Oleh Iis Narahmalia
Mahasiswi PGMI STAINU Temanggung
Hidup dalam dunia pesantren dalam indahnya kebersamaan menuntut ilmu agama merupakan dambaan sekaligus harapan orang tua bagi putra-putrinya. Kebersamaan yang terjalin dalam lingkup santri ini menjadi sebuah hal yang patut dicontoh oleh kalangan masyarakat di mana dalam pesantren merupakan sebuah praktik kecil dalam kehidupan bermasyarakat.
Adanya jiwa gotong-royong , tolong-menolong merupakan sebuah pendidikan moral yang harus dan wajib ditanamkan dalam diri jiwa para santri. Mendengar kata santri itu terlitas di pikiran pastinya seseorang yang menggunakan sarung dan dekat dengan ilmu agama. Definisi santri sendiri merupakan seseorang yang mendalami ilmu agama Islam , yang memiliki pribadi tulus dan tawadhu, yang tak mengenal lelah berhenti untuk belajar dan berlatih.
- Iklan -
Menurut KH Mustofa Bisri atau Gus Mus bahwa santri tidak hanya tinggal di pesantren, tapi setiap orang yang memiliki akhlak dan sifat yang baik juga hormat kepada gurunya. Seorang santri menjadi soko guru atau benteng bangsa dalam menghadapi krisis moral yang kini menjadi tantangan di era revolusi industri dan cociety 5.0 menjadi santri berarti memikul sebuah tanggung jawab yang sangat besar baik segi moral maupun akademik dalam ranah agama.
Santri, Ngaji dan Ngopi
Meninggalkan rumah dengan niat untuk mencari ilmu merupakan sebuah kemulian yang bernilai sama dengan perjuangan perang melawan kaum kafir. Ngaji dan ngopi bagi mereka para santri merupakan keistimewaan dan kebutuhan yang menjadi modal dalam menumbuhkan rasa gairah dalam mencapai ilmu yang mereka pelajari, tidak hanya bermakna sekedar minuman yang dicampur gula dan serbuk kopi namun dalam sudut pandang tersendiri bahwasanya kopi itu sebagai filosofi perjuangan dalam menuntut ilmu agama dengan berbagai kepahitan tantangan kehidupan selama ia jauh dari kedua orang tuanya.
Begadang ala santri merupakan suatu hal yang sudah familar, namun paradigma tersebut tentunya diharap mampu dijadikan hikmah dalam mengambil ibrah dari ilmu agama yang telah dipelajari berbicara tentang begadang ini tidak terlepas dengan secangkir kopi yang menjadi teman asyik dalam berdiskusi malam, baik dalam hal memurojaah materi pelajaran yang telah didapatkan dari kegiatan madrasah pondok pesantren.
Syahdunya Ngopi
Ngopi merupakan bentuk kereta bahasa dari ngolah pikir , diharap dengan ditemani secagkir kopi ini mampu menemani para santri dalam berkreativitas baik dalam hal akademik maupun kegiatan sosial. Tidak dimungkiri asyiknya berdiskusi dengan ditemani secangkir kopi ini tidak lepas dari perbincangan terhadap rasa kagum kepada lawan jenis yang selalu menjadi hot news atau tranding topik dalam asyiknya berdiskusi malam.
Paradigma terkait kopi sendiri merupakan obat dalam menemani kejenuhan, kopi mampu memberikan warna baru dalam memunculkan sebuah inspirasi ketika kita mengalami kegabutan yang hakiki. Ada sebuah slogan yang dibuat oleh santri “ Yo, Ngaji, Yo Ngopi, Yo Mencintaimu barang, Ndarani Po”.
Dari slogan tersebut mengartikan bahwa ngopi sendiri merupakan teman asyik dalam syahdunya mengaji untuk mempelajari ilmu agama. Asalkan dalam pengonsumsian kopi ini tetap memperhatikan takaran dalam pengonsumsinya insyaallah kita tetap terjaga dalam pola hidup sehat. Amiin
Kopi ini menjadi sebuah pelekat kebersaam yang mampu membentuk sebuah miniatur sosial, sampai sampai ada sebuah kitab yang dikenal di dunia pesantren berjudul Irsyadu al-Ikhwan fil bayani al-Hukm al-Qahwah wa al-Dukhan yang ditulis oleh Syaikh Ihsan Jampes. Di kalangan pesantren kitab tersebut populer dengan kitab ngopi dan rokok, karena memang benar teman yang menemani diskusi itu memang secangkir kopi dan sebatang rokok.
Memang ada perdebatan terkait larangan pengonsumsian kopi dan rokok ini namun dalam ranah santri menanggapi dengan santai terkait isu tersebut. Karena memang tak mudah menghilangkan sebuah kebiasaan yang sudah melekat dan mengakar lama di kalangan pesantren.
Jika seorang ulama saja sampai menulis kitab khusus yang membahas tentang kopi, hal itu berarti saking melekatanya kopi dalam jiwa santri yang sangat akrab di kalangan pesantren. Ketika kita berkunjung ke sebuah pesantren sangat mudah dijumpai jejeran cangkir kopi baik di dalam kamar maupun pada ruangan tempat berdiskusi, minuman kopi juga menjadi suguhan utama dalam menjamu tamu yang sudah populer dikalangan pesantren.
Menurut Fuad Aditya salah satu santri di pondok pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Munawwar Kertosari Temanggung, kopi tidak dapat dilepaskan dari diri para santri. Kopi mampu mempersatukan perbedaan di tengah kerenyahan dalam berdiskusi di lorong lorong kamar, kopi mampu menggugah jiwa semangat sa’at bahtsul masa’il setiap malam dan kopi mampu menjaga mata selama musyawarah itu berlangsung. Apa lagi kopi yang usai diminum oleh kiai setelah mengaji menajdi sebuah momen bagi para santri untuk memperebutkan sisa secangkir kopi itu, karena dalam paradigma santri hal tersebut merupakan puncak keberkahan tersendiri. Ia menambahkan dalam setiap tegukan secangkir kopi para santri menghafal itu mampu menambah kemampuan menghafal dari kebanyakan santri.
Antara santri, ngaji dan ngopi menajdi sebuah hubungan harmonis yang akan menajdi oase dalam miniatur sosial kehidupan kalangan pesantren di mana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia telah dialihkan oleh perkembangan teknologi berupa kecanggihan gadget yang menjadikan seseorang berkepribadian apatis dan individualis tinggi.