Oleh : Saiful Bahri
Nahdatul Ulama merupakan ormas terbesar yang berkembang luas di Indonesia. Saya sendiri merasa bangga usai mengikuti pendidikan kader penggerak (PKP) NU yang selama ini aktif di badan otonom Gerakan Pemuda Ansor Gapura Timur. Terlebih juga ketika diberi tanggung jawab di bagian koordinator BAANAR (badan Ansor anti narkoba) melalui pemilihan tim formatur kala itu. Karena di sini tugas saya yang mendasar untuk bekerjasama serta mempersatukan kekompakan pemuda melalui lokalitas olahraga yang lagi marak belakangan ini. Seperti olahraga kasti misalnya.
Lokalitas kasti merupakan tradisi yang semakin hari semakin merujuk pada aspek trasnparansi perdamaian di kalangan pemuda itu sendiri. Olahraga kasti ini dimainkan oleh duabelas orang secara beregu. Tentu saja pembaca tahu bahwa olahraga ini tidaklah terkenal seperti olahraga-olahraga lainnya. Katakanlah olahraga skop kecamatan. Tapi ini yang mesti dijaga dan kita rawat keberadaannya. Paling tidak menjadi tanggung jawab saya selama bernaung di bumi NU demi memperkuat tali persaudaraan. Saya rasa selama ini, kasti menjadi ruang titik temu bagi persatuan pemuda desa. Baru-baru ini saya tertarik ketika kemudian organisasi sebesar NU, secara spesifik Ansor misalnya, mulai mengintervensi dan menyeimbangi keinginan pemuda baik dari aspek sosial maupun budaya melaui relasi dan eksistensi.
Penting sekali saya katakan bahwa majunya pemuda desa harus diimbangi dengan apa yang dikehendaki dari kegelisahan pemuda itu sendiri. Walaupun saya sempat mendengar pola pikir (mindset) miring yang terjadi di masyarakat, bahwa kasti yang sebenarnya hanya dikuasai atau dimaikan oleh golongan orang-orang hitam. Anggapan itu saya rasa kurang benar. Tentu saya tak terima ketika kemudian perpektif yang demikian saya umpamakan dengan perjuangan Kiai Husamuddin (Pendiri Madrasah Al-Huda) dulu ketika memperjuangkan pengetahuan Islam di masyarakat yang sebagian di antara mereka tak paham betul terhadap hukum adu ayam. Tapi beliau belum pernah menghakimi secara radikal melaui ucapan itu haram, itu kelakuan keji, munafik atau apalah semacamnya. Tidak. Tapi beliau punya cara tersendiri untuk merubah pola pikir masyarakat awam yang pernah terjadi saat itu.
- Iklan -
Salah satu di antaranya, kiprah Kiai Husamuddin terjun langsung ke lapangan, melihat fenomena yang ada, bahkan beliau secara diam-diam juga ikut mengadu ayam dan berbaur lansung dengan masyarakat di sekelilingnya. Lalu apa yang terjadi? Ketika kalah dalam pertandingan beliau membeli ayam punya mereka yang mempunyai ayam jago untuk dijadikan jebakan tahap awal. Bahkan nantinya Kiai Husamuddin menyuruh orang tersebut untuk main ke rumahnya di kemudian hari. Usut punya usut, ayam jago yang sudah memenangkan kontes milik orang yang tak tahu hukum itu lalu kemudian disembelih dan disuguhkan kepada pemiliknya kala itu. Saya akui kiprah beliau secara hukum memang bertentangan, akan tetapi dari segi kultur tentu ini yang dirasa menarik kita aplikasikan perjuangan beliau. Dan saya beranggapan bahwa bisakah kiranya pemuda Ansor Indonesia atau pembaca sekalian menirunya. Karena cara seperti ini sering kita abaikan saat ini.
Maka dari itu, Ansor jangan segan-segan untuk membahas kasti secara detail hingga nantinya menjadi bahan perumpamaan bagi sahabat-sahabat yang lain. Ansor boleh terjun di dalamnya selama mempunyai tujuan baik. Paling tidak mempunyai keinginan untuk mengajak dan mempersatukan kawula muda supaya nanti gerakan yang seperti ini juga masuk di bagian langkah kaderisasi yang meliputi keunggulan organisasi. Apalagi sebagian dari pembaca tahu, bahwa Ansor memiliki departemen-departemen yang di dalamnya ada sub pendidikan olahraga, kesenian, dan budaya. Karena sebagai perjuangan awal tentu keinginan yang seperti ini sangat kuat ketika kemudian Ansor bisa masuk ke ranah pemuda yang tak tersentuh. Pemuda yang tak tersentuh itu pula saya rasa butuh dukungan dan motivasi dari Ansor. Apa lagi kita mampu mengayomi dan bisa bertahan menyeimbangi. Tentu ini merupakan sprit bagi saya dan teman-teman.
Saya dan teman-teman Ansor pernah silaturrahim ke PW Ansor Jawa Timur dalam rangka memperkuat barisan kita di dalam berkhidmat serta menjunjung tinggi Nahdatul Ulama. Banyak perbincangan yang diulas di sana, salah satu di antaranya adalah introspeksi dari kelemahan yang kita miliki selama di Ansor. Ternyata ketika ditelisik lebih dalam lagi, PW Ansor Jawa Timur kemarin pernah mengatakan bahwa pemuda yang kuat adalah pemuda yang mampu menyeimbagi eksistensi sosiokultural melalui perbedaan dan peradaban yang berbeda tapi tak keluar dari norma dan nilai yang ada. Ide kreatif seperti ini yang tentu lebih diterima di kalangan pemuda ketimbang mengajak dengan cara seperti biasanya.
