Oleh KH. Mohamad Muzamil
Mengikuti NU adalah mengikuti jalan hidup para alim atau ulama ahlussunah wal jama’ah (aswaja).
Aswaja adalah sebutan bagi orang-orang yang mengikuti jalan hidup Rasulullah Muhammad Saw dan para sahabatnya, dengan jalinan sanad atau mata rantai hubungan guru dan murid atau santri. Sedangkan ulama adalah pewaris para nabi dan Rasulullah Saw. Tentu yang diwarisi bukan kenabiannya karena Nabi Muhammad Saw adalah Nabi dan Rasulullah terakhir, tidak ada Nabi dan Rasulullah setelah Nabi Muhammad Saw. Yang diwarisi oleh ulama adalah ilmu, akhlak, dan semangat perjuangan dalam menegakkan ajaran Islam.
Para ahli mengemukakan prinsip hidup ulama adalah: (1) Abid, selalu menghambakan diri kepada Alloh SWT; (2) Alim, mengerti ilmu-ilmu tentang kehidupan akhirat; (3) faqih, faham tentang kemaslahatan hidup seluruh makhluk; (4) selalu mencurahkan segenap ilmu dan kemampuannya hanya semata-mata mengharapkan ridho Alloh Ta’ala.
- Iklan -
NU lahir tanggal 16 Rajab 1344 hijriah, bertepatan tanggal 31 Januari 1926, sebagai sarana pemersatu kebangkitan ulama dalam memperkuat pemahaman dan pengamalan aswaja.
Sebelum NU lahir, telah ada gerakan ulama dalam menghidupkan ilmu-ilmu agama, agar menjadi panduan bagi umat Islam dalam memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam kehidupan ummat.
Mengapa dalam mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadits diperlukan ilmunya ulama? Sebab kedua sumber primer yang merupakan wahyu tersebut menggunakan bahasa Arab, sehingga memerlukan ilmu bantu dalam memahaminya, seperti ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu balaghoh, ilmu mantiq, ulumul Qur’an, ulumul hadits, qowaid al-fiqhiyah, ushul fiqh, ilmu sejarah, dan seterusnya.
Pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits tanpa menggunakan ilmunya ulama hanya akan mengakibatkan pemikiran yang bebas atau liberal di satu pihak, dan pemikiran yang tekstual di pihak lainnya. Dua kutub pemikiran ini bertolak belakang, yang pertama cenderung membolehkan segala hal, dan yang kedua cenderung melarang segala hal. Yang pertama cenderung sangat longgar, dan yang kedua cenderung sangat ketat. Padahal dalam memeluk Islam, tidak diperbolehkan bersikap berlebihan atau ghuluw, seperti dilakukan kaum muktazilah di satu pihak dan kaum jabariyah di pihak lain, serta kaum khawarij.
Ilmu-ilmu agama atau ulumaddin bukan saja diperlukan untuk bersikap tawasuth (jalan tengah), melainkan juga sebagai keseimbangan (tawazun), bersikap tegak lurus (al-i’tidal), dan saling menghormati (tasamuh).
Gerakan Islam yang tidak didasarkan pada konsep ulumaddin, akan melahirkan gerakan-gerakan sempalan Islam, seperti pernah diungkapkan oleh Rasulullah Muhammad Saw bahwa “ummatnya akan tergolong menjadi 73 firqoh, dan semuanya masuk neraka kecuali satu, yang mengikuti jalan hidup Rasulullah Muhammad Saw dan para sahabatnya. Hal ini berarti yang selamat adalah yang mengikuti sunah-sunah Rasulullah Saw dan para sahabatnya atau jama’ahnya.
Mengikuti sunah-sunah Rasulullah Saw adalah mengikuti Al-Qur’an dan Al-Hadits, serta mengikuti para sahabatnya adalah mengikuti ijma’ atau akal kolektif atau kesepakatan para sahabat Nabi Saw. Jika tidak ditemui dalam ijma’ adalah mengikuti akal atau hasil ijtihad perseorangan sahabat Nabi yang disebut dengan qiyas.
Para sahabat Nabi Saw juga memiliki murid atau santri yang disebut tabi’in. Para tabi’in juga mempunyai murid yang disebut tabi’ut tabi’in. Generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in ini yang hidup sebelum abad ketiga hijriyah disebut ulama al-salafu sholih, atau disebut salafiyah. Sedangkan para pengikutnya yang hidup setelah abad ketiga hijriyah biasa disebut generasi ulama kholaf.
Jaringan ulama dan para pengikutnya atau para santrinya tersebut diyakini sangat penting oleh NU, karena sebagaimana ditulis oleh Rais Akbar NU Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dalam muqodimah Qanun asasi, “sesungguhnya ilmu adalah bagian dari agama, maka lihat dan telitilah dari mana engkau mengambil ilmu agama mu”.
Dari sini dapat dipahami bahwa anggota NU adalah terdiri dari para ulama sebagai pemimpin Jam’iyyah NU, dan para pengikutnya yang disebut para santri atau jama’ahnya, yang secara organisasi menyetujui dan mengamalkan muqodimah Qanun asasi serta peraturan yang berlaku pada Jam’iyyah NU.
Tugas yang wajib dilakukan setiap anggota NU, seperti disampaikan oleh salah seorang Rais Aam PBNU KH Ali Ma’shum, adalah: (1) mempelajari ilmunya ulama; (2) meyakini ilmunya ulama; (3) mengamalkan ilmunya ulama; (4) berjuang bersama mengikuti ulama; (5) bersabar dalam mengikuti perjuangan ulama.
Tentunya tugas ini tidak mudah dijalankan, meskipun penulis belum mampu, tentu sangat beruntung bagi orang-orang yang mampu melakukannya. Bukankah tiada daya dan kekuatan kecuali dari Alloh SWT semata? Hanya kepada Alloh lah kita berserah diri.
Wallohu a’lam.
Luar biasa👍👍👍
Artikel ilmu luar biasa,👍🙏🙏
Semoga NU dilindungi Allah swr semakin kuat