Oleh Shela Kusumaningtyas
Untuk Anda yang membaca tulisan ini, pertama-tama ingin saya ucapkan selamat. Selamat, diri Anda masih terus bertahan dan akan tetap berjuang untuk menghadapi pandemi Corona. Mengapa saya sampaikan ini terlebih dahulu? Karena wabah global yang disebabkan penyebaran virus Covid-19 ini telah mengubah secara drastis kehidupan manusia.
Menuntut (secara paksa) setiap orang untuk beradaptasi dengan pola-pola perilaku dan interaksi yang benar-benar berbeda sebelum Covid-19 menyerang. Siapa sangka, kita harus mulai terbiasa dengan melakukan segala sesuatunya dari rumah? Entah itu bekerja, belajar, bersenang-senang, dan beribadah. Semua itu demi memutus mata rantai penyebaran virus.
Anak-anak sekolah mulai mempraktikan konsep belajar jarak jauh. Tentu saja kondisi ini bisa jadi tidak ideal karena tidak semua anak memiliki akses internet yang memadai. Ada pula anak-anak yang harus berjuang sendiri karena orangtua mereka tidak mendukung: jauh dari orangtua, orangtua juga malah makin sibuk bekerja, kondisi orangtua yang bersatu dalam satu rumah tapi selalu bertengkar. Sungguh pandemi ini membuat kehidupan banyak orang semakin berat bebannya.
- Iklan -
Tak hanya itu, ungkapan kasih sayang kini bisa tidak berwujud sentuhan, pelukan, ciuman, atau belaian. Menjaga jarak demi kesehatan orang terkasih menjadi bentuk baru dari tanda sayang. Anjuran ini kita terapkan demi keamanan dan kesehatan bersama. Agar kita tidak terinfeksi virus Covid-19 yang menular lewat percikan liur yang mudah sekali berpindah tempat.
Sekarang, menjadi pemandangan yang lumrah jika seorang cucu mengunjungi rumah kakeknya yang berjarak dua kilometer dari rumahnya tapi tidak turun dari mobil. Sang cucu untuk sementara waktu tidak bisa menjabat tangan si kakek. Karena di antara kita tidak pernah ada yang tahu, siapa yang menjadi agen pembawa virus. Untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penularan dari orang tanpa gejala, interaksi fisik sebaiknya dihindari. Apalagi, para orang tua adalah golongan rentan.
Fenomena baru yang jamak kita temui belakangan ini adalah keluar rumah sebentar saja hanya untuk membeli sesuatu di minimarket seberang gang, seolah menjadi ajang pertempuran. Kita mempersiapkan perlindungan lengkap seperti memakai masker, membawa cairan antiseptik untuk membilas tangan secara instan, menggunakan tudung penapis udara, dan sebisa mungkin jangan dekat-dekat dengan orang lain. Kita menyimpan kekhawatiran sendiri saat melihat orang lain, seakan mereka adalah monster yang siap menerkam. Terkesan berlebihan, tapi tak ada salahnya berjaga-jaga.
Kita juga kini menyadari bahwa urusan pekerjaan bisa dicarikan solusinya lewat platform-platform komunikasi digital. Seperti melalui email, aplikasi perpesanan instan, konferensi video, platform koordinasi seperti Miro, dan lain-lain. Koordinasi nyatanya bisa berjalan tanpa harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk rapat tatap muka. Penugasan, pengumpulan gagasan, penyerahan kerjaan yang telah terselesaikan, dan penyampaian kritik saran kini dibantu perantara teknologi.
Kita juga jadi memutar otak untuk bersiasat dalam rangka mengikuti perkembangan yang berlangsung selama pandemi ini. Dengan alasan kepraktisan, kita mengakali diri. Misalnya, berbaju rapi ala bekerja di kantor tapi bawahannya celana pendek atau celana tidur. Semua ini agar terlihat rapi saat tengah melakukan konferensi video.
Segala siasat tersebut juga diciptakan untuk menggalang kebaikan atau demi memperpanjang hidup yang rasa-rasanya makin sulit. Contohnya, banyak musisi tanah air dan sosok-sosok berpengaruh di jagad media sosial mulai sering melakukan siaran langsung di akun media sosial mereka. Tujuannya menggalang dana bantuan bagi para korban terdampak langsung Covid-19. Ada pula maksud sederhana lainnya, hanya sekadar menemani hari para penggemar mereka supaya tidak bosan.
Seminar-seminar penyebarluasan ilmu dan edukasi yang selama ini digelar dengan mengumpulkan para partisipan dalam satu ruangan besar, kini dialihkan rupa melalui konferensi video yang memanfaatkan saluran penyedia layanan video grup.
Aktivitas berbelanja yang umumnya berlangsung di pasar atau supermarket kini tergeser oleh kehadiran aplikasi jasa titip belanja. Berbelanja semakin mudah, cukup dengan memandangi layar ponsel pintar. Kita bisa memilih aneka kebutuhan pangan pokok dari etalase di layar ponsel. Geser, geser, dan temukan produk pilihan dan terbaik yang sesuai keinginan kalian.
