Oleh Ahmad Hamid
Perdamaian-perdamaian/ Perdamaian- perdamaian/ perdamaian- perdamaian/ Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai/ Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai/Binggung-binggung kumemikirnya.
Itulah penggalan lirik lagu “Perdamaian”. Lagu yang tidak asing lagi di kalangan milenial, karena pada tahun 2004 sering sekali diputar apalagi pada bulan Ramadhan. Lagu yang di-cover oleh band ternama di Indonesia yaitu Gigi, dengan suara khas vokal rockernya Armand Maulana. Menjadikan lagu tersebut diminati lagi di kalangan muda.
Namun siapa sangka bahwa pencipta lagu tersebut sebenarnya adalah seorang ulama yaitu KH. Bukhori Masruri (alm.). Beliau merupakan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah periode tahun 1985 s.d.1995.
- Iklan -
Ramalan Pada Lirik Lagu
Meskipun dalam penciptaan lagu, Sang kyai menggunakan nama pena dengan sebutan Abu Ali Haedar. Namun nama penulis aslinya tetap terkenang meskipun beliau sudah tiada. Itulah seklumit dedikasi seorang ulama, berjuang tidak hanya melalui kitab-kitab, dan pengajian-pengajian namun lewat lagu juga sebagai media dakwah yang sangat menjanjikan.
Lagu “Perdamian” sendiri liris pada tahun 1982, yang membawakan bukanlah grup band melainkan kelompok kasidah yang berasal dari Semarang yaitu Nasida Ria. Denga vokalis yang sangat terkenal bernama Muthoharoh.
Mungkin bisa dikatakan satu-satunya grup musik yang bernuansa religi, yang paling meroket pada tahun 90-an. Jujur lagu-lagu Nasida Ria sangat disukai oleh orang tua saya terutama ibu. Itung-itung nostalgia buat ibu dan ayah kita, dengan mengangkat tema “Perdamaian”.
Kembali ke lirik “Perdamaian”. Lagu yang dicipta, jauh sebelum hiruk pikuk per-teknologi-an hadir seperti sekarang, lagu tersebut sudah diciptkan. Semacam ramalan yang jadi kenyataan.
Sebut lagu yang lain “Tahun 2000” prediksi sang kyai tentang hidup serba mesin, berjalan, berlari menggunakan mesin, makan-minum menggunakan mesin, manusia hidup berkawan mesin. Semua sudah terlaksana di tahun 2020 ini, kita sendiri yang mengalami dari bangun sampai tidur tidak bisa lepas dari yang namanya mesin.
Cinta Damai Tapi Masih Perang
Fokus pada lirik “Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai”. Bukankah dunia internasional sudah punya badan hukum, sudah punya wadah yang kita kenal dengan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Hadirnya PBB, mencerminkan bahwa umat manusia di dunia sangat mendambakan perdamaian. Tetapi mengapa katanya “cinta” kok, perang masih merajalela, binggung, binggung kumemikirnya!
Suriah, Afghanistan, Palestina, Iran, dan masih banyak lagi, mereka berperang atas dasar “perdamaian’. Apakah perdamaian akan terwujud jika didapatkan dari kebencian dan peperangan.
Tidak hanya di luar, di Indonesia sendiri juga terjadi yang namanya peperangan. Sebut saja di Papua berapa personil TNI dan Polri yang gugur setiap bulannya, berapa rakyat sipil yang menjadi korban karena kekerasan dari KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata). Fasilitas umum semua dibangun kemudian dihancurkan. Jadi binggung?
Di India baru-baru ini deskriminasi pemeluk agama mayoritas kepada minoritas Muslim, sungguh tidak manusiawi. Berawal dari berlakukannya UU kewarganegaraan baru yang dianggap anti-muslim India. UU yang bernama Citizenship Amandement Act (CAA) bertujuan untuk mempercepat kewarganegaraan bagi warga Hindu, Parsis,Sikh, Budha, Jain dan Kristen. Namun utuk umat Muslim tidak mendapat jatah. Undang-undang tersebut dirancang oleh pemerintah nasionalais Hindu untuk mengusir Muslim yang tidak memiliki dokumentasi kewarganegaraan yang memadai.
Bagaimana perdamaian akan terwujud kalau seperti ini?
Kekhawatiran Negara Non-Islam
Memang banyak kekhawatiran, yang mengatakan negara-negara seperti India, Myanmar dan lainya bisa menjadi seperti Indonesia, “tersesat” agama yang dulunya menganut agama Hindu, Budha, kemudian secara hampir total memeluk agama Islam.