Kenapa saya menulis seperti ini, karena ini yang saya rasa menarik untuk diulas dan dipublikasikan kepada pembaca yang budiman. Biar semuanya pada tahu kehidupan desa itu seperti apa, kesehariannya juga seperti apa, dan tak kalah menarik adalah pemuda Ansor sebelumnya belum menyentuh kiprah pemuda yang hanya kesana kemari bermain kasti.
PAC Ansor Gapura bersama tim departemen lainnya sempat mengadakan laga persahabatan yang bertempat di sebelah timur rumah Bupati Sumenep melawan persatuan bola kasti PAC Dungkek. Menariknya, banyak dari kalangan pemuda, pemantik, bahkan guru madrasah sekalipun turut andil memeriahkan laga kasti ini. Saya pikir, kasti ini yang mampu menjawab tantangan peradaban yang kini menyebar di kalangan pemuda. Dengan kasti kita bisa mempertahankan kearifan lokal di Madura, dengan kasti pula Ansor mampu bergerak di garda terdepan menghidupkan sejarah baru.
Isu laga perlombaan kasti baru-baru ini tengah menyebar sampai ke ranting. Katanya ada laga pertandingan kasti. Pengurus PAC juga mengeluarkan surat edaran terkait peraturan-peraturan yang bisa jadi pedoman di lapangan nanti. Bahkan di malam Jumat bulan September kemarin juga dirapatkan di rumah saya terkait siapa yang mau bermaian di lapangan nanti. Ada dua lima belas pemain beserta cadangan yang masuk list. Satu di antaranya adalah bapak Ah. Qushairi, HS mantan ketua Ansor yang sekarang ini sudah menjadi sekretaris di PAC. Meskipun beliau keturunan darah biru, beliaulah yang sangat semangat mengadakan laga perlombaan kasti. Beliau juga memberi arahan kepada anggota Ansor, paling tidak di lapangan nanti kita pastikan menutupi aurat demi menjaga keutuhan substansi Nahdatul Ulama.
Wallahu a’lamu.
Sumenep, 04 Oktober 2020.
Tentang PenulisSaiful Bahri, kelahiran Sumenep-Madura, O5 Februari 1995. Ia mengabdi di Madrasah Al-Huda. Selain menulis, ia juga seorang aktivis di kajian sastra dan teater “Kosong” Bungduwak, Komunitas Literasi Semenjak. Perkumpulan dispensasi Gat’s (Gapura Timur Solidarity). Ada pula Fok@da (Forum komunikasi alumni Al-Huda), Organisasi Pemuda Purnama. Pengasuh ceria di grup (Kampus Literasi) dan pendidik setia di komunitas (Literasi Kamis Sore). Serta aktif di organisasi PR GP Ansor Gapura Timur. Disela-sela kesibukannya ia belajar menulis Puisi, Cerpen, Cernak, Esai, Resensi Opini, dll. Tulisannya pernah dimuat di koran Lokal maupun koran Nasional, seperti: Jawa Pos (pro-kontra), Republika (Puisi 2018), Riau Pos (2017), Bangka Pos (2017), Palembang Ekspres (2017), Radar Madura (2017-2018), Radar Surabaya (2017), Radar Jember (2017), Radar Banyuwangi (2017), Radar Bojonegoro (2017), Kedaulatan Rakyat Jogjakarta (2017), Solo Pos (2017-2018), Malang Voice (2017), Majalah Simalaba (2017), Analisa Medan (2018), Radar Cirebon (2018), Kabar Madura (2018), Jurnal Asia-Medan (2018), Banjarmasin Pos (2018), Budaya Fajar-Makassar (2018-2019), Radar Pagi (2018), Dinamikanews (2018), Denpost Bali (2018), Redaksi Apajake (2018-2019), Catatan Pringadi (2019), Jejak Publisher (2019), Ideide.id (2019), Iqra.id (2019), Magrib.id (2020), Majalah Pewara Dinamika Jogja (2019), Koran Cakra Bangsa (2019) Media Semesta Seni (2020), dan baru-baru ini tulisannya dimuat di website maarifnujateng.or.id dan Becik.id (Agustus 2020). Puisinya juga masuk dalam antologi CTA Creation (2017). Antologi Senyuman Lembah Ijen-Banyuwangi (2018). Antologi kumpulan karya anak bangsa: Sepasang Camar-Majalah Simalaba (2018). Antologi puisi Perempuan (2018). Juara satu lomba cipta puisi bertema Hari Raya di media FAM Indonesia (2018). Antologi HPI Riau: Kunanti di Kampar Kiri (2018). Antologi Puisi Masa Lalu (2018). Antologi Puisi Festival Sastra Internasional Gunung Bintan Jejak Hang Tuah (Jazirah I 2018). Antologi Puisi Internasional FSIGB (Jazirah II 2019). Antologi Banjar Baru Rainy Day’s (2018-2019). Antologi Puisi untuk Lombok-Redaksi Apajake (2018). Antologi Puisi Puisi Tasbih Cinta (FAM 2019). Antologi Puisi Menimang Putri Dewa (Tidar Media, 2019). Antologi Puisi Sejarah Lahirmu (2019). Antologi Puisi Arti Kehidupan FAM Indonesia (2019). Antologi Puisi Kelapa Sawit Apajake (2019). Antologi Sebuku Net Nissa Sabyan (2019). Sepuluh Puisi Terbaik Media Linea (2019). Juara II Cipta Puisi Nasional di Penerbit Mandiri Jaya Tulungagung (2019). Penulis Buku Puisi Terbit Gratis: Senandung Asmara dalam Jiwa (2018).