Oleh Ahmad Hamid
Membaca artikel punya Mas Hamidulloh Ibda ( Pengurus LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah) yang terbit pada tanggal Selasa (17/03/2020) berjudul “Islam Mazhab Corona” memang banyak benarnya. Bahasa yang sajikan sangat ringan dan mudah dicerna serta analoginya juga pas antara corona dan ajaran-ajaran baru yang di “impor” dari luar. Membuat pembaca langsung paham apa yang ingin disampaikan.
Ajaran yang menggilas kearifan lokal, dan memaksa orang-orang untuk hidup tertekan dengan rasa dihantui ketakutan. Masyarakat mengenal madzab ini hanya melalui Syech Google atau Syech Youtube. Setelah itu baru beropini, menyebarkan apa yang belum pasti menjadi semacam kepastian karena dukungan dan bekal retorika yang mumpuni.
Akhirnya banyak juga yang kemakan jebakan batman dan menganggap corona seperti “malaikat” pencabut nyawa. Umat takut mati, takut ini, takut itu. Tetapi dengan yang membuat corona itu tidak takut.
- Iklan -
Bukankah sudah jelas dalam hadits -hadits Nabi bahwa pada akhir zaman akan datang banyak wabah penyakit dan yang selamat, dialah yang selalu menjaga wudhunya. Mungkin Covid-19 inilah salah satunya.
Corona sudah mampu meliburkan jamaah sholat jum’at, menjadikan manusia takut tidak makan__yang tidak kalah penting lagi, corona mampu menghapus jabat dan cium tangan yang diajarkan oleh Nabi dan mengantinya dengan salam kaki atau salam siku.
Dari ujung Timur sampai ke Barat semua mengumandangkan virus corona namun kumadang adzan malah diganti dengan sholat di rumah saja. Madzab corona memang ajaran baru namun pengikutnya sudah tidak terbendung lagi jumlahnya.
Perdebatan Umat
Pemerintah dan para pemangku kepentingan memberi himbauan untuk masyarakat agar tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, sekolah diliburkan, ASN bekerja di rumah, tidak boleh bersentuhan dan social distancing juga digalakkan. Bahkan pengajian-pegajian yang dilakukan oleh madzhab “normal” juga dilarang dengan alasan untuk keselataman.
MUI(Majlis Ulama Indonesia) mengeluarkan fatwa dengan beberapa pertimbangan yang sudah matang, bahwa masyarakat sholat Jum’at dan Sholat fardhu di rumah saja. Melalui Sekjen MUI Anwar Abbas memberi penjelasan, melarang ke masjid bukan berarti phobia dengan masjid “ Yang menjadi masalah adalah adanya virus corona yang menular yang bisa dibawa oleh jamaah yang sudah terkena ke masjid sehingga yang tadinya tidak terkena oleh virus tersebut, karena juga hadir di masjid yang sama maka jamaah yang lain juga juga menjadi terkena” Rabu, 18/03/2020. Hal yang senada juga disampaikan oleh Mantan Menteri Agama Quraish Shihab.
Namun masih ada ulama-ulama dan tokoh nasional tetap yakin dan kekeh, bahwa hidup dan mati ada di tangan Allah. Manusia mati di tangan corona itu hanya 1 % dan mati itu sudah jelas 100%. Nah keyakinan antara pemerintah dan ulama, tokoh nasional inilah yang menjadikan labilnya orang-orang awam.
Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo bercuit di sosial media, Beliau mengatakan pada masa wabah virus corona, meninggalkan masjid adalah hal yang salah. Karena di negara di mana Covid-19 dilahirkan orang –orang berbondong wudhu dan masuk Masjid, yang notabene-nya mereka tidak beragama. Namun di Indonesia sendiri yang mayoritas muslim malah phobia dengan masjid.
Kalau sudah demikian, kita bisa ambil tengahnya saja, dengan mendengarkan ceramah Gus Baha “ kalau kamu takut corona seperti ini saja, saya takut sakit karena kalau saya sakit jadi menyusahkan orang, kalau saya sakit jadi sujudnya kurang, ngaji saya kurang, berarti ketakutan kamu terhadap kekurang aktivitas ibadah, kalau itu baru benar”.
