Oleh Muallifah
Tulisan ini merupakan curhatan yang lama tak tersampaikan dengan baik oleh penulis. Daripada saya misuh-misuh di media sosial dengan cara yang tidak baik lalu orang yang membaca merasa bahwa dia adalah pelakunya, alhasil saling serang postingan dan terjadilah perang dunia ketiga seperti yang diprediksi oleh para pakar akibat permusuhan antara Iran dan Amerika Serikat.
Sebagai orang yang lahir dari sosok ibu dan bapak yang sederhana, saya dituntut untuk hidup sederhana, melakukan semuanya sendiri secara mandiri serta berusaha keras untuk memperoleh apa yang saya inginkan.
Semisal ketika saya ingin memiliki sepeda motor agar mudah untuk mengakses berbagai kegiatan dengan kendaraan pribadi. Bukanlah hal mudah untuk mendapatkan itu semua, akan tetapi, saya harus menabung, bekerja, membantu orang lain untuk mendapatkan uang, menyisihkan uang saku agar bisa membeli motor.
- Iklan -
Meskipun uang tabungan saya belum seberapa untuk membeli motor itu, alhasil orang tualah yang menambahkan uang itu untuk mendapatkan motor. Berdasarkan hal tersebut, saya belajar untuk menghargai uang, memperoleh uang itu susah. Sehingga tidak mudah bagi saya untuk menghamburkan uang, membeli hal-hal yang tidak penting. Termasuk apel malam minggu untuk pacar merupakan salah satu upaya menghambur-hamburkan uang.
Setelah dewasa, saya diberikan kebebasan untuk mengenyam pendidikan di dunia pesantren. Tempat yang sering saya dengar sebagai tempat horor, banyak sekali hukuman, banyak sekali aturan, hingga pada ahirnya saya berfikir untuk mengundurkan diri sebelum berperang.
Akan tetapi, saya ingat bahwa sejak kecil saya dididik untuk berusaha sebelum pasrah kepada Allah. Akhirnya, saya pun belajar di pondok pesantren selama bertahun-tahun, banyak hal yang saya dapatkan baik keilmuan, adab serta bagaimana berperilaku kepada manusia. Kebiasaan sehari-hari untuk saling berbagi terhadap sesama teman di pondok ternyata saya bawa dalam dunia kuliah.
Biasanya ketika di pondok, setiap baju yang saya pakai, kerudung, terkecuali celana dalam itu seperti SCTV, satu untuk semua, hal itu berjalan baik-baik saja. Saya dan teman-teman merasa bahwa hal tersebut sangatlah biasa. Kebiasaan ini dibawa ketika kuliah, meminjamkan baju serta memakai baju teman satu kamar, ataupun satu kosan masih menjadi rutinitas yang tidak bisa dihilangkan.
Akan tetapi, perasaan tidak nyaman serta merasa insecure mulai timbul akibat kebiasaan ini. Saya merasa bahwa budaya meminjam seperti ini sangatlah tidak layak. Sebab selama ini, saya tidak pernah meminjam baju ataupun OOTD hanya untuk bertemu pacar, teman ataupun sekedar foto di taman.
Parahnya saya merasa dirugikan sebab baju yang saya punya tidak sebanding dengan apa yang selama ini teman saya pakai. Merasa tidak enak hati, ketika baju yang baru saya beli, diletakkan di lemari dan ternyata tidak sengaja saya liat teman saya sepulang dari kampus memakai baju yang sama seperti baju yang saya letakkan di lemari.
Sudah pinjam baju yang baru, ditambah tanpa pamit. Kejadian semacam ini mungkin tidak hanya terjadi pada saya. Diluar sana, ada banyak kejadian yang sama. Saya tidak peduli jika diluar sana banyak kejadian seperti apa yang saya alami.
Budaya Meminjam yang Baik
Akan tetapi, sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan pesantren, budaya meminjam diperbolehkan selama transaksi meminjam diketahui oleh orang yang memiliki barang. Apabila barang yang digunakan tanpa seizin pemiliknya, itu dinamakan Ghasab.
Kegiatan tersebut memang bukan mencuri, akan tetapi kalau dalam kitab Kifayatul al-Akhyar, pekerjaan ghasab termasuk salah satu dosa besar. Begiutlah kira-kira yang saya pelajari pada waktu mengenyam pendidikan di pondok pesantren.
Bagi saya, tulisan ini hanya curhatan, agar setiap orang yang menjadi pelaku tersebut supaya sadar serta tidak melakukan hal yang sama dan berulang-ulang. Sebab, saya selalu merasa kesal apabila barang-barang mulai dari baju, kerudung yang menurut saya worth it dipakai oleh teman dekat saya sendiri tanpa pamit.
Saya beharap dengan adanya tulisan ini untuk tidak terlalu melihat seseorang di media sosial, sering ganti baju setiap hari di setiap postingan. Kita tidak tahu bahwa baju yang ia pakai milik sendiri atau hanya pinjam dari teman kosan, syukur-syukur kalau meminjamnya itu pamit dengan baik-baik.
-Penulis buku “ mahasiswa baper no! Produktif yes!
Baguss , saya suka penulisnya 🙂
Baguss, saya suka penulisnya 🙂