Oleh Mohamad Muzamil
Sebagaimana ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Nahdlatul Ulama (NU), pengurus NU dipilih melalui forum permusyawaratan tertinggi organisasi sesuai dengan tingkatannya. Di tingkat pusat dipilih melalui Muktamar, di tingkat Wilayah atau propinsi melalui konferensi wilayah, di tingkat Cabang melalui konferensi Cabang, dan seterusnya.
Pimpinan Musyawarah tertinggi organisasi tersebut dipimpin oleh pengurus sesuai dengan tingkatannya. Sebagaimana berita yang sudah beredar luas, Muktamar ke-34 yang sedianya diputuskan oleh PBNU akan diselenggarakan pada Oktober 2020, kemudian diputuskan oleh PBNU diundur pelaksanaannya pada tahun 2021.
***
Pelaksanaan Muktamar sesuai AD/ART dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Muktamar dihadiri oleh perwakilan PWNU dan PCNU se-Indonesia dan perwakilan PCNU istimewa di luar negeri. Muktamar berwenang membahas dan memutuskan perubahan AD/ART, program kerja, rekomendasi, dan hasil pembahasan masail diniyah, serta pemilihan pengurus masa khidmat lima tahun mendatang. Biasanya agenda terakhir ini yang menyita perhatian pengurus dan anggota, meskipun empat agenda sebelum pemilihan tersebut juga sangat penting.
Pada prinsipnya pemilihan pengurus NU dipilih dari dan oleh anggota yang memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama. Ketika pertama kali dibentuk tahun 1926, pemilihan diselenggarakan secara musyawarah mufakat oleh peserta musyawarah, kemudian perkembangan berikutnya melalui pemungutan suara bahwa setiap PWNU dan PCNU memiliki hak satu suara. Dalam hal ini Rais Aam Syuriyah PBNU dipilih oleh Rais Syuriah PWNU dan PCNU. Dan Ketua Umum Tanfidziyah dipilih oleh ketua Tanfidziyah PWNU dan PCNU dalam Muktamar.
Pernah juga diterapkan sistem Ahlu al-hali wa al-ahdi yang biasa disebut ahwa. Hal ini pernah dilakukan ketika Muktamar NU ke-27 di Asembagus Situbondo, dan Muktamar ke-33 di Jombang, namun ada perbedaan variasi ahwa.
Perbedaannya: dalam Muktamar ke-27 memilih Ketua ahwa, selanjutnya ketua ahwa memilih anggota, kemudian musyawarah ahwa memilih, menyusun dan menetapkan Rais Aam Syuriyah dan Ketua Umum PBNU. Kemudian disusun dan ditetapkan personalia lengkap PBNU.
Ketika Muktamar ke-33, PWNU dan PCNU diminta menyerahkan surat tertulis yang berisi 9 nama calon anggota ahwa kemudian hasilnya diumumkan dalam forum Muktamar. Anggota ahwa yang diumumkan tersebut kemudian rapat ahwa memilih dan menetapkan Rais Aam dan Wakil Rais Aam PBNU. Sedangkan Ketua Umum dipilih oleh Ketua PWNU dan PCNU dalam Muktamar memalui dua tahap, yakni penjaringan bakal calon dan pemilihan atau penetapan Ketua Umum. Setelah itu memilih anggota made formatur guna membantu Rais Aam Syuriyah dan Ketua Umum Tanfidziyah dalam melengkapi susunan pengurus PBNU.
Mekanisme sistem pemilihan pengurus tersebut adalah yang terlihat formal secara organisasi. Namun ada adat yang berlaku bahwa sebelum Muktamar Kyai-Kyai tertentu menjalankan sholat istikharah memohon petunjuk kepada Allah SWT mengenai calon pengurus yang tepat untuk menjalankan AD/ART dan keputusan-keputusan musyawarah.
Untuk pelaksanaan Muktamar ke-34 NU yang akan datang nampaknya sedang dipersiapkan mekanisme sistem pemilihan yang tepat. Dalam hal ini beberapa model sistem yang sudah pernah dijalankan oleh NU sejak kelahirannya hingga Muktamar ke-33, sangat penting untuk kembali dipertimbangkan.
Hemat penulis adalah seyogyanya kembali diwujudkan adanya musyawarah mufakat, hindari perdebatan yang tidak layak, dan mohon petunjuk kepada Allah SWT.
Pertimbangan akal atau intelektual memang penting, namun juga perlunya akal diimbangi dengan hati yang dirahmati oleh Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang melalui mujahadah riyadloh.
Wallahu a’lam.
Baca selengkapnya tulisan-tulisan Drs. KH. Muhamad Muzamil