isi konten tersebut dengan sajian yang menarik. Maka dari itu, santri pendakwah juga dituntut untuk menguasai teknik desain grafis untuk konten berupa gambar juga teknik foto dan videografi dalam konten multimedia.
Media terutama media sosial seperti dua mata pisau yang bisa membawa bahaya atau untung. Sebelum menimbulkan efek negatif atau bahaya, maka diperlukanlah pagar pembatas dengan hal-hal positif salah satunya keagamaan. Maka dari itu, sudah menjadi tugas bagi seorang santri yang memikul kewajiban amar ma’ruf nahi munkar untuk bergerak di bidang tersebut. Diharap dengan aktifnya para santri di bidang literasi media, kontek dakwah positif makin mendominasi daripada konten yang kurang bermanfaat atau bahkan yang menimbulkan maksiat.
-Penulis mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Universitas Darussalam Gontor Ponorogo.