Semarang, Maarifnujateng.or.id – Pembentangan bendera tauhid yang menjadi identitas organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di SMK Negeri 2 Sragen memicu respon serius dari berbagai elemen. Sejumlah tokoh agama menilai pelaku pembentang bendera tersebut merupakan korban doktrinasi ideologi terlaran dari kelompok radikal.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Tanfidziyah PWNU Jateng KH Hudallah Ridlwan Naim (Gus Huda) kepada wartawan, Jumat (18/10/2019). Pihaknya mengatakan tim khusus yang dibentuk gubernur Jawa Tengah yang diamanati untuk mendalami kasus ini harus bekerja dengan cermat dan komprehensif.
“Jangan hanya difokuskan pada diri siswa yang berkegiatan, tetapi guru, kepala sekolah dan kebijakan manajemen kegiatan ekstra maupun intra kurikuler yang dijadikan acuan juga harus didalami, mengapa bisa kesusupan simbul organisasi yang sudah dilarang itu,” kata Gus Huda.
Dijelaskannya, dari pantauan kader NU, ditemukan informasi bahwa terduga siswa yang membentangkan bendera HTI melalui akun media sosialnya sudah meminta maaf, karena tidak tahu kalau bendera bertuliskan kalimat tauhid itu adalah simbol organisasi terlarang yaitu HTI.
- Iklan -
“Temuan data ini, harus dijadikan salah satu materi oleh Tim Gubernur Jateng untuk mendalami lagi siapa di balik aksi yang dilakukan para siswa, apalagi lokasi pembentangan itu di lingkungan pendidikan, mudah sekali untuk melacak siapa aktor utama yang mendesainnya,” ujarnya.
Menurut Gus Huda, sangat tidak logis ketika siswa tersebut hanya sekadar iseng atau tidak tahu menahu dalam membawa sekaligus membentangkan bendera HTI tersebut.
Diduga kuat, siswa adalah korban ideologisasi ideologi terlarang. “Di balik aksi itu, pasti ada kebijakan yang memayunginya atau desain besar untuk menyebarluaskan ideologi organisasi HTI yang sudah terlarang,” paparnya.
PWNU Jateng berharap, ketegasan Gubernur Ganjar Pranowo sebagai pemegang kebijakan untuk menuntaskannya. “Kami berharap sekali Pak Gubernur membersihkan organisasi-organisasi radikal yang diam-diam menyusup ke lembaga pendidikan yang statusnya negeri dan dibiayai negara. Ini sangat dinanti warga NU se Jateng,” lanjut Gus Huda.
Tak hanya warga NU, katanya, semua warga Jateng saya yakin berharap hal sama. “Masyarakat ingin lembaga atau satuan pendidikan yang dibiayai negara dapat menjadi benteng kuat nasionalisme dan mampu menghadang persemaian ideologi terlarang yang mengganggu Pancasila dan NKRI, bukan sebaliknya malah menjadi pintu masuk ideologi yang memusuhi negara,” tandas Gus Huda.
Nasionalisme harus diprioritaskan, lanjut Gus Huda, jangan sampai organisasi yang jelas-jelas terlarang itu dibiarkan bahwa didiamkan tanpa tindakan jelas. “Membiarkan organisasi radikal tumbuhkembang di lembaga pendidikan itu dosa besar,” tegas Gus Huda. (admin/hi).