Oleh M. Zainudin Aklis
Sudah hampir dua bulan pandemi ini berlangsung, dan mungkin akan terus berlanjut sampai waktu yang belum diketahui. Corona telah membuat perubahan di berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga perekonomian. Semua pelajar berlajar dari rumah. Orang tua mendadak menjadi pendamping belajar dadakan. Semua orang jika keluar harus memakai masker dan berjaga jarak satu meter demi memutus rantai persebaran virus ini.
Bosan dengan keadaan dan takut bepergian adalah hal yang wajar di masa pandemi. Akan tetapi di setiap musibah akan melahirkan derita atau bahagia. Hal ini kembali pada bagaiamana cara kita menanggapinya. Bila kita berpikir positif terhadap apa yang datang, kemungkinan kita akan menanggapinya dengan cara yang positif walaupun sedang dalam keadaan sulit dan serba tak menentu.
Bagi sebagian orang waktu seperti ini adalah waktu yang istimewa jika digunakan untuk belajar. Khususnya bagi siswa dan mahasiswa. Karena banyak pembelajaran online yang tersedia di dunia maya serta kita bebas menentukan ingin bealajar apa. Belajar tak melulu membaca buku. Bisa belajar dari video, dari kegiatan di rumah, hingga membantu orang tua juga dapat dinamakan sebagai belajar. Namun, di masyarakat kita hingga kini masih banyak yang menganggap belajar adalah identik dengan membaca buku.
- Iklan -
Di hari buku nasioanal ini, tentu merayakannya dengan membaca buku atau membeli buku adalah hal yang wajar. Terlebih jika hal itu dilakukan dengan cara berkolaborasi antara anak dan orang tua. Selain menumbuhkan hal yang positif, tentunya juga akan melahirkan keharmonisan hubungan anak dan orang tua. Membaca buku tak harus tentang materi pelajaran yang sering membuat kita berpikir serius. Kita dapat memperingati hari buku ini dengan membaca cerita pendek, puisi, dan komik yang biasanya kita baca di waktu senggang untuk menghilangkan kebosanan kerika menjalani aktivitas sehari-hari.
Membaca tak selamanya membuat kita menjadi bosan. Zalnando sebagai pemain Persib yang saat ini sedang libur karena Corona, memilih menghilangkan kebosanannya dengan membaca buku. Baginya, buku adalah hiburan yang dapat melupakan kejenuhan yang sedang dideritanya karena lama tak merumput. Mari kita simak ungkapannya tentang buku yang saya kutip dari bolalab.com “Buku paling favorit lagi suka-sukanya tentang bisnis. Novel sempet sih dulu tapi akhir-akhir ini lagi banyak baca tentang pemasaran, lagi perdalam, lagi belajar-belajar.”
Sebagai pemain bola, Zalnando tak harus membaca buku seputar sepak bola. Untuk membaca kita tak harus menjadi seorang siswa atau mahasiswa. Zalnando membaca dengan tanpa paksaan. Tapi, ia membaca penuh kesadaran dan kebutuhan. Kita yakin ia akan membaca dengan kesadaran, rasa antusias, dan penuh kebahagiaan. Kesadaran seperti inilah yang kita harapkan ada pada diri generasi bangsa Indonesia kita pada saat ini. Sebab, karena kesadaran ia dapat menikmati proses membaca.
Di masa pandemi ini, kita seperti sedang diasingkan. Di himbau untuk selalu di rumah dan tak diizinkan untuk melakukan sebuah perkumpulan yang melibatkan banyak orang. Namun, di masa seperti ini, tentunya kita tidak bisa berdiam diri menerima keadaan. Dahulu para pendahulu banyak yang diasingkan dan mereka tetap menjalankan aktivitas dengan produktif.
Hatta adalah salah satu orang yang pernah diasingkan. Di pengasingan ia membawa bekal 16 peti buku sebagai teman setia. Bisa dikatakan setiap harinya ia selalu bersama buku. Sampai-sampai mas kawin dari pernikahannya adalah sebuah buku filasafat berjudul “Alam Pikiran Yunani.” Hal ini menandakan bahwa Hatta masih tetap hidup dengan produktif meski diasingkan.
Kebanyakan para pendiri bangsa kita punya riwayat perjumpaan dengan buku yang sangat intens. Bukan hanya Hatta semata yang gemar membaca. Mulai dari Tjokroaminoto, Soekarno, Tan Malaka, Sjahrir hingga Gus Dur, semuanya mempunyai kedekatan dengan buku. Tanpa buku, mungkin mereka tak akan dikenang oleh banyak orang hingga hari ini dan di generasi selanjutnya. Dari buku mereka tumbuh dan dari buku pula nama mereka tetap berjaya.
Berbuku tak perlu menunggu hari Buku Nasional. Setiap harinya kita dapat melakukan aktivitas itu. Apalagi kini ribuan buku digital dapat diakses dengan mudah. Apalagi di waktu pandemi seperti ini, tentu bagi siswa dan mahasiswa ini adalah waktu yang tepat untuk berinvestasi ilmu dengan membaca atau melakukan hal lainnya.
Di hari Buku Nasional yang tahun ini terlaksana saat pandemi corona, kita tak perlu risau dengan tingkat literasi yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga, baik PISA atau lembaga lainnya. Sebab hingga kini, di negara ini masih banyak pegiat-pegiat literasi yang terus berproses baik lewat komunitas atau lewat instansi yang selalu mengajak kita untuk membaca. Yang harus kita lakukan adalahn terus mendukung mereka tanpa memperhatikan hasil survei yang sudah lama ditujukan kepada kita, negara Indonesia.
-Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana UPGRIS.