Oleh Syukur Budiardjo
Akhir-akhir ini ramai diperbincangkan oleh netizen video yang menggambarkan ketegangan antara guru dan murid lantaran handphone atau telepon genggam. Lokasi kejadiannya di sekolah. Waktu terjadinya pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dan pada saat jam istirahat sekolah.
Dalam tayangan video terlihat sikap superioritas sang guru. Si murid diperlakukan sebagai objek yang dapat diperlakukan apa saja. Telepon genggamnya direbut, dilempar, bahkan dibanting dan diinjak. Ratusan ribu, bahkan bisa jadi jutaan rupiah melayang karena hape milik si murid rusak.
Tidak hanya itu perlakuan yang diterima oleh si murid dari sang guru. Sudah jatuh tertimpa tangga. Selain telepon genggamnya rusak, si murid masih dihadiahi bogem mentah. Si murid dicubit, digaplok, ditampol, ditampar mukanya, didorong hingga jatuh, bahkan dijambak rambutnya oleh sang guru.
- Iklan -
Si murid berada pada posisi yang tidak berdaya. Ia hanyalah seorang murid yang harus taat dan tunduk kepada sang guru. Si murid hanya diam membisu. Yang bisa dilakukannya cuma menangis. Kemudian menyesali semua kejadian yang telah menimpanya.
Peristiwa vatal itu akhirnya mejadi viral di media sosial. Berbagai tanggapan pun muncul. Ada yang menyalahkan si murid. Ada yang menyalahkan sang guru. Ada yang menyalahkan sekolah. Ada pula yang menyalahkan setan. Semuanya menganggap seolah-olah sumber masalah berada di dalam lingkaran setan. Padahal tidak.
Tata Tertib Sekolah
Sekolah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendisiplinkan murid ketika berada di sekolah. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang sudah dibuat, sekolah membuat tata tertib murid. Formulir surat pernyataan bahwa si murid akan menaati tata tertib tersebut layaknya juga sudah ditandatangani oleh si murid dan orang tuanya pada awal tahun ajaran baru ketika si murid diterima sebagai peserta didik di sekolah.
Dalam tata tertib sekolah tersebut terdapat pasal-pasal yang mengatur penggunaan telepon genggam oleh murid di lingkungan sekolah. Biasanya dan umumnya murid dilarang membawa masuk telepon genggam ke dalam kelas dan menggunakannya ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, kecuali diizinkan atau disuruh oleh guru.
Masalahnya sederhana. Semuanya layaknya harus berada dalam koridor tata tertib sekolah. Paraturan dan regulasi yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh seluruh pemangku kepentingan harus dipatuhi. Selain itu, guru sebagai orang tua bagi si murid di sekolah harus memiliki pendekatan, metode, teknik, dan strategi yang tepat dan mendidik dalam rangka menjalankan proses belajar mengajar. Sebab, guru bukan polisi, sedangkan murid bukan tersangka.
Murid Menulis Berita
Sebagai guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas 8 atau Kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya menyuruh murid membawa telepon genggam. Ini saya lakukan ketika saya memandu pembelajaran dengan kompetensi dasar siswa mampu menulis berita.
Telepon genggam saya pergunakan sebagai media publikasi tulisan berbentuk berita yang telah dibuat oleh murid. Murid saya anjurkan agar menuliskan berita di akun Facebook atau Intagram yang dimilikinya. Tulisan berita yang dibuat oleh murid harus disertai foto. Ini didahului dengan berselancar di internet dengan membuka situs atau portal berita, kemudian membacanya dengan pengawasan berkeliling kelas yang saya lakukan.
Dengan topik bebas atau apa saja yang dikuasai dan disenangi, murid harus mampu menulis berita dengan topik peristiwa, wisata atau tokoh. Konsep berita yang harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (What, Where, When, Who, Why, dan How) atau Apa, Di Mana, Kapan, Siapa, Mengapa, dan Bagaimana, yang saya singkat menjadi ADIK SIMBA, merupakan sejumlah pertanyaan yang jawabannya merupakan isi berita. Ini merupakan sejumlah kegiatan yang masih berlangsung di kelas pada jam pertemuan pertama.
