Oleh Syaeful Kamaludin
Subhanallah, Syukur Alhamdulillah pada hari ini tepat 66 tahun yang lalu IPNU didirikan.
Lahir dari sebuah keniscayaan untuk menjawab kebutuhan zaman. IPNU, merupakan kulminasi dari proses pemikiran hingga sampai menjadi titik. Itulah harmoni. Yang telah berhasil diantaranya adalah menyatukan dan mempersatukan. Menjadi sebuah kesatuan dan persatuan dalam bingkai ikatan.
Barangkali hari ini adalah momentum tepat untuk kembali mengingat, merefleksikan apa dan bagaimana yang dilakukan para pendiri IPNU dulu. Sehingga IPNU tetap terus menjadi bagian dalam menjawab kebutuhan zaman. Betapa (mungkin, menurut saya) tidak mudahnya menyatukan sesuatu yang sama tetapi belum bersama-sama. Apalagi mempersatukan sesuatu yang tidaklah sama.
- Iklan -
Menjadi ikatan, adalah kemampuan dan kemauan untuk mewadahi ragam perbedaan dan melebur mengesampingkan ego juga eksistensi. Di mana ketika IPNU lahir, sudah ada bahkan banyak yang lebih dulu menghimpun diri. Sebut saja seperti PERPENO, IMNO, IKSIMO, ITNO, PAMNO, IPINO dan lain sebagainya, yang kesemuanya senafas tapi tidak setubuh. Sehingga, mau tidak mau adanya IPNU kemudian menjadi sebuah pilihan. Yang bisa saja tidak akan dipilih.
Butuh pengetahuan dan pemahaman, agar bisa lebih bijaksana dalam mempertimbangkan sesuatu. Karena tanpa itu, mustahil IPNU akan tumbuh seimbang dalam menghadapi tantangan yang ada. Dan itu semua telah dilalui dengan sangat baik oleh para Pendiri IPNU, sehingga wujud harmoni sudah terlihat pada Muktamar IPNU (sekarang kongres) pertama setahun setelah berdirinya.
Harmoni yang telah dicapai oleh Para Pendiri adalah modal bagi kita sekarang. Agar jangan sampai rusak oleh ketidakharmonisan kita para penerusnya.
Semarang, 24 Februari 2020
-Penulis adalah Ketua PW IPNU Provinsi Jawa Tengah