Oleh Anisa Rachma Agustina
Rebana merupakan salah satu seni musik yang sudah tersohor di Nusantara. Biasanya dipentaskan secara berjemaah atau berkelompok. Menggunakan alat musik yang sering disebut “terbang”, sejenis alat tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran yang dilubangi pada bagian tenggahnya kemudian diisi dengan kulit kambing yang dikeringkan, dan apabila ditabuh menghasilkan bunyi yang khas.
Seiring dengan kemajuan teknologi kesenian ini telah tergeser dan tergerus oleh kemajuan zaman. Para muda-mudi lebih giat menonton pertunjukan musik modern seperti band, reggae, dan konser musik semacam itu dibanding menyaksikan pertunjukan rebana.
Dalam buku berukuran 21 x 14 cm ini, diceritakan bagaimana seorang pionir menggerakan seni rebana di kalangan ibu-ibu di Kabupaten Temanggung agar tetap eksis. Selain untuk mengisi waktu luang para personil yang notabenya ibu rumah tangga, hal ini juga dilakukan supaya kesenian ini tetap lestari di bumi Temanggung.
- Iklan -
Penulis fokus pada satu kecamatan di Temanggung yaitu Kecamatan Tembarak yang berjarak sekitar 8 Km dari pusat pemerintahan Kabupaten Temanggung. Sang pengerak rebana disana fokus pada beberapa dusun diantaranya Dusun Mantenan, Banjar, Boto Putih, Tembarak, dan Purwodadi. Kegiatan rutinan yang dilakukan adalah pentas bersama yang dilaksanakan setiap ada event-event tertentu. seperti pengajian, muslimatan, dan peringatan hari besar lainnya (Hlm. 11).
Meskipun kualitas rebana belum bagus namun semangat para ibu-ibu selalu menggelora. Mereka selalu giat berlatih agar tercapai dan terwujudnya sebuah grup rebana yang berkualitas dalam segi vokal maupun cara memainkan alat musik. Komunitas ibu-ibu rebana disini diberi nama kelompok rebana Khairun-Nisa. Dengan komunitas rebana ini para ibu-ibu dapat menyalurkan bakat dan hobi mereka.
Melalui pembinaan seni rebana dalam komunitas ini, diharapkan mampu meningkatkan kualitasnya, baik vokal maupun penabuhnya. Pembinaan ini sekaligus membantu grup-grup lain yang belum bergabung dalam komunitas ini dapat segera bergabung dan saling memotivasi satu sama lain (Hlm. 13). Komunitas rebana ini seharusnya ada pada setiap Kecamatan di Temanggung pemerintah daerah harus turun tangan untuk ikut melestarikan dan menyukseskan kegiatan ini, supaya seni rebana tetap lestari.
Rebana sebagai syiar agama islam di Kabupaten Temanggung. Lagu-lagu yang dilantunkan para vokal rebana biasanya lagu yang bernuasa islami, selawat, dan lagu-lagu yang sengaja diciptakan sebagai nasihat-nasihat bagi pendengarnya dan tetap mengandung unsur dakwah, khususnya dakwah Islam bermanhaj Ahlussunnah Waljamaah Annahdliyah. Dalam rebana di sini, semua syair dinyanyikan dengan lembut oleh para ibu-ibu.
Seni rebana menjadi bukti menjadi bukti seni Islam di Indonesia dapat seni khas lokal Jawa atau daerah lain yang memiliki nilai-nilai religious dibandingkan dengan seni modern yang lain. Meskipun di rebana juga ada proses modernisasi, namun rebana memiliki ciri khas sendiri. (Hlm. 22-23).
Komunitas Rebana Khairu-Nisa dalam buku adalah pacuan untuk grup rebana lain karena mereka membutktikan bahwa komunitas rebana mereka yang notabenya beranggotakan ibu-ibu saja bisa eksis di wilayahnya dan banyak tampil diberbagai acara. Komunitas ini juga sebagai acuan semangat untuk generasi muda agar tetap melestarikan seni rebana yang sudah banyak ditinggalkan karena mereka lebih senang berdendang lagu pop dari pada mendendangkan lagu-lagu yang sering dibawakan di pertunjukan rebana.
Pada tanggal 14 Oktober 2018 di Aula STAINU Temanggung diadakan workshop beranggotakan perwakilan dari semua grup yang ada dalam satu komunitas. Acara ini dilaksanakan untuk menjalin silaturahmi antar anggota, mempererat tali persaudaraan.
Adanya gebyar rebana ini menimbulkan ghirah (semangat) masyarakat untuk menghidupkan seni Islami masing-masing grup. Setelah diadakan Gebyar Rebana Salaf khairun-Nisa Kabupaten Temanggung, antusias ibu-ibu anggota sangat besar untuk terus mengembangkan kemampuan dalam rebana, baik kualitass vokal maupun ketukan (Hlm. 70)
Adanya komunitas rebana khairun-Nisa ini menjadi tolak ukur bahwa perempuanpun bisa tampil kehalayak. Bisa eksis laiknya grup rebana laki-laki, dari segi vokal juga tak kalah. adanya komunitas ini dapat mengisi waktu luang ibu-ibu yang notabenya ibu rumah tangga. Dengan Sebagai sampingan juga hiburan, setelah berkecimpung dengan pekerjaan rumah. Ibu-ibu itu berkumpul untuk menghasilkan sebuah karya yang dapat dinikmati oleh orang lain.
Kondisi mindset dan perilaku anggota komunitas Rebana Khairun Nisa Kabupaten Temanggung sebelum diadakan pembinaan ialah mereka takut dan tidak percaya diri, pada kemampuan mereka. Ibu-ibu itu tidak diri mampu menguasai panggung yang besar dan megah. Mereka masih merasa takut ketika di panggung ketika mengalami kesalahan vokal maupun tabuhan. Padahal mereka mempunyai kemampuan yang layak untuk bersaing di berbagai festival (Hlm. 75).
Buku ini harus Anda miliki segera, karena di dalamnya juga terdapat rumus dalam ketukan sesuai alat yang dipegang. Mari sebagai generasi muda, srikandi-srikandi Temanggung mari kita bersama-sama melestarikan seni rebana agar tetap eksis dan tak kalah bersaing dengan musik-musik modern. Jadikan rebana sebagai syiar agama islam keseluruh pelosok nusantara khusunya bumi Temanggung. Dimulai dari kelompok terkecil di dusun. Buat komunitas rebana kenalkan rebana di kalangan anak-anak.
Biodata Buku
Judul Buku: Seni Rebana Perempuan di Temanggung
Penulis: Dr. H. Muh. Baehaqi, M.M dan Eko Sariyekti, M.S.I
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
Cetakan: Pertama, 2019
Tebal: 21 x 14 cm, ix + 91 Halaman
ISBN: 978-602-53552-8-8
-Peresensi adalah Mahasiswi Prodi PAI STAINU Temanggung