Judul Buku: Peran Media Santri: Kiprah KH A Wahab Hasbullah
Penulis: Musthafa Helmy
Penerbit: Keluarga Besar KH A Wahab Hasbullah, Jombang
Tahun terbit: 2019
Jumlah halaman: 102 + vi
Oleh: Rosidi
Membincang sosok KH. A Wahab Hasbullah (Mbah Wahab), salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), memang seakan tak ada habisnya. Telah banyak akademisi maupun penulis, telah mengupas dengan berbagai sudut pandang (angle) yang beragam, tak terkecuali kiprahnya di bidang pembumian tradisi literasi di kalangan Nahdliyyin melalui media massa.
Terkait pembumian tradisi literasi melalui media massa ini, ada satu buku yang cukup menarik untuk dibaca. Yakni sebuah buku berjudul ‘’Peran Media Santri: Kiprah KH A Wahab Hasbullah’’ karya Musthafa Helmy, yang diterbitkan oleh keluarga besar KH A Wahab Hasbullah di Jombang, Jawa Timur.
Cukup menarik, karena melalui buku ini pembaca akan mendapatkan pemahaman yang luar biasa dan di luar dugaan, betapa sosok KH A Wahab Hasbullah tidak sekadar ‘alim dalam bidang kajian agama, tetapi sejak awal Nahdlatul Ulama (NU) didirikan, telah memiliki kesadaran literasi dan bermedia yang sangat tinggi.
- Iklan -
Bukti dari tingginya kesadaran literasi dan bermedia KH A Wahab Hasbullah ini bisa dilihat dari lahirnya Majalah ‘’Swara Nahdlatoel Oelama’’ pada 1927, atau setahun setelah lahirnya organisasi NU. Majalah Swara Nahdlatoel Oelama ini dipimpin langsung oleh Mbah Wahab, dibantu oleh Kiai Mas Abdul Kodir, KH Ahmad Dahlan bin Ahyad, KH Mas Alwi Abdul Azizi dan KH Ridwan bin Abdullah (pencipta lambang NU). (Hal. 8)
Saking semangatnya dalam menerbitkan media yang memiliki semangat memberi pencerahan kepada kalangan tradisionalis yang dikenal sebagai kelompok sarungan, Mbah Wahab sampai membeli percetakan sendiri agar tidak tergantung pada jasa percetakan yang saat itu tengah marak.
Pada 1931, manajemen Swara Nahdlatoel Oelama mengalami perubahan, yakni dengan ditunjuknya KH Mahfudz Shiddiq untuk memimpin di usia yang masih terbilang sangat muda, yakni 24 tahun. Selain itu, namanya juga mengalami perubahan menjadi ‘’Berita Nahdlatoel Oelama’’. (Hal. 41)
Dalam sejarah perjalanan pengembangan media di kalangan NU, tidak hanya Swara Nahdlatoel Oelama yang pernah lahir. Namun banyak media lain yang juga lahir, dan ikut menyuarakan NU dan ajaran ahl al-sunnah wa al-jamaah (Aswaja).
Berbagai media itu di antaranya adalah Soeloeh Nahdlatoel Oelama (LP Maarif NU), Harian Obor Revolusi (NU Jawa Timur), Chazanah, Berita Nahdlatoel Oelama, Warta Nahdlatoel Oelama, Lailatul Ijtima’ NO (LINO), Risalah Islamiyah, Sophia Weekly (Ya Muallim Semarang), Oetoesan Nahdlatoel Oelama, dan Berkala Sarbumusi. (Hal. 53)
Besarnya perhatian Mbah Wahab ini, dinyatakan pula oleh Hj. Mahfudhoh Aly Ubaid dalam sambutannya di buku ‘’Peran Media Santri’’ ini. Dikatakannya, KH. A Wahab Hasbullah adalah penggerak media di lingkungan NU.
Dan tak membidani lahirnya sebuah media massa di kalangan NU, namun Mbah Wahab juga ikut menulis berita dan opini. Sehingga dalam pandangan Hj. Mahfudhoh Aly Ubaid, semangat bermedia adalah semangat KH. A Wahab Hasbullah dalam membangun dan mengembangkan NU.
Dan perjuangan Mbah Wahab dalam mengembangan media NU, berbuah manis manakala lahir banyak kader yang dihasilkan dari ‘’proses pengkaderan’’ yang dilakukannya. Menariknya, kebanyakan kadernya adalah para kiai dengan kualitas keilmuan yang mumpuni dan sangat dihormati di NU.
Para kader Mbah Wahab di bidang media ini, di antaranya adalah KH Bisri Syansuri, KH Ridwan Abdullah, Kiai Mas Alwi Abdul Aziz, KH Mahfudz Shiddiq, KH Abdullah Ubaid, KH A Wahid Hasyim, KH M Ilyas, KH Ahmad Shiddiq, KH Saifuddin Zuhri, H Mahbub Djunaidi, Drs H Chalid Mawardi dan KH Chatibul Umam.
Semangat Mbah Wahab dalam mengembangkan media, dalam konteks kekinian pun sangat menarik, yakni dengan keberadaan berbagai media, baik yang secara lansung berada di bawah naungan NU maupun yang didirikan oleh sekelompok jurnalis dan penulis yang memiliki kepedulian dalam ikut mengawal suara NU di ranah publik secara luas.
‘’Peran Media Santri: Kiprah KH A Wahab Hasbullah’’ ini, mestinya menjadi buku yang wajib dibaca tidak saja oleh generasi muda NU, juga warga NU secara keseluruhan, sehingga kemudian berbagai komponen yang ada di NU,tergerak untuk ikut mengembangkan dan nguri-uri media, sebagaimana semangatnya Mbah Wahab dalam memperjuangkan kelahiran dan menjaga eksistensi media di awal-awal NU berdiri. Wallahu a’lam. (*)
-Guru MA NU Tasywiquth Thullab Salafiyah TBS Kudus dan anggota Pergunu Jateng