Di Myanmar , tokoh biksu nasionalis Wirathu sangat khawatir dan mengawasi setiap pergerakan Muslim. Bahkan menggunakan berbagai kekerasan. Intinya jangan sampai negaranya menjadi seperti Indonesia yang “tersesat”. Ya betul Indonesia tersesat tetapi tersesat ke jalan ke benaran, menurut saya.
Di India juga ditakutkan akan bernasib sama seperti Indonesia, yaitu partai Hindu yang sekarang berkuasa, Partai Bharatiya Janata (BJP). Menumpahkan propaganda untuk “mengusir” muslim di India. Banyak kekerasan, pemerkosaan bahkan pembunuhan yang dialami oleh saudara kita disana. Masyarakat memandang bahwa Islam adalah ancaman terbesar di India. Bukan tidak mungkin di tahun-tahun akan datang pemimpin-peminpin akan di kuasai oleh orang Islam.
Berbagai alasan, perkembanga penduduk Islam disana cukup pesat, karena orang Islam bisa beristri lebih saru satu, bisa dua, tiga bahkan sampai lima. Menurut mereka itu melanggar undang-undang tentang KB. Orang Islam disana juga sering menikah dengan non-Islam dan kemudian diajak oleh suami untuk menjadi mualaf.
Hewan Yang Dipuja-Puja
Hindu sangat menghormati binatang dan disembah yaitu sapi. Menjadi sebuah larangan apabila sapi sampai dibunuh atau dimakan. Namun kalau di Islam, memakan daging sapi tidak dilarang bahkan dianjurkan. Sapi inilah yang menjadi permusuhan di India, yang sampai sekarang belum menemui jalan keluar. Bahkan pedagang dan peternak sapi Muslim di India dijadikan sasaran amuk masa. Berani bermain dengan sapi nyawa taruhannya.
Berkaca dengan sapi, di Indonesia juga ada cerita di salah satu kabupaten di Jawa Tengah yaitu Kudus. Masyarakat disana, masih memegang teguh ajaran dari Sunan Kudus. Untuk menghormati agama minoritas di Kudus. Orang Islam kalau berkurban tidak usah menggunkan sapi, alangkah baiknya menggunakan kerbau. Sampai sekarang masih berlangsung. Harusnya di India juga bisa. Agama mayoritas menghormati agama minoritas. Jangan malah mendiskriminasi dan mau dihapus dari negaranya.
Trump ke India
Pada hari yang sama, ketika terjadi demo besar-besaran di India untuk menolak tentang UU diskriminatif , sang pemimpin negara adidaya Donald Trump juga berada di sana. Dan anehnya Trump memuji India dengan setinggi langit berkitan dengan kebebasan agama disana. Selama ini dimana Presiden Paman Sam, sudah jelas dan terang di media bergentanyan. Bukannya menjadi jalan tengah malah memperkeruh masalah. Hebatnya negara berkuasa, hanya sebagai sutradara dan negara lain sebagai dalangnya.
Tetapi begitulah nasib pemeluk Islam minoritas di dunia, selalu dianiaya dan kalau sedikit melawan langsung dicap sebagai agama teroris. Jenazah muslim di Palestina dibuldoser, di India dipukuli, di tendang dan tempat-tempat ibadahnya dihancurkan. Masihkah Islam disebut agama teroris, apa malah sebaliknya? Siapa sebenarnya yang teroris.
Semua cinta damai tetapi kenapa masih perang? Apakah hanya karena kekuasaan dan ingin dinggap yang paling terhormat jadi mengabaikan yang namanya “perdamaian”, entahlah!.
Tanda-tanda Islam akan dihapuskan di India sudah semakin nyata, dengan dihapusnya salah satu situs warisan dunia. Taj mahal yang kita kenal dengan tujuh keajaiban dunia, sudah dihapus dari destinasi wisata di India. Kalau dulu pejabat negara berkunjung ke India diberi cindera mata berupa Taj Mahal sekarang sudah diganti dengan milik orang Hindu. Karena kita tahu Taj mahal berdiri tidak lepas dari kejayaan peradaban Islam di sana.
Jangan sampai ada lagi di negara Syah Rukh Khan “tentara Allah” ala virus corona seperti di China yang banyak orang kaitan azab karena perlakuan terhadap agama minoritas.
Mudah-mudahan saudara-saudara kita, umat Muslim yang gugur karena tindakan-tindakan diskriminasi menjadi syuhada dan ditempatkan di syurganya Allah. Swt.
-Penulis adalah Guru Yayasan Al Madina Unsiq Wonosobo dan Relawan Literasi Ma’arif