Oleh Ahmad Hamid
Menulis adalah hal mudah untuk yang sudah punya banyak jam terbang. Tetapi sulit bagi pemula. Belum maju saja sudah banyak gambaran tidak percaya diri dengan karya sendiri apalagi nanti sampai dibaca orang dan dapat komentar yang pedas. Benar-benar membuat bulu kuduk berdiri.
Bagi profesional, tulisan yang mereka anggap “mainan” saja bisa menghasilkan dan jadi rebutan untuk dipublikasikan. Apapun yang mereka tulis seperti menggunakan tinta emas yang selalu berharga dan istimewa.
Tetapi kadang manusia tidak melihat perjuangan mereka, jatuh bangun bersimbah peluh berkuah keringat mungkin diksi yang tepat untuk perjuangan mereka sampai menuju di level sekarang. Sekali lagi tidak ada yang instan semuanya butuh proses. Jagan lihat mereka sekarang, tetapi tanyakan perjuangan mereka dulu hingga menjadi sekarang. Mereka punya perasaan yang sama dengan kita, manusia yang selalu “grogi” untuk hal yang disebut pengalaman pertama.
- Iklan -
Pengalaman pemula dalam hal menulis baik sastra ataupun artikel mau dikirim saja perasaanya seperti mau menembak cewek pas pertama kali. Kirim tidak, kirim, tidak…hmmm. Dan dengan bismilah akhirnya dikirim. Dang dig dung nya belum selesai, buka email hampir setiap jam dan setiap hari berharap mendapat balasan email dari redaksi.
Harapan balasan emailpun tidak minta diterima karena sudah “sadar diri”, tetapi yang diiginkan adalah balasan tentang kekurangan-kekurangan tulisan dari redaksi yang akan dijadikan evaluasi dan motivasi itu saja sudah lebih dari cukup. Penulis pemula tadi sudah dianggap sebagai keluarga penulis atau calon penulis dengan balasan email saja.
Tetapi yang membuat sakit adalah emailnya tidak ada balasan apapun, jadi diibaratkan seperti hubungan yang digantung tidak ada kejelasan atau seperti cinta bertepuk sebelah tangan. Kalau bahasa alaynya sakit tetapi tidak berdarah, sungguh kejam memang!
Mencari tema saja sulit, kalau sudah dapat tema kadang macet di tengah jalan dan mulai dari awal atau malah ganti tema. Begitu terus berulang-ulang. Andaikan mengetiknya pakai mesin ketik yang zaman dulu berapa kertas yang menjadi korban. Mungkin kalau bahasa iklan, berapa habis? ratusan.
Dari sini, menghargai tulisan orang jadi ada. Yang dulu kalau membaca tinggal baca, kalau sekarang ada perasaan, ya Allah tulisannya bagus banget, idenya bagus, pasti yang nulis orangnya cerdas. Kok bisa ceritanya nyambung dan mengena di hati, pembaca seperti masuk dan ikut larut dalam cerita begitu. Jadi semacam ada rasa syukur, haru dan macam-macam lah.
Pernah dengar juga kalau penulis yang sudah profesional apapun yang mereka lihat, dengar dan mereka raba bisa menjadi bahan tulisan. Dan menulis dimana saja bisa. Pokoknya semuanya gampang bin mudah atau gampang kuadrat. Ada -ada saja idenya, manusia atau bukan? cepat banget buat karya (dalam hatiku). Kalau pemula boro-boro di mana-mana dengar orang ribut sedikit konsentrasinya sudah “ambyar” tidak karuan. Apalagi di tempat umum baru judul bisa sampai jamuren.
Segala sesuatu kalau sudah diniati apalagi dilakukan dengan hati dan keseriusan pasti akan ada hasil. Lama – kelamaan redaksi juga bosen dengan kiriman kita yang selalu memenuhi kotak masuk email mereka. Setelah beberpa tulisan ditolak dengan bahasa halus akhirnya satu artikel diterima. Senangnya Subhanallah bukan main seperti mendapat durian runtuh.
Berulang-ulang artikel tersebut dibaca sendiri sampai hafal koma titiknya. Berharap setelah itu banyak telur yang menetas lagi. Pokoknya semangat 45. Kalau berbicara tentang honornya memang tidak seberapa, tapi perasaan senangnya, kepuasan tersendiri tidak bisa ditukar dengan rupiah berapapun jumlahnya.
Lambat laun perasaan dag dug der tadi sudah menghilang berkaitan dengan mengirim artikel. Sekarang menulis seperti sudah menjadi kebutuhan ada yang kurang harinya sebelum menulis, ya walaupun belum sepenuhnya artikel diterima redaksi setidaknya sudah suka dan minat dulu.
Akhirnya menulis sudah seperti pecandu rokok masih ada yang kurang sebelum menulis, itu kata perokok tapi ya, kebetulan kalau penulis tidak merokok. Tidak merokok bukan berarti anti rokok ya, tapi memang belum mampu untuk membeli rokok yang kian hari kian naik harganya.
Sekarang dimanapun dan kapanpun yang dipikir tentang tema apa yang akan diangkat hari ini? Yang hangat dan yang penulis kuasai, seperti itu terus. Intinya, menulis kemudian kirim, menulis kemudian kirim ke beberapa redaksi. Masalah diterima atau tidak urusan nanti yang penting itulah karya terbaik saya dan menurut saya sudah maksimal dalam menulisnya.
Setelah semua berjalan normal sesuai yang diharapkan. Sekarang yang menjadi musuh adalah waktu. Pembagian waktu antara rutinitas, keluarga dan menulis kadang bahasanya bentrok ( macak orang sibuk). Nah disini kadang penulis kena “semprot” istri. Karena maklumlah istri tidak suka nulis dan dikira suami sedang main ML. Jadi tidak hanya Chaerul sang pembuat pesawat saja ya yang kena “semprot” istri, penulis juga bisa. Eit…tapi kalau istri sedang marah kamu jangan ikut-ikutan marah, karena kalau laki-laki dan permpuan berseteru main imbang saja sudah hebat, yang sering laki-laki atau suami dibantai sampai 5-0. Jadi pasrah saja deh sama istri, cari aman biar selamat sampai tujuan.
Terakhir yang inti mudah-mudahan artikel tentang menulis artikel pemula ini bisa diterima oleh redaksi sehingga bisa menjadikan tema untuk tulisan artikel berikutnya. Semangat menulis, menulis menjadikan kita selalu berfikir dan insyaallah menjadikan kita cerdas, pengalaman, wawasan bertambah dan menjadikan kita bijaksana dalam memandang pro dan kontra dalam masyarakat Indonesia yang dibalut dengan Bhineka Tunggal Ika.
Jadikan kritikan sebagai motivasi untuk lebih semangat dan giat lagi. Jangan dikritik, ditolak redaksi langsung berhenti tidak berkarya lagi. Banyak jalan menuju kesuksesan.
-Penulis Peserta GLM Wonosobo, Guru Yayasan Almadina Wonosobo.