Oleh Anisa Rachma Agustina
Judul Buku: Puisi Untuk Nusantara
Penulis: Tim Pnyusun
Penerbit: CV Asna Pustaka
ISBN: 978-602-50213-4-3
Cetakan: I, 2019
Tebal: 13 x 19 cm, 162 Halaman
Puisi merupakan ungkapan seorang penyair yang dituangkan dalam bait-bait indah yang dapat dinikmati oleh khalayak ramai. Dibuat sesuai isi hati maupun kondisi penyair, dengan tata bahasa yang mendayu-dayu dan menggunakan berbagai macam kata bermajas agar barisan kata itu menjadi lebih indah. Pengabungan imajinasi penulis juga dituangkan dalam bait-bait ini sehingga para penikmat sajak bisa merasakan kedalam sebuah puisi. Puisi juga biasa disebut sebagai sajak. Juga biasanya puisi mengandung makna tertentu seperti amanat atau pesan penyair kepada pembaca.
Menulis puisi memang tidak mudah. Buktinya, banyak orang menjiplak puisi dan karya yang penuh kebohongan. Sebab, menulis puisi bagi kami adalah kemampuan yang melampaui logika dan etika, ia sudah masuk dalam ranah estetika. Dictum “Licentia Poetica” menjadi dasar penyair dalam menulis puisi, dalam Bahasa Indonesia, kodifikasi bahasa khususnya puisi melampuai kode bahasa, karena puisi masuk dalam kategori kode sastra. Sehingga kaidah menulis puisi itu bebas, bahasanya bersayap dan ditulis tidak hanya memakai logika namun juga rasa. (Hlm. 3)
- Iklan -
Setiap bait yang tertulis ada rasa dan estetika yang tergabung di dalamnya, dan setiap puisi yang lahir pasti ada inspirasinya entah itu tokoh ataupun sebuah kecintaan maupun keresahan yang timbul dalam diri penyair sehingga mereka tuangkan dalam bait-bait puisi yang indah. Puisi juga bisa dijadikan sebagai pesan singkat ataupun penghapus kerinduan penyair kepada tokoh tertentu.
Menurut Rois Rinaldi penulis prakata dalam buku ini mengungkapkan. Puisi di tenggah manusia tidak pernah berjarak, selalu hadir dan hidup. Puisi bernapas menjadi bagian dari napas sepenuhnya dimiliki masyarakat, bahkan rata-rata masyarakat tidak sadar jika mereka sedang bersyair, karena puisi menjadi bagian dari pengantar ilmu. (Hlm. 5).
Setiap bait dari sebuah puisi selalu mempunyai makna terselubung, penyair biasanya menuangkan idenya dalam selembar kertas. Puisi ini lahir karena inisiatif dari penyair. Dan buku ini adalah sebuah kumpulan gagasan penyair dari berbagai penjuru Jawa Tenggah. Sebuah buku berisi kumpulan sajak dari berbagai perwakilan PC Ma’arif Kabupaten dari tingkat SD/MI hingga SMA/SMK se-Jawa Tenggah yang dikumpulkan menjadi satu sehingga tercipta sebuah buku antologi puisi. Untuk NUsantara. Setiap perwakilan mengirimkan puisinya yang bertajuk Ke-NU an.
Puisi-puisi ini lahir karena kecintaan pada NU, maka lahirlah berbait-bait puisi yang disatukan menjadi satu buku. Puisi betajuk seperti ini jarang adanya, biasanya puisi-puisi yang ditulis para generasi muda bertajuk nuasa romansa, namun merekan yang amat mencintai NU beserta tokoh-tokohnya menuangkan rasa cintanya pada puisi-puisi.
Rasa memiliki NU sudah melekat pada mereka sehingga puisi-puisi itu sangat dalam dan sejuk bagi para pembacanya. Dalam buku ini juga terdapat puisi yang bernuansa nasionalisme, menunjukkan rasa cinta tanah air sang penyair. NU mengawal Nusantara sebelum kemerdekaan hingga sekarang, banyak ulama NU yang ikut berjuan mempertahankan harkat dan martabat Nusantara.
