Oleh Siti Asmaul Husna
Kalau kita bertanya kepada anak-anak sekolah maupun para akademisi mengenai pahlawan wanita Indonesia, tidak lain mayoritas dari mereka pasti akan menjawab serentak R.A Kartini, wanita kelahiran Jepara ini memang begitu besar perjuangannya bagi rakyat Indonesia terutama bagi kalangan wanita. “ Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia harum namanya, wahai ibu kita Kartini putri yang mulia, sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia….“ mungkin itulah sepenggal lagu mengenai beliau yang selalu terdengar saat peringatan hari Kartini setiap tanggal 21 april.
R.A Kartini atau Raden Ayu Kartini lahir di kota Jepara pada 21 april pada tahun 1879, beliau lahir dalam keluarga bangsawan, yang mana ayah beliau bernama Raden Mas Adipati Aryo Sosroningrat dan beliau adalah salah satu keturunan bangsawan yang ada di Jepara, ibu dari R.A kartini sendiri adalah M.A. Ngasirah, seorang wanita keturunan kyai dan bukan dari golongan bangsawan. Dalam kelurganya R.A. Kartini adalah anak nomor lima dari total sebelas bersaudara, dan beliau adalah anak perempuan pertama dari saudara-saudara perempuannya yang lain.
Seperti layaknya cerita para kalangan bangsawan, priyayi sampai dengan para pahlawan nasional di Indonesia, jika waktu itu hanya golongan menengah ke atas saja (bangsawan, priyayi dll) yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah, itupun untuk bersekolah yang didirikan oleh orang Eropa (Belanda). Begitu pula yang dirasakan oleh R.A. Kartini, karena beliau masih keturunan bangsawan maka kesempatan ini tak disiasiakan olehnya, beliau menempuh pendidikan di sekolah Europese Lagere School atau biasa disingkat ELS, karena sekolah di ELS selain R.A. Kartini mendapat banyak pelajaran umum, sekaligus hal itu memberikan beliau keuntungan lainnya, yakni membuat beliau bisa bahasa Belanda, namun sebenarnya disamping belajar di sekolah itu, beliau juga tetap tak lupa untuk belajar mengenai ilmu agama dengan tetap mengaji bersama kyai, bahkan sebagai bukti akan keseriusan beliau dalam belajar agama Islam beliau pernah menyampaikan pertanyaan mengenai alasan kenapa Islam memperbolehkan lelaki untuk poligami dan beliau pernah berpesan kepada kyai untuk menulis arti dari kitab suci umat Islam al-Quran agar banyak orang bisa memahaminya, Masya Allah.
- Iklan -
Namun beliau tidak begitu lama menggunakan waktunya untuk menempuh pendidikan, yang mana hal itu dikarenakan beliau dipingit oleh Raden Adipati Joyodiningrat, seorang bangsawan dari Rembang yang telah memiliki tiga istri. Setelah menjadi istri seorang adipati, bukan berarti R.A. Kartini hanya diam di rumah dan hanya melakukan hal berbau domestik seperti mangan, masak lan manak atau yang berarti hanya memasak, bersolek/dandan serta melahirkan. Beliau tetap melakukan kegiatan positif lainnya, berbekal kemampuan beliau dalam berbahasa Belanda, R.A. Kartini melakukan kegiatan surat-menyurat dengan temannya yang ada di Belanda, dari sini berbagai informasi dan budaya mengenai Eropa khusunya Belanda dapat R.A. Kartini dapatkan, dimana hal itu membuat beliau tertarik dengan pola pemikiran mereka, berbagai buku maupun surat kabar dalam bahasa Belanda juga tak lupa untuk R.A. Kartini baca, akibatnya beliau juga terkenal memiliki wawasan yang luas.
Karena kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh beliau, menjadikan R.A. Kartini berpikir dan bergerak jika para wanita pribumi sudah sepatutnya untuk diubah, sudah sepatutnya mereka maju meninggalkan kebiasaan wanita yang sangat konservatif di waktu itu, dimana anak perempuan masih banyak belum mendapatkan hak-hak mereka, salah satunya untuk mendapatkan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, selain itu juga kebiasaan kolot jika banyak sekali anak wanita yang dinikahkan di usia muda, saat mereka belum siap untuk menjadi istri maupun ibu secara mental dan fisik.
