Biodata buku :
Judul : PhD Parents’ Stories 2
Penulis : Ario Muhammad, PhD
Penerbit : NEA Publishing
- Iklan -
Cetakan : I
Terbit : Januari 2020
Tebal : 196 halaman
Harga : 50.000
PhD Parent’s Stories 2 merupakan buku yang ditulis oleh Ario Muhammad, seorang peneliti post-doctoral research associate di University of Bristol. Buku ini merupakan sekuel dari PhD Parents’ Stories yang telah lebih dahulu terbit.
Dalam buku terbitan NEA Publishing ini, Ario ingin menceritakan berbagai pengalaman, kenangan, dan pembelajaran dalam membesarkan kedua anaknya yang bernama De Liang dan Daisy. Mengusung tagline “Ayah Under Construction” penulis ingin menegaskan bahwa tanggungjawab mendidik dan mengasuh anak bukan sepenuhnya menjadi kewajiban seorang ibu akan tetapi juga bagi seorang ayah.
Buku setebal 196 halaman ini menceritakan lika-liku perjalanan hidup keluarga kecil yang tinggal di negeri orang. Berbagai tantangan harus dihadapi oleh Ario dan istrinya. Tantangan pertama yang mereka hadapi berkaitan dengan bahasa Si Sulung. De Liang Muhammad Al-Farabi, anak sulung mereka mengalami kesulitan belajar pada dua tahun pertamanya di sekolah. Hal ini dikarenakan De Liang belum menguasai bahasa inggris. Namun hal tersebut tak lantas membuat Ario memaksanya untuk bisa berbahasa inggris. Baginya menumbuhkan semangat belajar lebih penting daripada memaksakan anak untuk bisa mempelajari sesuatu. Dua tahun pertama De Liang di sekolah, ia mendapatkan peringkat bawah. Hal ini tidak membuat kedua orangtuanya marah, justru support dan motivasi selalu diberikan pada Si Sulung. Setelah melewati dua tahun pertama tersebut, De Liang mulai memahami bagaimana berdialog dengan aksen british. Sejalan dengan hal itu, kemampuannya belajar pun melesat jauh.
Di negeri barat, zina sudah menjadi lifestyle. LGBT (Lesbian Gay Bisexual & Transgender) pun telah menjadi hal yang umum, bahkan dilegalkan oleh pemerintah. Kedua ‘budaya barat’ tersebut tidak sesuai dengan syariat islam. Meskipun demikian, kualitas parenting yang mereka miliki dapat diakui jempol. “Kenapa kita harus kalah dengan kualitas parenting barat ketika keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah modal dasar kita?”, (hlm.19).
Tak ingin kedua anaknya terhanyut dalam zina maupun LGBT yang telah membudaya, Ario dan istri pun menanamkan nilai-nilai keislaman pada De Liang dan Daisy sejak usia dini. Pendidikan keislaman tersebut antara lain konsep Laa ilaaha Illallah, hukum halal dan haram, konsistensi dalam beribadah, mempelajari Al-Qur’an serta kisah-kisah Nabi.
Penulis juga mempelajari pendidikan islam ala Nabi dan berbagai sumber penelitian mengenai parenting untuk dipraktekkan dalam keluarga kecilnya. Dari pendidikan ala Nabi, Ario belajar menerapkan keteladanan, cara yang baik dalam pemberian nasihat, penerapan sikap adil serta seni untuk mendengarkan anak.
Konsep ‘adil’ penting untuk diterapkan pada anak. Hal ini bertujuan agar anak memahami bahwa adil bukan berarti memberi yang sama pada setiap anggota keluarga. Hal tersebut tercermin saat Ratih (istri Ario) sedang berkomunikasi dengan De Liang. Sang Ibu mengatakan bahwa beliau akan membelikan baju yang lebih banyak untuk Daisy. Pada awalnya De Liang seperti tidak terima, namun setelah diberi pemahaman bahwa baju-baju milik Daisy sudah tak layak pakai Si Sulung pun mulai menerima. Ditambah pula dengan cerita bahwa saat De Liang dibelikan seragam sekolah, Daisy tidak dibelikan. Hal ini bukan berarti tidak adil, namun karena Daisy belum membutuhkan seragam.
Hal yang menarik dari buku ini adalah diberlakukan screen time bagi De Liang dan Daisy. Sang anak dibiarkan untuk menikmati tayangan di dua kanal khusus video anak-anak yang mengedukasi. Namun sebelum screen time berlangsung, baik De Liang maupun Daisy harus melakukan sesuatu seperti membereskan mainan, atau membersihkan makanan yang tercecer. Dengan adanya hal ini, Ario dan istri ingin mengajarkan pada anaknya untuk berusaha dalam mendapatkan sesuatu.
Anak-anak, khususnya anak usia dini lebih mudah meniru apa yang mereka lihat daripada mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya. Oleh karena itu, keteladanan menjadi salah satu kunci dalam mendidik anak. Orangtua boleh saja berharap agar anaknya menjadi anak yang shalih/shalihah, berkarakter dan pekerja keras. Tetapi hendaknya berkaca terlebih dahulu apakah hal tersebut sudah diterapkan pada diri sendiri? Harapan-harapan orangtua tersebut akan menjadi sisa-sia tanpa peran kongkrit orangtua dalam memberikan keteladanan. “Kalau bukan kita sebagai orangtua, siapa lagi sosok terdekat tempat mereka ‘bercermin’? ”, (hlm.119)
Melalui penelitian yang dilakukan oleh seorang professor bidang psikologi (Dr. Angela Duckworth) Ario mengemukakan sebuah rahasia tentang pendidikan karakter. Disebutkan bahwa karakter terbentuk dari gabungan passion dan grit. Penggunaan insting dalam mendidik karakter yang disampaikan oleh Ms.Woj juga mengilhami pemikiran penulis. Konsep yang diambil dari Ms.Woj tersebut adalah TRICK (Trust, Respect, Independence, Collaboration dan Kindness). Pada akhirnya, setelah anak-anak dewasa bukanlah ijazah yang akan membuatnya sukses. Akan tetapi konsistensi dan kesabaran berusaha pada setiap langkah yang dipijaknya.
Buku ini sangat cocok digunakan sebagai acuan dalam mendidik dan mengasuh anak bagi guru maupun orangtua. Disampaikan dengan bahasa Indonesia yang ringan serta beberapa percakapan sederhana dalam bahasa inggris, buku ini memberikan berbagai sudut pandang pendidikan yang mudah dipahami. Selamat membaca!
-Diresensi oleh Puteri Anggita Dewi, mahasiswi program studi Pendidikan Islam Anak Usia dini STAINU Temanggung