Oleh M. Ikhwan Zakaria Al Faris, S.E.
Semua anak adalah hebat, cerdas, pada bidang yang berbeda. Pesan itulah yang disampaikan oleh Dr. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si. atau biasa dikenal Kak Seto dalam acara Indonesia Millenial Teacher Festival 2020 di Kabupaten Tegal. Pada dasarnya anak merupakan manusia kecil yang mempunyai potensi besar yang harus terus dikembangkan, anak memiliki karakteristik tertentu yang khas berbeda dengan orang dewasa. Tidak bisa anak kecil dipandang secara menyeluruh perspektif orang dewasa. Mereka selalu aktif dan dinamis, sehingga seringkali seorang anak mempunyai keingintahuan yang tinggi. Dunia mereka adalah bermain dan bebas berekspresi. Yang mereka butuhkan adalah fasilitas untuk memenuhi hak-hak mereka, dengan berdasarkan pada norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Anak adalah investasi dan harapan bangsa serta sebagai generasi penerus dimasa mendatang. Keberadaannya akan menjadi penentu sejarah bangsa da cerminan sikap bangsa dimasa mendatang. Anak perlu membutuhkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan baik secara rohani maupun jasmani. Pemenuhan hak anak mutlak mendapatkan perhatian yang serius untuk masa pertumbuhan anak, baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, maupun budaya. Pendidikan yang pertama dan paling utama adalah lingkungan keluarga, bagaimana keluarga memberikan fasilitas berupa pemahaman dasar berkehidupan yang baik hingga memberikan fasilitas yaitu pendidikan layak bagi anak minimal 12 tahun.
Anak mempunyai hak mendapatkan pendidikan yang layak, agar dapat mengakses ilmu pengetahuan dan mengembangan daya pikirnya. Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan yang layak dengan cara mendidik yang baik adalah kunci utama membentuk karakter dan kepribadian anak.
- Iklan -
Pendidikan Keteladanan
Tren yang terjadi di era milenial saat ini anak seringkali lebih mengidolakan artis, public figure, dan tokoh yang terdapat pada film tontonannya. Dibandingkan dengan mengidolakan gurunya, apalagi mengidolakan kedua orang tuanya. Inilah sifat anak yang mudah meniru dan tertarik pada apa yang mereka lihat. Terkadang seorang anak tidak bisa dididik dengan Bahasa lisan saja, sering kali nasehat dan dalil-dalil yang disampaikan tidak dihiraukan oleh anak. Justru dengan contoh perilaku yang disampaikan pendidik dengan Bahasa tubuh anak mudah meniru. Anak atau pemuda terdorong oleh keinginan halus yang tidak dirasakannya untuk meniru orang yang dikaguminya dari cara bergaul, cara bergerak, cara menulis dan sebagian besar drai tingkah laku yang tanpa disengaja.
Oleh sebab itu sebagai pengajar maupun orang tua pilihannya adalah siap menjadi suri tauladan yang baik bagi anak-anaknya. Dirumah anak membutuhkan teladan dari kedua orang tuanya. Bagaimana seorang ayah mampu mendidik anaknya untuk tumbuh mandiri dan berakhlakul karimah yang baik. Keluarga bisa disebut sebagai pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena yang terjadi dalam keluarga akan mempengaruhi kehidupan anak. Sebagai lingkungan awal tumbuh kembang anak keluarga berppotensi membentuk karakter dan kepribadian anak. Cara yang efektif adalah melalui pendekatan kontak fisik secara langsung dengan anak. Melalui interaksi secara langsung orang tua dapat memberikan nasihat kebaikan yang dapat disampaikan kepada anak. Yang harus diperhatikan orang tua dalam menasihati anak yaitu nasihat yang mengandung unsur (1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan seseorang, misalnya tentang span santun, (2) motivasi melakukan kebaikan, dan (3) peringatan tentang dosa, bahaya, atau akibat yang akan muncul dari larangan bagi dirinya sendiri dan orang lain.