Jadi kalau meninggalkan masjid, tidak sholat Jumat, tidak sholat jamaah di masjid karena takut merepotkan, menjadikan sujudnya berkurang karena terkena corona itu yang dibenarkan.
Sejenak tarik nafas dan untuk mengantisipasi perbedaan kehidupan dunia dan akhirat itu, kita berlatih tanamkan keyakinan bahwa corona bisa membuat negara lockdown tetapi ingat iman tidak boleh down.
Jadilah hamba yang cerdas, kita boleh takut, boleh waspada, tetapi ingat, jangan sampai takut corona menjadikan diri kita tidak takut dengan pemilik-Nya. Jangan sampai kita mati dengan menjadikan corona sebagai Tuhannya.
Hikmah Corona
Di balik kegelisahan “hantu” corona , dan seburuk-buruknya dampak yang disebarkan oleh Covid-19 namun ada pelajaran yang bisa kita amalkan diantaranya.
Pertama, Allah mengingatkan kepada umatnya yang selalu sombong dengan pangkat dan kekayaanya. Bahwa ternyata apa yang disombongkan itu tidak ada gunanya, apalagi kalau sudah terkena penyakit corona, semua tidak ada manfaatnya. Kekuatan yang selama ini dijadikan tameng untuk melindungi diri sudah tidak ada lagi, karena semua sudah sibuk dengan keselamatan diri sendiri.
Kedua, pegaulan bebas yang sudah merajalela. Allah menegur kita dengan corona karena kita tahu akhir-akhir ini dengan perkembangan teknologi begitu sangat cepat, handphone, internet mejadikan pergaulan remaja terutama, susah untuk dikendalikan. Melalui corona Allah memberi pelajaran dengan memaksa mereka-mereka untuk berdiam diri tafakur di rumah meminta ampun atas dosa-dosa yang sudah dilalui.
Ketiga, corona datang menghilangkan jabat tangan atau sentuhan dan cipika-cipiki. Corona memaksa kita untuk sadar bahwa sentuhan kepada yang bukan muhrim adalah dilarang, corona datang menyadarkan agar kita hati-hati dalam begaul, agar tidak terpleset ke jurang kenistaan. Tidak jauh-jauh berapa banyak tetangga-tetangga kita yang rusak karena pergaulan bebas ini. Berapa banyak anak-anak yang berstatus anak kecil tapi sudah hamil di luar kandungan eh di luar nikah. Berapa janin tidak berdosa dibuang di tong-tong sampah. Corona datang protes dengan kejadian itu, corona prihatan karena banyak “bocah cilik, tapi wis biso gawe sing luweh cilik”
Keempat, corona datang memaksa kita untuk menutup anggota tubuh. Allah menyadarkan kita dengan corona bahwa yang selama ini diantara kita lakukan terutama kaum hawa, yang suka mengumbar auratnya adalah salah. Yang benar adalah menutup rapat anggota tubuh yang memang sudah diajarkan. Agar aman dari godaan virus-virus nakal.
Kelima, anak-anak belajar di rumah. Sekali-kali orang tua disadarkan oleh Allah bahwa yang punya kewajiban mendidik tidak hanya gurunya di sekolah. Justru kewajiban yang paling besar mendidik adalah orang tuanya. Kalau selama ini tidak ada waktu mengajar anak di rumah, karena kesibukannya di kantor. Berkah corona mininal dua minggu bisa mengajari dan latihan sabar dengan tingkah polah darah daging kita.
Keenam, yang tidak kalah penting adalah corona mengingatkan kita bahwa kematian dan kiamat adalah haq / benar-benar akan terjadi. Bagaimana caranya sangat mudah, contoh Allah mengirim makhluk kecil saja serupa virus, dunia sudah bingung apalagi terompet malaikat Israil sudah ditiup betapa lemah dan kecilnya diri kita.
Covid- 19 hadir, jadikan momentum untuk meningkatkan iman kita. Jangan sampai keluar sumpah serapah karenanya. Semua ini terjadi sudah diatur oleh pemilik-Nya. Kita hanya yakin badai pasti berlalu dan setelah kesusahan pasti akan muncul kemudahan.
-Penulis Guru di Yayasan Al Madina Unsiq Wonosobo dan Relawan Literasi Ma’arif