Oleh Ahmad Hamid
Ketika Mas Nadiem Makarim dikenalkan oleh Jokowi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam jajaran kabinetnya, banyak yang pro dan kontra. Sebagai CEO-Gojek, anak buahnya justru tidak setuju jika Mas Nadiem sebagai menteri, dengan alasan yang masuk akal jelasnya. Para driver ojol yang tergabung dalam Garda (Gabungan Aksi Roda Dua) tidak sepakat jika Nadiem Makarim menjadi menteri. Mereka menginginkan Nadiem untuk memikirkan kesejahteraan para driver ojek online terlebih dahulu dibanding dengan menjadi menteri Jokowi.
Selain anak buahnya yang menolak, penolakan juga datang dari kalangan politisi sebut saja Abooebakar Alhabsi anggota DPR dari fraksi PKS. Beliau mengatakan tidak meragukan kemampuan dari Nadim Makarim dalam menjalankan bisnisnya, yang merupakan CEO- Gojek. Tapi ini bukan bisnis, ini pendidikan yang sangat menentukan masa depan bangsa.
Lagi-lagi kalau tidak ngotot berarti bukan Nadiem Makarim namanya, darah keturunan Arab yang masih mengalir dalam diri Mas Nadim menepis keraguan tersebut dengan fokus kerja, kerja dan kerja. Meskipun belum begitu jelas kesuksesan pendidikan yang dinahkodai oleh Mas Nadim, namun saya yakin Mas Nadim bisa membawa perubahan lebih fresh di pendidikan Indonesia. Aura positif dan optimistis terpancar ketika saya memandang beliau.
- Iklan -
Rencana masih tahun depan ujian nasional ditiadakan, tahun ini sudah terlaksana. Rencana merdeka belajar, sekarang anak-anak bisa dikatakan merdeka sekali belajar. Belajar bisa sambil rebahan dan hanya nonton televisi. Dan ini nyata!
Saya juga ingat salah satu teman ketika mendengar Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) ditempati oleh Nadiem ” Wah nanti kita bisa belajar via online dari rumah, lebih enak ya,sambil rebahan semua bisa belajar” seperti itu kelakar teman-teman kira-kira. Dan apa yang dikatakan sekarang benar-benar terjadi. Maka nikamat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?
Dulu berhayal jika belajar di rumah via online itu mudah dan menyenangkan, dan jikalau semua isi kalender berwarna merah hmmm…enak kali ya? tetapi kenyataanya tidak demikian. Saya sendiri merasakan ada sesuatu yang kurang atau bahkan ke arah “bosan”, orang tua juga mengeluhkan anak-anaknya ingin sekali belajar di sekolah. Belajar di rumah via online yang hanya ditemani oleh orang tua tidak senyaman belajar bersama dengan teman-teman dan guru.
Meskipun pemerintah sangat mendukung proses belajar-mengajar di rumah via online, terbukti dengan dana BOS untuk sebagian membeli kuota internet guna mendukung kegiatan belajar di rumah dan siaran TVRI juga dikhususkan untuk menemani belajar anak-anak selama di rumah, namun praktik di lapangan masih banyak terjadi kendala.
Salah satunya untuk anak-anak SD yang notabenenya orang tuanya sibuk, masih bekerja di luar rumah meskipun ada larangan PSBB. Orang tua tersebut pulang selalu sore, dalam kondisi lelah, letih dan membawa segudang permasalahan dari kantor. Kemudian bersentuhan langsung dengan tugas sang anak. Kita tahu bagaimana menghadapai anak seusia SD, kalau tidak sabar ya “Ambyar” apalagi ditambah tugas yang agak berat. Nah ini yang jadi korban pertama anak dan yang kedua adalah gurunya.
Selain kisah orang tua tadi, tidak semua anak dilahirkan seberuntung di kota-kota besar. Banyak anak-anak yang belum bersentuhan langsung dengan tekhnologi sebut saja android. Nah masalah ini tentunya menghambat sekali dalam proses belajar dan menganjar secara online. Mungkin ada solusi jika sekolahannya dekat, dengan satu murid datang ke sekolahan kemudian meminta tugas kepada guru kemudian dibagi-bagi ke teman yang lain. Namun lagi-lagi tidak semua anak-anak di Nusantara ini, letak sekolahnya dekat, ada yang harus berjalan naik-turun bukit dengan jarak berkilo-kilo meter.