Para penyair yang notabennya masih berstatus pelajar mereka mampu menuangkan gagasan mereka tentang pandangan mereka tentang NU beserta tokoh-tokohnya dalam sebuah puisi misalnya sebuah karya dari Safa Rania Rahma siswa SD/MI dari Kabupaten Banyumas yang menuliskan puisi berjudul “Gus Dur Aku Mengenangmu” pada bait terakhir berbunyi
“ceplas-ceplos gaya candanya
Kadang membakar telingga
Menjadi pelengkap dalam kehidupan
Mengenang jasamu seluas samudra
Memahami perbedaan tanam kesatuan
Dalam nasihat selalu ada jalan
Menghadapi ribuan persoalan
Begitu saja kok repot” (Hlm. 12)
Itu adalah bait terakhir pada sajaknya seorang anak SD yang hidup bukan pada zaman Gus Dur saja mampu mengambarkan betapa berwibawanya dan jiwa kepemimpinan yang melekat pada beliau, dalam larik sajaknya Safa mengidolakan seorang Gus Dur. Safa mengambarkan bagaimana Gus Dur memecahkan masalah dan menanggapi sebuah permasalahan. Dalam sajak lain Nurul Arifa siswi SMP/MTs dari Kabupaten Batang menuliskan sajak berjudul Aku NU
“Aku lahir dalam darahmu, aku melangkah dalam tradisimu
Dan aku hidup untukmu Nahdlatul Ulama
Tak usah kau ragu jika aku berjalan menurut NU dan tak usah kau bimbang kalau aku NU
Ku tatap tajam pada bingkai K.H. Hasyim Asy’ari
Sosok wibawa tanpa jumawa, sosok gagah tak gentar pada penjajah
Istimewa kecerdasan, keilmuan, ketaqwaan, munajat dan taqabur kepada ilahi Rabbi
lekat dalam jiwa
Aku ingat nasihat yang beliau sampaikan
Aku rekam apa yang beliau titahkan
Aku amalkan apa yang beliau ajarkan dan aku takdzim kepadanya
Disetiap sudut, setiap ruang, dan dalam relung jiwaku
Begitu tinggi cinta yang bersinar dalam jiwaku
Sekental semerah darah, sedalam lautan seluas tanah airku Indonesia” (Hlm. 27)
Sepenggal sajak dari Nurul ini mengambarkan betapa ia mencintai NU dan tokoh-tokohnya, bahasa yang sederhana namun sangat dalam maknanya dalam mengambarkan kecintaanya pada NU dan K.H. Hasyim Asy’ari, seorang tokoh yang amat mengispirasi dan menjadi panutan para warga nahdliyin, dari kalangan anak-anak hingga orang tua. Gambar beliaupun terpasang di sudut rumah para warga Nahdliyin sebagai rasa kecintaan terhadap ulama NU. Nurul juga mengisahkan betapa ia mencintai tanah airnya, dalam satu sajak terdapat perpaduan didalamnya yang tergabung dan menjadi sajak yang amat bermakna.
Padupadan yang sangat epik sehingga buku ini layak anda miliki. Sebagai warga Nahdliyin kita juga ikut mengapresiasi karya anak-anak Nahdliyin yang berupa antologi puisi ini. Desai sampul yang sederhana dengan background berwarna hijau muda yang amat sejuk dipandang mata, anda tidak akan menyangka jika isi dari buku ini adalah sajak-sajak istimewa dari penyair yang masih berseragam sekolah. Kumpulan puisi ini berasal dari siswa SD/MI hingga SMA/SMK seharusnya ditambahkan karya para mahasiswa juga supaya lebih komplit dan komplek.
-Peresensi Anisa Rachma Agustina Pengiat Kounitas Pena Aswaja STAINU Temanggung.