Bentuk aksi nyata R.A. Kartini untuk memajukan wanita pribumi yakni dengan menjadi guru bagi beberapa murid wanita yang diajarnya yang memang saat itu mereka berasal dari keluarga bangsawan, namun disisi lain kebebasan hak beliau untuk melanjutkan pendidikannya terkekang oleh restu sang ayah, padahal saat itu beasiswa sudah didapat beliau untuk melanjutkan pendidikan di Batavia. Di lain waktu setelah menikah Kartini bisa tetap melanjutan perjuangannya, yakni dengan mendirikan sekolah wanita yang terletak di sebelah kantor pemerintahan Kabupaten Rembang, Jawa tengah, atas sikap sang suami yang mau memahami keinginannya.
Untuk mengenang jasa luar biasa yang telah dilakukan beliau, maka didirikanlah beberapa yayasan sekolah wanita di tahun 1912, letaknya ada di beberapa kota, diantaranya seperti kota Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dll. Pendiri yayasan itu adalah keluarga Van Deventer, yakni seorang tokoh politik etis di era penjajahan Belanda pada waktu itu.
Namun, jika kita berbicara mengenai pejuang wanita, apa hanya ada R.A. Kartini saja di tanah air kita? Tentu tidak, dari dulu negara kita memang memiliki banyak pejuang wanita tangguh yang tiada habisnya. Sebut saja nyai Ahmad Dahlan (1872-1946), beliau adalah salah satu feminis pejuang hak-hak wanita dalam bidang pendidikan, bahkan beliau juga aktif dalam gerakan sosial di Yogyakarta, perjuangan beliau dirintis melalui cara dengan mendirikan pondok pesantren untuk para wanita sebagai ulama dan kader santri, tak luput beliau juga mendirikan berbagai sekolah umum. Beliau berkeyakinan bahwa semakin terdidiknya wanita berarti semakin mudah pula mereka untuk di ajak maju. Ada juga Dewi Sartika, kesamaan beliau dengan R.A. Kartini dan nyai Ahmad Dahlan juga sama-sama berjuang di jalur pendidikan, sama seperti R.A. Kartini, beliau juga lahir dari kalangan bangsawan dan pernah mengenyam pendidikan di Sekolah milik Eropa.
Setelah kita membaca beberapa kisah para pejuang diatas tidakkah kita bingung kenapa R.A. Kartini dijadikan simbol pahlawan wanita di Indonesia ? apa perjuangan pejuang wanita lainnya kalah hebat? Hal itu lumrah jika kita pikirkan, namun perlu diketahui jika R.A. Kartini itu adalah wanita yang lahir dikalangan priyayi yang memiliki hak istimewa, atas keahlian beliau berbahasa Belanda beliau memiliki kebiasaan untuk menulis beberapa tulisan dan bertukar pikiran dengan beberapa akademisi (teman-temannya) yang dari Belanda, hal ini menjadi bukti jika beliau memiliki pemikiran yang kritis, pemikiran kritis beliau juga bisa kita lihat pada buku Door Duiternis Tot Licht, yang isinya gagasan-gagasan dari R.A.Kartini sendiri, yang terdapat dalam surat-surat buatannya.
Mungkin karena berbagai alasan diatas R.A. Kartini dikenal sebagai simbol perjuangan wanita Indonesia, maka tidak heran jika ada peringatan hari Kartini setiap tanggal 21 april juga ada lagu yang khusus dibuat untuk menghormati perjuangan beliau. Meski begitu sebenarnya tanggal 21 april bukan hanya sebagai simbol perjuangan R.A. Kartini saja, hari itu juga menjadi peringatan akan kehebatan wanita di seluruh Indonesia.
Sebagai generasi milenial khususnya para kawula muda, sudah sepatutnya kita meniru perjuangan mereka, perjuangan mereka begitu besar yang bisa kita rasakan sampai sekarang, tak kenal pamrih maupun rintangan mereka alami, apalagi pada waktu itu teknologi maupun alat elektronik masih sangat minim, itu bisa jadi bukti apabila banyak halangan yang mereka alami, belum lagi beberapa penolakan maupun ketidaksetujuan yang mereka dapat baik dari keluarga maupun beberapa orang di sekitar mereka, karena perjuangan mereka dianggap mendobrak adat Jawa yang mengutamakan wanita untuk melahirkan, memasak dan berdandan saja.
Namun niat ulet ikhlas dan sungguh-sungguh mereka patut dijadikan contoh, perjuangan mereka juga patut kita teladani apabila kesetaraan antara laki-laki dan wanita itu penting untuk diterapkan dan memang tidak ada yang lebih baik antar keduanya, semua setara dan kita wajib untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya kita dapatkan.
-Penulis adalah mahasiswi UIN Surabaya