Oleh: Slamet Makhsun
Konstruk yang dibangun oleh lembaga pendidikan di bawah naungan Ma’arif NU memang keren. Saya mengamini hal tersebut. Belum ada sampai saat ini lembaga yang intens dan istiqamah dalam menerapkan pendidikan yang berkarakter islamis dan nasionalis. Bisa dibilang, Ma’arif NU adalah tempat pengkaderan bangsa yang matang dan mumpuni.Pendidikan yang diterapkan oleh Ma’arif NU, memang sarat dengan khazanah budaya bangsa. Hal itu bisa terlihat semisal pada event-event khusus seperti Hari Kemerdekaan, Bulan Bahasa, ataupun Hari Pahlawan seringkali lembaga naungannya mengadakan acara-acara yang mengangkat budaya lokal seperti pentas seni, mocopat, peragaan busana daerah, atau penampilan tari-tari daerah.
Secara tak langsung, hal itu telah mengenalkan jati diri bangsa sehingga akan tertanam rasa cinta terhadap local wisdom pada setiap peserta anak didik. Di lain sisi, dengan pengadaan acara-acara seperti itu sebagai tanda bahwa budaya bangsa masih hidup dan lestari. Tidak semua sekolah bisa dan mau mengadakan acara yang berbasis budaya lokal, bahkan tak jarang saya menemukan sekolah negeri yang seakan lupa terhadap budaya bangsanya.
Sejatinya, deradikalisasi yang paling berhasil di kalangan siswa atau mahasiswa adalah apa yang selama ini dilakukan oleh Ma’arif NU. Tak pernah dengar pun alumni dari pendidikan NU ini menjadi teroris, berontak terhadap negara, ataupun menjadi Muslim yang konservatif dan ofensif. Mata pelajaran Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah) telah berhasil mengkader Muslim yang agamis tanpa kehilangan jati diri bangsa. Tentu, hal itu tak lepas dari peran serta para kyai dan akademisi NU dalam membuat kurikulum lembaga pendidikan yang sesuai dengan khazanah bangsa.
- Iklan -
Naasnya, lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan negara acapkali menjadi sarang pengkaderan Islam radikalis. Seperti yang pernah saya temui, forum-forum ekstrakulikuler seperti rohis di sekolah-sekolah negeri malah menjadi tempat indoktrinisasi oleh Islam radikalis. Seringkali menyusupkannya lewat guru sekolah atau pembimbing rohis yang sudah berafiliasi secara ideologi dengan mereka. Dari situ, mulailah ditanamkan ideologi Islam yang kontra dengan Pancasila dan UUD 45.
Tak heran, banyak dari anggota rohis yang tidak menaruh hormat kepada konstitusi negara. Disuruh upacara bendera pun tidak mau. Malah ada yang mengatakannya syirik karena dianggap menyembah bendera.
Selain sekolah negeri, sekolah-sekolah swasta juga banyak yang telah didirikan oleh kelompok kaum radikalis Islam. Biasanya, mereka mengiming-imingi dengan biaya sekolah yang murah, fasilitas yang lengkap, ataupun tawaran beasiswa ke Timur Tengah (Saudi Arabia). Memang, mereka dipasok dana yang besar dari Timur Tengah. Herannya, kenapa lembaga pendidikan seperti itu mendapat izin beroperasi dari Kemdikbud dan Kemenag? Padahal jelas-jelas mengancam negara. Jika dibiarkan, alumni-alumni dari sekolah model begitu akan aktivis penegak khilafah di Indonesia.
Seharusnya, pemerintah memberi perhatian lebih kepada Ma’arif NU. Lembaga pendidikan yang satu ini tidak bisa lagi diragukan kesetiaannya kepada negara. Bahkan, secara tegas khittah NU yang menjadi inspirasi dalam pembentukan visi misi Maarif NU, mengatakan bahwa NU dan banom-banomnya (termasuk Ma’arif NU) akan selalu setia menjaga NKRI dari segala ancaman, baik ekstrim kanan (Islam radikalis) atau ekstrim kiri (komunis).
Biaya pendidikan di Ma’arif NU pun sangat murah. Bahkan saya sendiri pun sebagai seorang anak yang lahir dari keluarga golongan ekonomi kelas bawah sangat terbantu. Tempat tinggal yang jauh dari kota, membuat akses ke pendidikan formal agak sulit. Untungnya, Ma’arif NU berani membangun sekolah di desa saya. Ya walaupun dengan segala fasilitas yang jauh berbeda dari sekolah di perkotaan, setidaknya masih cukup baik dan nyaman untuk belajar.
Dan sewajibnya, pemerintah harus bergerak dalam ranah ini, membantu Ma’arif NU dalam mengembangkan lembaga pendidikannya. Sampai saat ini pun masih terjadi ketimpangan yang besar antara sekolah milik negara dan sekolah milik Ma’arif NU dalam hal fasilitas. Padahal, alumni dari sekolah-sekolah negeri tidak menjamin menjadi nasionalis. Tapi saya yakin, alumni dari Ma’arif NU tidak akan pernah berontak pada negara.
Saran saya, pemerintah harus lebih memprioritaskan (termasuk dalam dana anggaran) terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang jelas mencetak kader yang nasionalis. Dan itu semacam menjadi investasi negara di masa depan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa. Dalam waktu yang akan datang, mereka akan menjadi aktivis-aktivis yang mengkampanyekan NKRI harga mati.
Sebaliknya, jika pemerintah memberi dana bantuan dan izin beroperasi terhadap lembaga pendidikan yang belum jelas kesetiaannya kepada NKRI, maka akan menjadi bumerang. Alumni-alunmni dari lembaga pendidikan semacam itu, dalam waktu yang tidak lama akan mulai menggerogoti Pancasila dan UUD 45 dan pada akhirnya menjadi bom waktu yang akan menghancurkan NKRI.
-Slamet Makhsun lahir tanggal 31 Mei 2001. Alumni PP Muntasyirul Ulum asuhan Kyai Ali Affandi ini memiliki hobi ngopi dan membaca buku. Dia juga aktif menjadi pegiat literasi di Garawiksa Institute dan anggota aktif di IPNU kecamatan Parakan kabupaten Temanggung. Kini menempuh pendidikan di Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga. Minat kajiannya tentang isu-isu keislaman.