Oleh Nafilah Sulfa
Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim lahir dilingkungan pesantren Tebuireng pada tahun 1908 M. Ia merupakan putri kedua dari hadratus syaikh KH. Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama. Kedua orang tuanya adalah keturunan seorang Raja Jawa abad ke-16, yaitu Brawijaya. Dari jalur ayahnya, nasabnya bersambung dengan Sayyid Syambu Lasem. Secara berurutan nasabnya adalah Khairiyah Binti Hasyim Ibn Halimah binti Layyinah binti Shihhah (Abdussalam) ibn Abdul Jabar ibn Ahmad ibn Pangeran Sambu (Sayyid Abdurrahman) ibn Pangeran Benowo ibn Jaka Tingkir ibn Lembu Peteng. Nyai Khoiriyah merupakan salah satu tokoh perempuan yang memiliki cita-cita tinggi untuk mengangangkat harkat dan martabat kaum perempuan melalui pendidikan. Masa pendidikan nyai Khoiriyah langsung dibawah asuhan ayahandanya sendiri yakni KH. Hasyim Asyari. Selain belajar langsung dari ayahnya, ia jga belajar secara otodidak kitab-kitab salaf seperti Nahwu, Fiqh, Hadis dan tafsir.
Nyai Khoiriyah menikah pada usia 9 tahun dengan santri kiai Hasyim Asyari bernama Ali Maksum yang dikenal dengan kealimannya. Meskipun mereka sudah menikah, mereka tidak tinggal satu rumah karena usianya masih belia. Namun, ketika usia 11 tahun nyai Khoiriyah dan kiai Ali Maksum tinggal serumah dan mereka dikaruniai 7 orang anak. Setelah menikah dengan kiai Ali Maksum, Nyai. Khoiriyah kemudian diutus hadratus syaikh K.H.Hasyim Asy’ari untuk mendirikan pesantren di Seblak yang khusus santri putri Seblak. Nyai Khoiriyah Hasyim merintis pendirian pesantren tersebut. Oleh karena itu, kurikulum pesantren dirancang dalam bentuk konsep pendidikan perempuan saja. Salah satu tujuan pendirian pesantren yakni menegakkan kalimah Allah dan mencetak kader-kader perempuan yang berani kepada kebenaran.
Namun, beberapa tahun setelah pesantren berdiri, kiai. Ali Maksum meninggal dunia pada tahun 1933 dan dimakamkan di kompleks pemakaman Pesantren Tebuireng. Setelah lama nyai Khoiriyah menjadi janda, kemudian, nyai Khoiriyah menikah lagi dengan K.H. Muhaimin dari Lasem, Jawa Tengah, dan kemudian bermukim di Mekah selama kurang lebih 20 tahun. Pada periode mukim di Makkah ini, di samping masih menuntut ilmu kepada beberapa guru besar (syaikh), nyai Khoiriyah juga mendirikan Madrasah Lil Banat, yaitu sebuah madrasah pertama di Arab Saudi yang dikhususkan bagi kaum perempuan.
- Iklan -
Pendidikan madrasah ini berdiri tidak jauh dari komplek Masjidil Haram. Dalam buku yang berjudul al-Malakah al-Arabiyah al-Su’udiyah al-Yaum, yang diterbitkan oleh Departeman Penerangan Pemerintah Saudi Arabia. Menyatakan bahwa Khoiriyah Hasyim merupakan pejuang kaum perempuan yang sangat kuat dan mau menciptakan sesuatu yang semula dilarang, yakni pembaharuan di bidang pendidikan bagi kaum perempuan, yang sebelumnnya kaum perempuan di Arab Saudi tidak boleh keluar rumah, apalagi sampai mengeyam pendidikan. Namun beberapa lama kemudian, nyai Khoiriyah diminta kembali ke Nusantara oleh presiden Soekarno untuk mengisi pendidikan dengan untuk mengembangkan pesantren di Indonesia.
Nyai Khoiriyah menjadi satu-satunya perempuan yang mampu duduk di jajaran Bahtsul Masail Nadhlatul Ulama. Bersama-sama dengan Kiai sepuh lain di NU, Bashul Mashail menjadi otoritas di NU yang bertugas membahas masalah-masalah maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual) yang akan menjadi keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Selain kiprahnya di pesantren, nyai Khoiriyah juga aktif menulis di media massa.
Nyai Khoiriyah kembali mengasuh pesantren Seblak, dengan terus melakukan pengembangan dan manajamen pesantren yang baik.Di pesantren tersebut, ia mengajar kitab-kitab ulama seperti, Hadis Shahih Bukhari, Muslim dan Tafsir Jalalain. Nyai Khoiriyah dikenal inovatif dan mengikuti perkembangann zaman, terbukti dengan mengharuskan santrinya untuk melek informasi dengn membaca koran. Selain Nyai Khoiriyah berjuangan dipesantrem, ia juga berdakwah dengan turun langsung ke masyarakat dengan cara mendirikan majlis ta;lim atau pengajian khusus kaum perempuan selain berdakwah, nyai Khoririyah juga terjun dalam kegitan sosial lainnya, seperti mengintruksikan guru-guru menghimpun dana sosial dari sekolahan kemudian disalurkannkepada masyarakat yang kurang mampu, dengan demikian masyarakaat semakin diperhatikan dan bersemangat menjalankan ajaran Islam.
Semangat dakwah nyai Khoiriyah begitu berkobar, terbukti ketika beliau sakit, ia tetap menghadiri majis ta’lim dan undangan masyarakat karena ia tidak mau masyarakat kecewa ketika ia tidak hadir. Pada tahun 1970-an kesehatan nyai Khoiriyah sudah mulai terganggu. Akhir hidupnya ia khidmatkan untuk perjuangan Islam terutama kaum perempuan terbukti dengan ia mendirkan pesantren Seblak khusus perempuan dan madrasah di Mekahpun khusus kaum perempuan. Dari nyai Khoriyah sosok role model tersendiri bagi kita semua khususnya perempuan, semangat berdakwah, semangat memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan membuktikan bahwa perempuan juga punya bisa ikut andil dalam ranah publik, seperti dakwah. Akhir hidupnya ia habiskan untuk berdakwah menegakkan syariat Islam. Semoga beliau khusnul khatimah dan mendapat tempat yang mulia disisi Alllah. Amin. …
-Penulis adalah Pengurus Pondok Putri Ziyadatut Taqwa dan Mahasiswi Prodi Ilmua al-Qur’an dan Tafsir IAIN Madura.