Dengan sejumlah pertanyaan yang terformulasi dalam rumus 5 W + 1 H atau ADIK SIMBA, murid melakukan berbagai kegiatan di luar sekolah. Mereka harus melakukan pengamatan terhadap objek berita dan melakukan wawancara dengan narasumber. Data dikumpulkan dan dicatat oleh murid berdasarkan pengamatan dan wawancara. Draf awal tulisan berita ditulis oleh siswa berdasarkan data hasil pengamatan dan wawancara di buku kerja atau buku latihan. Semua kegiatan ini dikerjakan oleh murid di luar kelas atau sekolah.
Pada pertemuan kedua (2 X 40 menit) murid dengan bimbingan saya melakukan pembacaan ulang draf awal yang telah dibuat oleh murid, lalu melakukan penyuntingan terhadap penggunaan ejaan, diksi, kalimat efektif, dan paragraf, kemudian melakukan revisi. Pada pertemuan kedua ini murid masih harus menggunakan telepon genggam.
Pada pertemuan ketiga (2 X 40 menit) murid menunjukkan hasil kerjanya kepada saya. Pekerjaan murid berupa draf akhir tulisan berita hasil penyuntingan draf awal. yang telah diunggah di Facebook atau Instagram. Beragam tulisan berita dan foto pekerjaan murid dibagikan ke akun Facebook atau Instagram saya.
Para murid menulis berita mengenai Monumen Nasional (Monas) berikut foto murid dengan latar belakang Monas. Juga ada berita mengenai Museum Fatahillah di Kota Tua, Museum Baharai di Pasar Ikan, Museum Gajah di Jalan Merdeka Barat, Kebun Binatang Ragunan di Pasar Minggu, penjual bakso keliling, taman di lingkungan tempat tinggalnya, Gedung Merah di Jalan Kali Besar Barat, dan sebagainya.
Hasilnya tidak mengecewakan. Karya reportase para murid berupa teks berita dan foto yang telah diunggah di Facebook dan Instagram itu sesuai dengan harapan saya. Para murid ternyata mampu menulis berita dengan baik dan benar. Seluruh siswa telah mencapai dan melampaui nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).yang telah ditetapkan dan disepakati berdasarkan rubrik penilaian yang saya buat.
Di dalam rubrik penilaian tersebut terdapat aspek isi yang meliputi orisinal (asli, bukan contekan, bukan mengambil dari Google), berdasarkan fakta, dan berunsur 5 W + 1 H. Dalam rubrik penilaian juga terdapat aspek penggunaan bahasa yang meliputi penggunaan ejaan, penggunaan diksi, penggunaan kalimat efektif, dan kesatuan/kepaduan paragraf. Selain itu, dalam rubrik penilaian terdapat pula aspek struktur atau sistematika yang meliputi hubungan antarparagraf dan orgnisme berita (seperti bagian awal, tengah, dan akhir).
Handphone Media PAKEM
Dengan menggunakan handphone atau tlepon genggam sebagai media, pembelajaran dengan kompetensi dasar menulis berita bagi smurid di Kelas 8 pada Semester Ganjil ternyata dapat ditingkatkan. Dalam pengamatan saya pembelajaran yang berlangsung selama tiga kali pertemuan ini tampak sebagai pembelajaran yang merangsang, menantang, dan menyenangkan.
Jadi, bagi saya telepon genggam dapat dimanfaatkan secara positif sebagai media pembelajaran yang tepat untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan (PAKEM). Bukan sumber masalah di sekolah. Saya teringat adagium the man behind the gun.. Guru seharusnya menjadi koki terbaik dalam mengolah dan menyajikan masakan. Demikianlah.
–Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Dengan suka hati menulis artikel, cerpen, dan puisi di media cetak, media online, dan media sosial. Alumnus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Kontributor sejumlah buku antologi puisi. Buku kumpulan puisi tunggalnya Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki Datang (2018) dan Beda Pahlawan dan Koruptor (2019). Juga menyusun buku Strategi Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi (2018). Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.