Jika sudah cocok, tinggal masukkan ke keranjang. Lanjut ke halaman pembayaran, yang transaksinya lagi-lagi secara daring. Kita tak perlu lagi khawatir harus berkerumun saat berbelanja. Tak lagi takut mendapat barang yang jelek karena penyedia jasa belanja biasanya menjamin kualitas produk yang diantar. Tak berselang lama, belanjaan kita akan diantar hingga depan rumah.
Konsep ini pulalah yang kita terapkan saat kebingungan mencari makan, membeli kebutuhan rumah seperti galon, bayar tagihan air, bayar atau beli token listrik, bayar tagihan internet, dan lain-lain. Kepraktisan, itulah yang ditawarkan oleh para aplikasi selama pandemi berlangsung. Prinsip: Anda di rumah saja, biar kami yang mengurusnya; menjadi jargon yang begitu memikat saat masyarakat diminta melakukan karantina mandiri di rumah.
Jargon tersebut mampu mengundang daya beli masyarakat. Pasalnya, aktivitas masyarakat memang terbatas. Pergerakan tidak sebebas saat sebelum Corona. Beberapa transportasi umum dipangkas waktu dan rute operasinya. Transportasi daring juga sempat dilarang mencari penumpang.
Pandemi ini turut menghajar keberlangsungan bisnis para pelaku usaha. Usaha yang bergerak di bidang travel, makanan, dan jasa lainnya ikut terkena imbasnya. Ada yang dengan berat hati harus menghentikan sementara atau selama-lamanya karena bisnis mereka sama sekali tidak jalan. Mandeg begitu saja akibat pandemi. Ada yang memilih bertahan meski terseok-seok. Mencoba bangkit kembali dan menyesuaikan lini bisnisnya dengan kondisi sekarang.
Jadi wajar saja jika sekarang kita kerap menyaksikan banyak selebgram papan atas yang membantu para pelaku usaha mempromosikan barang dagangannya. Semata-mata bertujuan mulia, agar tidak ada lagi kabar tentang orang-orang yang kehilangan pemasukan yang menjadi sandaran hidupnya.
Kita pun kini jadi akrab dengan strategi baru: setiap barang yang dijual didukung dengan jasa pengantaran. Atau dikemas secara lebih praktis. Kopi-kopi kekinian kini dipasarkan dalam ukuran botol literan. Kita jadi bisa menikmati makan-makan berkonsep All You Can Eat dari rumah saja. Makanan-makanan tertentu dijual dalam kemasan beku. Cara-cara itu dipikirkan para pemilik usaha demi menyambung bisnis mereka. Agar tidak ada karyawan yang dirumahkan.
Namun yang perlu diingat, the new normal ini juga melahirkan kecemasan berlebih bagi tiap individu. Kita terkurung dalam ruangan yang itu-itu saja dalam durasi lama. Kejenuhan tak terelakan. Memicu perasaan dan pikiran negatif. Kecenderungan ini yang harus kita sadari dan carikan solusi.
Pasalnya, itu bisa menumbuhkan perilaku kekerasan. Tanpa sadar, kita menyakiti diri sendiri dengan perkataan atau perbuatan. Ketidakmampuan mengontrol emosi menjadi penyebabnya. Kita gampang mengamuk dan tersinggung setiap kali gagal menyelesaikan tugas kantor. Atau kecemasan bertumpuk lantaran terlalu lama hening dan berinteraksi dengan tembok kamar.
Masa isolasi mandiri ini juga berbahaya bagi mereka yang terpaksa harus tinggal serumah dengan pasangan, saudara, teman, atau orangtua yang abusif. Tidak ada pilihan lain, daripada harus menggelendang. Ini bisa menyuburkan praktik-praktik kekerasan baru, melipatgandakan tekanan, dan memicu aktifnya hormon stres.
Untuk yang mengalami kondisi psikologis yang memburuk akibat isolasi mandiri ini, yuk jangan cari pertolongan medis. Jangan tumpahkan kesedihan dan kekesalan kalian melalui media sosial karena mungkin saja malah memperuncing masalah. Kontak ahli medis yang tepercaya. Banyak penyedia jasa konsultasi psikologis dengan harga terjangkau, beberapa bahkan memberikan pelayanan secara cuma-cuma.
Untuk kita yang beruntung: sehat secara fisik, mental, finansial, dan rohani; saatnya tunjukkan kepedulian. Tanyakan kabar-kabar orang terdekat yang menjalani masa karantina ini dalam kondisi sendiri, kesepian, di tanah rantau jauh dari keluarga.
Rangkul mereka yang rentan mengalami stres atau kekerasan. Perhatian dari kalian menjadi penting untuk mereka yang kadang merasa eksistensi mereka tidak dianggap oleh orang lain. Rangkulnya bukan dalam artian fisik, ya. Karena prosedur kesehatan belum memperbolehkan.
Jaga selalu kesehatan, keamanan, dan kewarasan kita. Semua ini pasti kita lalui dengan baik.
-Penggemar sastra dan penulis yang sedang berimajinasi untuk mengabadikan hidup.