Semarang – Lomba Desain Batik Ma’arif yang digelar Lembaga Pendidikan Ma’arif PWNU Jawa Tengah telah berakhir. Setelah menunggu normal baru, tiga juara diundang untuk presentasi, sinkronisasi dan pemberian hadiah lomba.
Sebelumnya, ada 26 peserta turut meramaikan Lomba Desain Batik Ma’arif LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah tersebut. Dalam penjurian dan penetapan pemenang lomba yang digelar di kantor LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah, Rabu (18/3/2020) lalu, telah ditetapkan tiga pemenang dalam lomba tersebut, dan pada Ahad (4/7/2020), tiga juara diundang untuk diberi hadiah.
Ketua Panitia Lomba Desan Batik Ma’arif Hamidulloh Ibda, mengatakan bahwa ada 26 peserta yang terdiri atas 11 peserta dari unsur guru dan tenaga kependidikan, dan 15 dari peserta kategori siswa atau pelajar Ma’arif dari madrasah/sekolah Ma’arif se Jawa Tengah.
“Berdasarkan hasil penilaian Lomba Desain Batik Guru dan Siswa Ma’arif NU tahun 2020 oleh Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif PWNU Jawa Tengah pada tanggal 18 Maret 2020 lalu, kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan Lembaga Pendidikan Ma’arif PWNU Jawa Tengah Nomor 366/PW.11/LPM/SK/III/2020 tentang Pemenang Lomba Desain Batik Siswa Dan Guru Lembaga Pendidikan Ma`arif PWNU Jawa Tengah, maka ada tiga yang juara dan mendapatkan hadiah pada hari ini,” kata Ibda, Ahad (4/7/2020).
- Iklan -
Untuk Juara 1 Kategori Guru, yaitu Abdul Qodir al-Amin., S.H.I dari SDIT Ma’arif Ma’ahidul Irfan Bandongan, Kabupaten Magelang. Juara 1 Kategori Siswa adalah Rivaa Faradilla dari MI Trimaja Danurejo, Mertoyudan, Magelang. Sedangkan Finalis terinovatif atau tervaforit adalah Budi Santoso dari MTs. Darussalam Sumowono, Kabupaten Semarang.
“Semua desain sudah dipresentasikan, didiskusikan, dan disinkronisasi sesuai kebutuhan cetak batik. Jadi desain ini belum final tapi sudah disinkronisasi,” dosen STAINU Temanggung tersebut.
Sementara itu, Ketua LP Ma’arif PWNU Jateng R. Andi Irawan mengatakan bahwa desain batik tersebut menjadi bagian untuk penguatan ideologisasi selain untuk identitas. “Batik ini akan dipakai guru dan siswa Ma’arif ke depan, maka filosofi yang ada harus tersampaikan, termasuk simbol-simbol NU, Ma’arif dan simbol pendidikan harus terwakili,” beber dia.
Ia juga menjelaskan, desain ini dinilai dari segi etik, estetik, dan juga agar tidak mudah diplagiat, karena selama ini penjiplakan desain batik sering terjadi. “Kita akan terus menggali potensi Ma’arif, termasuk batik ini didesain siswa sendiri, untuk siswa Ma’arif, didesain guru sendiri untuk guru Ma’arif,” tegas dia. (Mik).