Oleh Sam Edy Yuswanto
Judul Buku: Ayah, Aku Rindu
Penulis : S. Gegge Mappangewa
Penerbit: Indiva Media Kreasi
- Iklan -
Cetakan: Maret 2020
Tebal: 192 halaman
ISBN: 978-602-495-290-7
Berbakti pada kedua orangtua adalah hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi oleh setiap anak. Bakti di sini tentu tak hanya dilakukan ketika kedua orangtua masih hidup, tetapi saat mereka telah meninggal dunia pun seorang anak seyogianya tetap berupaya berbakti dengan cara mendoakan kebaikan dan bersedekah dengan mengatasnamakan mereka berdua.
Ada banyak bentuk bakti anak terhadap kedua orangtua. Contoh yang paling mudah ialah berusaha bersikap lemah lembut dan jangan pernah sekalipun mengasari mereka. Islam mengajarkan kepada kita agar selalu mematuhi perintah orang tua, kecuali bila mereka menyuruh kita melakukan kemaksiatan, maka kita harus menolaknya. Namun perlu diingat, ketika kita menolaknya pun harus dengan cara-cara yang halus dan tak menyakiti mereka.
Kisah tentang bakti anak pada kedua orangtua dapat kita simak dalam novel berjudul “Ayah, Aku Rindu” yang ditulis oleh S. Gegge Mappangewa. Novel ini pernah menjadi juara pertama dalam kompetisi menulis novel remaja penerbit Indiva Media Kreasi pada tahun 2019 dan akhirnya diterbitkan tahun ini (2020). Mengisahkan seorang anak bernama Rudi yang tengah merasakan kesedihan yang dalam akibat sang ayah mengalami gangguan jiwa.
Sebelum jiwa ayah terganggu dan harus dirawat secara intensif di rumah sakit jiwa, ayah merupakan sosok yang kepribadiannya bagi Rudi sangat menyenangkan. Ia begitu menyayangi istri dan Rudi, anak semata wayangnya. Dulu, ayah adalah seorang peternak ayam yang cukup sukses. Hingga suatu hari, ayah mengalami kebangkrutan dan terpaksa berhenti mengelola peternakan ayamnya.
Ujian kehidupan ternyata tak berhenti sampai di situ. Istri yang sangat dicintainya yang selama ini ikut mengelola peternakan ayam bersama ayah, dipanggil yang Maha Kuasa. Sosok ayah yang semula periang dan penyayang perlahan berubah menjadi pemurung dan sangat pendiam. Ia mulai tak memedulikan kehadiran Rudi yang pada saat itu telah duduk di bangku SMA. Bahkan tingkah ayah mulai aneh seperti orang yang tak waras.
Pada saat-saat itulah Rudi merasa menyesali masa lalunya. Ia merasa, selama ini masih kurang berbakti pada orangtuanya. Setiap penyesalan memang selalu datang belakangan. Ya, sesal tak pernah datang tepat waktu. Sesal selalu menunggu semua tak bisa lagi terulang kembali, lalu datang mengetuk pintu untuk memberi kabar bahwa semua tak ada artinya lagi (hlm. 95).
Maka, ketika melihat kondisi ayah yang kian memprihatinkan, Rudi pun berjanji akan berusaha merawat dan menjaganya dengan baik. Untunglah, Rudi memiliki guru yang baik dan sangat perhatian kepadanya. Pak Sadli, guru muda yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumah orangtua Rudi, sering menolong Rudi saat sedang ditikam kesedihan akibat perilaku ayah yang tak seperti dulu lagi. Pak Sadli juga yang membantu Rudi saat ayah tengah mengamuk dan ingin melukai anaknya sendiri.
Meskipun ayah telah hilang ingatan, tapi Rudi tetap berusaha menyayanginya. Bagaimana pun ayah adalah sosok orangtua Rudi yang harus dihormati, dikasihi, dan dilayani segala kebutuhannya. Ketika kondisi ayah kian hari semakin memburuk, Pak Sadli menyarankan kepada Rudi agar ayah dirawat di rumah sakit jiwa saja. Namun Rudi menolak karena ia tak ingin kehilangan ayah. Bagaimana pun kondisi ayah, Rudi ingin merawatnya sendiri di rumah. Rudi merasa benar-benar takut bila sampai kehilangan sosok ayah tercinta (hlm. 70).
Kesedihan Rudi kian menjadi saat melihat kenyataan pahit; ayahnya yang mengalami gangguan jiwa harus dipasung oleh para tetangganya setelah kepergok mengamuk dan ingin mencelakai Pak Sadli, guru sekolah yang sangat ia hormati. Singkat cerita, akhirnya Rudi setuju dengan usul Pak Sadli agar ayah segera dibawa ke rumah sakit jiwa. Agar ayah segera mendapat penanganan yang tepat sehingga ada peluang sembuh seperti sedia kala.
Kisah Rudi dan ayahnya yang mengalami gangguan jiwa semakin bertambah menegangkan saat di akhir cerita terkuak sebuah rahasia besar tentang masa lalu almarhumah ibunya yang kelam. Banyak pelajaran yang bisa dipetik setelah membaca novel ini. Di antaranya tentang pentingnya bakti seorang anak terhadap orangtua, tentang bagaimana cara menahan diri saat tengah dikuasai oleh amarah, dan lain sebagainya. Novel ini cocok dijadikan sebagai bacaan mendidik dan dapat memotivasi anak agar selalu berusaha menghormati dan menerima apa pun kondisi orangtuanya.
***
-Penulis lepas, alumnus STAINU Kebumen.