Oleh Drs. KH. Mohamad Muzamil
Diskusi tentang sekolah atau madrasah unggulan sering kali dikaitkan dengan bangunan yang megah atau biaya yang mahal.
- Iklan -
Karena megah dan mahal maka orang tua yang mampu mendaftarkan putra putrinya di sekolah atau madrasah unggulan adalah mereka yang rata-rata pendapatan ekonominya termasuk kelas menengah ke atas. Sedangkan mereka yang termasuk kelas ekonomi menengah ke bawah kadang harus berpikir ulang untuk mendaftarkan putra-putrinya pada satuan pendidikan unggulan. Benarkah demikian?
Ada dua pendekatan yang biasa digunakan untuk menilai apakah sebuah satuan pendidikan termasuk unggulan atau bukan? Pertama pendekatan pencapaian tujuan atau satuan pendidikan yang efektif. Dan kedua adalah satuan pendidikan yang mengutamakan proses pembelajaran sehingga dapat mencapai kualitas tertentu terkait kompetensi lulusannya.
Model uang pertama nampak lebih mengutamakan hasil atau outputnya, sedangkan model yang kedua lebih mengutamakan pada proses.
Untuk sekolah atau madrasah negeri dengan pola zonasi, maka tidak lagi dijumpai adanya sekolah atau madrasah unggulan, karena semua sekolah atau Madrasah mendapatkan input atau calon siswa yang acak, hiterogin. Jika sebelum sistim zonasi diberlakukan maka sekolah atau madrasah tertentu bisa membuat standar bahwa calon siswa yang bisa masuk rata-rata memiliki nilai 8 atau 9 setiap mata pelajaran bahasa Arab/Inggris, matematika dan IPA / IPS. Sedangkan calon siswa yang kurang nilainya bisa diterima sekolah atau madrasah terdekat lainnya atau di swasta.
Namun sekarang dengan sistim zonasi, tidak lagi bisa demikian, karena hanya siswa yang tempat tinggalnya terdekat dengan suatu sekolah atau madrasah yang bisa diterima, terlepas dari bagaimana prestasi akademiknya.
Karena itu orang tua siswa yang memiliki kemampuan ekonomi berlebih lebih cenderung mendaftarkan putra putrinya di sekolah atau madrasah swasta unggulan, yang dikenal prestasi akademiknya lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari lulusannya yang apabila melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi bisa diterima di lembaga pendidikan yang favorit atau kalau bekerja bisa diterima di lembaga-lembaga strategis seperti pegawai negeri atau pegawai perusahaan-perusahaan besar.
Karena itu sekarang banyak sekolah atau madrasah swasta yang seolah berlomba-lomba menjadi satuan pendidikan yang diunggulkan.
Dengan demikian orientasi pendidikan unggulan terkait erat dengan investasi sumberdaya manusia, tidak bisa lepas dari pasaran tenaga kerja. Ini memang fakta yang seyogyanya diantisipasi sejak awal oleh para penyelenggara satuan pendidikan.
Sebenarnya telah diantisipasi dengan baik bahwa untuk pengembangan ketenagakerjaan yang terampil telah disediakan satuan pendidikan vokasi, seperti SMK dan program diploma. Kemudian untuk pengembangan keilmuan, telah disediakan satuan pendidikan seperti SMA atau Madrasah Aliyah dan program strata 1 dan seterusnya.
Satuan pendidikan vokasi, jaringannya adalah dunia usaha dan dunia industri. Sedangkan jaringan program pengembangan keilmuan adalah lembaga riset dan iptek.
Pilihan demikian dipersyaratkan harus linier, sehingga sejak awal seorang siswa kelas IX harus sudah mampu memilih program studi yang sesuai dengan potensi, bakat dan minatnya, apakah akan masuk di program vokasi atau program keilmuan lebih lanjut. Orang tua siswa turut berperan menentukan, namun sekarang siswa yang bersangkutan lah yang lebih menentukan.
Kemudian bagi satuan pendidikan seperti sekolah atau madrasah bertugas melakukan proses yang lebih baik, terkait kurikulum, metode, sumber belajar, kualitas guru, sarana dan prasarana yang mendukung serta lingkungan belajar yang lebih baik, alat evaluasi dan standar kualifikasi yang ditetapkan. Karenanya seluruh warga Sekolah atau Madrasah termasuk siswa dan orang tua siswa berhak untuk ikut urun rembug dalam perencaan.
Yang tidak kalah pentingnya adalah keteladanan, disiplin, pengembangan jiwa, keikhlasan dan karakter yang kuat untuk bertaqwa dan bertawakal kepada Allah SWT, sehingga para siswa siswinya dapat menjadi pribadi yang lebih Solih Sholihah. Wallahu a’lam.
-Penulis adalah Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah.