Oleh Drs. KH. Mohamad Muzamil
Hidup itu bukan hanya yang tampak atau yang dhohir, namun juga yang batin atau rohani. Seyogyanya kita jangan hanya terpaku pada yang dhohir, namun yang batin juga perlu diperhatikan. Masih ingat “dawuh” Gus Dur? Mengaji jangan hanya syari’ah saja namun juga mengaji “sak pranatane”, iman tauhid, thoriqoh, hakikat dan makrifat.
Iman dipelajari melalui ilmu tauhid guna memperkuat aqidah. Secara garis besar aqidah adalah kajian tentang ayat atau tanda-tanda atau bukti wujudnya Dzat Allah SWT, sifat-sifat dan perbuatan atau af’al-Nya, para Malaikat-Nya, para Nabi dan utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, dan ketentuan-ketentuan-Nya, yang baik atau yang buruk.
Ayat-ayat atau tanda-tanda bukti tersebut dipahami secara benar dengan nalar atau akal yang sehat, kemudian diyakini kebenarannya. Dalam keadaan apa pun selalu teringat dan diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan atau amal perbuatan.
- Iklan -
Hal yang pokok dalam aqidah adalah memahami kalimat thoyibah “tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah”. Pemahaman ulama terhadap kalimat thoyibah ini terangkum dalam aqoid 50 yang terdiri dari 20 sifat wajib bagi Alloh, 20 sifat Mustahil bagi Allah, 1 sifat Jaiz bagi Allah, 4 sifat wajib bagi Rasulullah, 4 sifat mustahil bagi Rasulullah, dan 1 sifat jaiz bagi Rasulullah. Allah menjelaskan tentang Dzat, sifat dan af’al-Nya serta sifat para utusan-Nya melalui wahyu yang diterima Nabi dan utusan-Nya. Kemudian oleh Utusan-Nya dijelaskan kepada keluarga dan para sahabatnya, oleh para Sahabat kepada para pengikutnya secara terus-menerus hingga hari akhir.
Kemudian karena adanya pergolakan politik dan pemerintahan dalam Islam pada akhir kepemimpinan Sayyidina Utsman bin Affan dan Sayyidina Ali kw terjadi distorsi pemahaman tentang aqidah hingga muncul kelompok Syi’ah, Khawarij, muktazilah dan sebagainya, sehingga situasi tidak kondusif karena adanya upaya politisasi aqidah. Namun kemudian muncul al-alim al-alamah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidzi yang menjelaskan aqidah Rasulullah SAW dan para sahabatnya dengan dalil-dalil yang shohih. Kemudian agar mudah difahami oleh umat, penjelasan tentang aqidah tersebut diringkas oleh murid-muridnya menjadi aqoid 50 tersebut.
Ilmu tauhid tersebut diajarkan oleh para ulama, habaib, kiai, Bu Nyai di pondok pesantren atau madrasah sejak dini, sebelum para santri atau murid diajari tentang 99 asma’ul husna, agar para santri memiliki aqidah yang kuat.
Sedangkan kajian fiqh adalah kajian hukum beserta sebab akibatnya serta mani’ dan rukhsoh atau keringanan-keringanannya. Hal ini bisa dilihat dan dilatih secara dhohir. Setiap orang Islam yang sudah Aqil baligh, merdeka, wajib menjalankan ketentuan-ketentuannya. Jadi fiqh adalah ilmu tentang kaifiyat atau tata cara beribadah. Adapun thoriqoh menjelaskan tentang bagaimana agar orang mukmin dapat mencapai tujuan beribadah, yakni mencari ridho Allah Ta’ala, dengan meninggalkan sifat-sifat tercela dalam dirinya, menghiasinya dengan sifat-sifat yang terpuji, yang pada akhirnya dapat mencapai maqom tertinggi yakni hakikat dan makrifat dengan menjalankan ketentuan dalam fiqh.
Dengan keikhlasan dan keajegan, hakikat dan ma’rifat dapat dicapai dengan bimbingan guru atau Mursyid yang telah mampu mensucikan jiwanya menjadi jiwa yang Muthmainnah. Wallahu a’lam.
–Penulis adalah Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah.