Semarang, Maarifnujateng.or.id – Forum Komunikasi Pemerhati Pendidikan (FKPP) Jawa Tengah menolak wacana Mendikbud Nadiem Makarim yang akan merombak kurikulum dengan menghapus Bahasa Inggris di SMP dan SMA yang akan diselesaikan full di jenjang SD. Wacana ini merupakan tindaklanjut dari usulan Ikatan Guru Indonesia (IGI) baru-baru ini.
Hal itu diungkapkan pemerhati pendidikan pada FKPP Jawa Tengah KH. Hudallah Ridwan Naim di Semarang, Ahad (1/12/2019) dalam acara uji publik kurikulum Ke-NU-an.
Dalam menghadapi dunia globalisasi ini, kata Gus Huda, perlu penguatan pada nilai-nilai lokal. “Kami tidak setuju dengan kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim yang berencana akan menghilangkan materi Bahasa Inggris di MTs/SMP dan MA/SMA/SMK dan menuntaskannya di jenjang MI/SD. “Kami menolak usulan Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang diusulkan kepada Mendikbud Nadiem Makarim. Karena ini menurut kami terjadi sesat pikir yang harus diluruskan,” papar Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo tersebut.
Pertama, usulan itu justru kontraproduktif dengan visi misi Presiden Jokowi yang ingin menguatkan nasionalisme dan spirit kebangsaan. “Harusnya Mendikbud justru mendukung visi besar presiden dalam menguatkan karakter kebangsaan, bukan sebaliknya,” kata Gus Huda.
- Iklan -
Kedua, ide itu bertentangan dengan pemikiran Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. “Dalam buku Pendidikan bagian pertama halaman 11, Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa bahasa adalah jembatan batin antara peserta didik dengan orangtua dan bangsanya,” tegasnya.
Jika sejak dini anak dijejali dengan bahasa asing dan mengabaikan bahasa lokal dan bahasa nasional, lanjutnya, ini merupakan ancaman terhadap nasionalisme dan kebangsaan. “Lantas, pendidikan karakter ini paradigmanya ke mana?” Lanjutnya.
Ketiga, kaburnya standar nasional pendidikan yang kiblatnya pada asing. “Logikanya salah, sekolah yang maju yang Bahasa Inggrisnya bagus. Standar pendidikan kita tidak perlu disamakan dengan barat. Kita punya standar sendiri dan karakter sendiri. Maka sangat aneh ketika pendidikan nasional kita diglobalkan, karena kita memiliki standar mutu dan karakter nasionalisme sendiri,” jelasnya.
Pihaknya berharap, pemahaman tentang paradigma pendidikan, standar pendidikan, standar karakter harusnya asli dan khas Indonesia, bukan justru menyamakan dengan standar asing. Karena hal itu, menurutnya, akan menjadikan anak bangsa kehilangan rasa cinta kepada bahasa dan bangsanya sendiri.
“Kita perlu bertanya, kenapa Nadiem makarim jadi tidak PD dengan bahasa nasional kita?”, pungkasnya. (Admin/Ibda).