Nah, kalau mau mencontoh seorang guru ASN di Madura, Jawa Timur, tepatnya di kabupaten Sumenep, juga sangat bagus. Acungan dua jempol untuk pak guru Avan fathurrahman, Beliau mengajar di SD Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep.
Setiap pagi Pak Avan berjalan menyusuri jalan-jalan ke pelosok-pelosok desa mencari murid-muridnya, untuk belajar. Begitu mulia pahlawan tapa tanda jasa ini, banyak kesulitan di lapangan karena tidak semua rumah muridnya bisa dilewati sepeda motor. Karena niat ikhlas dan tidak ingin makan “gaji buta” apapun kendalanya bisa dilaksanakan.
Mungkin itu bisa kita contoh untuk menjadi suri teladan, untuk semua guru di Indonesia khususnya yang sudah berstatus ASN. Kalau guru honorer, saya sendiri masih terkendala dengan transportasi untuk berkeliling-keliling. Tetapi semua kembali ke niat, jika ada niat disitu pasti ada jalan. Karena Allah pasti akan menuntunnya.
Dari pembelajaran daring atau via online, karena pandemi virus corona ini. Saya jadi ingat nasihat dari Dr. H. Ngarifin Siddiq, M.Pd. Beliau merupakan ketua Tanfidziyah PCNU kabupaten Wonosobo. Beliau mengatakan bahwa jika menjadi guru hanya transfer ilmu ke murid, hanya pinter ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu pengetahuan tanpa adanya akhlakul karimah, maka kita jelas sudah kalah dengan internet. Karena internet atau yang orang sebut dengan Mbah Google, kita tanya, kita cari apa saja, google tahu semua.
Terbukti sekarang, meskipun “tanpa” guru namun anak-anak masih bisa belajar. Belajar apa saja dan dari mana saja. Namun sekali lagi mereka belum tentu belajar tentang akhlak. Dus tugas kita sebagai pendidik hari ini adalah itu, akhlak!
Menurut Kasino dalam film Warkop DKI, eit.. jangan ketawa dulu, meski film ini adalah film lucu-lucuan, berbau komedi namun kandungan nilai moralnya masih ada, contohnya pada kata-kata ini ” Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tetapi kekurangan orang jujur”.
Ada benarnya jugakan? Berapa banyak pejabat-pejabat kita yang terjerat kasus-kasus korupsi. Anda masih belum yakin kalau mereka tidak pintar? Mereka pintar, karena khusnudzon saja, kalau mereka tidak pintar tidak mungkin mereka menjadi pejabat.
Nabi Muhammd juga diutus ke muka Bumi, tugas yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak, tidak hanya menjadikan orang pintar.
Begitu juga nasihat dari Almarhum Mbah Moen “Ora kabeh wong pinter kuwi bener, Ora kabeh wong bener kuwi pinter, Akeh wong pinter ning ora bener, Lan akeh wong bener senajan ora pinter, Nanging tinimbang dadi wong pinter ning ora bener, Luwih becik dadi wong bener senajan ora pinter”
Menjadi orang pinter itu penting, tetapi kejujuran, kebenaran dan berakhlak adalah jauh lebih penting, kira-kira seperti itu pesan dari Mbah Moen.
Ya memang, kalau ada pilihan pasti akan memilih menjadi pintar dan benar, tetapi kalau belum bisa, cukup benarnya saja dulu. Karena pintar bisa dicari, digali dan dipelajari tapi kalau sudah tidak benar, tidak jujur, tidak berakhlak sulit untuk dinasihati.
Disinilah peran guru yang paling utama, adalah menumbuhkan karakter anak-anak atau peserta didiknya. Karena yang dibutuhkan di dunia pendidikan sekarang adalah karakter, akhlakul karimah. Dan itu tidak bisa dipelajari dari internet atau Google dan sejenisnya. Ilmu guru bisa dikalahkan oleh zaman tapi guru yang berkarakter dan berakhlakul karimah, tidak akan terganti sampai kapanpun.
– Guru di Yayasan Al Madina Wonosobo, Relawan Literasi Ma’arif.