Di sekolah anak membutuhkan teladan dari seorang gurunya. Meniru prilaku guru ketika mengajar di dalam kelas maupun ketika melakukan aktivitas di lingkungan sekolah. Kesiapan menjadi seorang guru harus tercermin bagaimana menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik kepada anak didiknya. Maka penerapan yang tepat dilakukan oleh pendidik dalam menanamkan akhlak terhadap anak adalah melalui metode keteladanan. Dengan teladan ini akan muncul tentang penyamaan diri dengan orang yang ditirunya. Sehingga segala bentuk ucapan maupun tindakan pendidik akan mudah ditiru oleh anak didiknya. Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak.
Jika seorang pendidik berperilaku jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan norma dan agama, maka anak akan menumbuhkan sikap jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan norma dan agama. Dan begitu pula sebaliknya jika seorang pendidik menunjukkan sikap yang tidak baik dan bertentangan terhadap norma dan agama, maka anak juga akan meniru hal yang sama. Pepatah jawa mengartikan guru sebagai seseorang yang digugu lan ditiru (seseorang yang dihormati dan ditiru perilakunya).
Pendidikan Tanpa Kekerasan
Sudah tidak zamannya lagi anak mendapat kekerasan secara fisik dari orang tua maupun pendidik. Setiap perilaku yang diperbuat anak pada dasarnya itulah naluri alami yang dimiliki mereka. Maka kita tidak bisa membatasinya dengan apa yang kita kehendaki, hanya saja kita berkewajiban untuk mengarahkan dan membimbing supaya mereka dapat berkembang sesuai potensi yang dimilikinya.
Gunakanlah bahasa kasih sayang tanpa harus membentak dan memukul anak-anak. Misalnya jika kita ingin anak berhenti bermain, jangan berkata “ayo, sudah mainnya, berhenti sekarang juga!”. Tapi katakanlah kepada mereka : “mainnya 5 menit lahi yaa” kemudian ingatkan kembali “dua menit lagi yaa” kemudian barulah katakan “Ayo, waktu main sudah habis”. Maka mereka akan berhenti bermain. Jika kita menghadapi anak yang susah tidur dimalam hari, katakanlah kepada mereka “ayo tidur sayang…. Besok pagi kan kita sholeat subuh” maka perhatian mereka akan selalu ke akhirat. Jangan berkata : “Ayo tidur besok sekolah” akhirnya mereka tidak sholat subuh karena perhatiannya adalah sekolah.
Berikanlah apresiasi kepada anak sekecil apapun yang telah berhasil mereka kerjakan. Mereka akan sangat senang sekali apabila mendapatkan apresiasi yang lebih atas apa yang telah mereka perjuangkan. Misalnya setelah bangun tidur mereka berhasil merapihkan kembali tempat tidurnya, katakannlah pada mereka “Anak mamah sungguh rajin sekali, maka secara langsung otak akan merespon merubahnya jadi ekspresi senang. Sehingga anak akan mudah melakukannya berulang kali karena sudah menjadi kesenangan mereka. Justru sebaliknya jangan terburu-buru menjustifikasi setiap perilaku anak yang negatif. Misalnya anak kesulitan didalam mengerjakan soal matematika padahal sudah berulang kali dijelaskan, jangan katakana pada mereka “Kamu bodoh banget sih, sudah berulang kali dijelasin masih tidak paham” ubahlah perkataan tersebut menjadi “Ayo coba lagi nak, pasti kamu bisa mengerjakannya. Coba koreksi lagi soalnya mudah kok” dengan perkataan tersebut otak anak akan merespon positif dan cenderung akan mencoba kembali dengan penuh ketelitian. Responlah setiap perilaku anak dengan Bahasa kasih sayang dan positif sehingga mereka mampu merespon kembali dengan perilaku yang positif pula.
-Penulis adalah Guru SMP Ma’arif NU 03 Tarbiyatut Tholibin Berbasis Pesantren.