Oleh Drs. KH. Muhamad Muzamil
Allah SWT memuji Kanjeng Nabi Muhammad SAW itu bukan karena kedudukannya, bukan karena ilmunya dan bukan karena hartanya.
Kanjeng Nabi SAW dipuji Allah itu karena akhlaknya yang sangat luhur. “Wa Innaka la’ala khuluq al-adhiim”.
Sebelum diangkat jadi Nabi dan utusan Allah, Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang selalu jujur, tidak pernah berbohong sehingga mendapat julukan al-amin, yang dapat dipercaya dari masyarakatnya.
- Iklan -
Ketika masih kecil diminta pamannya Sayyid Abu Tholib menggembala ternak kambing, ada seseorang yang akan membeli seekor kambingnya, Nabi SAW menjawab bahwa kambing itu bukan milik saya. Seseorang itu mendesak, “Kan tidak ada yang tahu selain kita berdua kalau kambing itu saya beli”. Dengan tegas Nabi SAW berkata, “Allah Maha Mengetahui”.
Demikian pula ketika diajak pamannya berdagang, Nabi SAW juga selalu berkata jujur mengenai barang dagangannya. Kalau baik dikatakan baik, kalau ada cirinya maka dikatakan apa adanya. Dengan sikap kejujurannya itu sehingga Siti Khodijah R.A. seorang wanita saudagar kaya raya jatuh hati kepada Nabi SAW yang akhirnya dinikahinya ketika berusia 25 tahun dan istrinya berusia 40 tahun.
Selain bersikap jujur, Kanjeng Nabi juga selalu bersikap amanah. Ketika Nabi dipercaya oleh seseorang untuk menjualkan barang dagangan maka ditunaikan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya.
Nabi SAW adalah pribadi yang selalu menyampaikan hak kepada mereka yang berhak, juga pribadi yang cerdas, bekerja keras dan ikhlas.
Hanya karena ketentuan Allah Ta’ala Kanjeng Nabi SAW merasa prihatin dengan keadaan masyarakatnya yang jahiliyah, tidak mengindahkan nilai nilai “milata ibrohima hanifa”, yang mengesakan Allah dan berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah SWT.
Waktu itu terjadi kedhaliman yang sangat nyata. Mereka menyembah berhala, yang kuat memperbudak yang lemah, kaum wanita dilecehkan sedemikian rupa seolah bukan sebagai makhluk yang dimuliakan, yang sejajar dengan kaum pria. Di tengah keprihatinannya itu Nabi menyendiri di gua, hingga mendapat wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril AS, agar Nabi SAW mau membaca dengan nama Tuhannya yang Maha Pencipta alam semesta dan seisinya.
Dikisahkan oleh Siti Aisyah R.A. bahwa, “Akhlaq Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah Alquran”.
Alquran adalah kalamullah, yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril AS secara bertahap selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, dan bagi orang beriman yang membacanya merupakan ibadah.
Alquran dikumpulkan dan dijadikan satu mushaf, yang dirintis oleh Sayyidina Abu Bakar As-Shidiq, Sayyidina Umar bin Khotob, dan dirampungkan pada masa Sayyidina Utsman bin Affan. Mushaf Alquran itu terdiri atas 30 juz, 114 surah dan sekitar 6666 ayat.
Akhlak Nabi SAW adalah keseluruhan Alquran itu, tidak diambil sebagian dan ditinggal sebagian. Apalagi hanya dipetik satu ayat saja dan ditinggalkan ayat yang lain, melainkan secara keseluruhannya dipahami, diyakini dan diamalkan oleh Nabi SAW.
Orang yang dapat memahami Akhlaq Kanjeng Nabi SAW adalah keluarga dan para sahabatnya, lalu para pengikutnya, dan para pengikutnya pengikut hingga para alim ulama dewasa ini dan para pengikutnya hingga hari kemudian, dengan jalinan hubungan rohani, spiritual, ilmu dan amal saleh serta kesukarelaan dalam ibadah dan suri tauladan yang baik.
Oleh karena itu kita memahami Alquran tidak cukup dengan terjemahan yang dilakukan oleh para penterjemah, melainkan memahami ayat Alquran dengan ayat Alquran lainnya, memahami ayat Alquran dengan Al Hadits, memahami Al-Hadits dengan Hadits lainnya, memahami Al-Hadits dengan perkataan (maqolah) sahabat, memahami maqolah sahabat dengan maqolah sahabat lainnya dan memahami maqolah sahabat dengan maqolah tabi’in dan seterusnya, sehingga rangkaian itu lah yang kemudian disebut dengan ijma’.
Karena itu tidak bisa disalahkan apabila ada orang yang mengatakan bahwa orang yang menolak ijma’ adalah orang yang tidak memiliki Akhlaq terpuji, karena tidak mau menghormati ulama-ulama sebelumnya yang telah menjadi mata rantai sejarah dalam meneruskan dan memperjuangkan Alquran dari waktu ke waktu sejak jaman Kanjeng Nabi SAW hingga sekarang ini dan mendatang.
Kanjeng Nabi SAW, meskipun risalahnya merupakan penyempurna dari risalah Nabi-Nabi sebelumnya, adalah pribadi yang sangat menghormati para Nabi dan Rasul pendahulunya. Ibadah Haji dan Qurban adalah contoh Kanjeng Nabi SAW menghormati Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail beserta keluarganya. Puasa sunah assyuro adalah cara Kanjeng Nabi menghormati Nabi Musa As. Do’a Robbana dlolamna anfusana wa ila taghfirlana … adalah contoh penghormatan Nabi Muhammad SAW kepada Nabi Adam As, do’a: la ilaha illa anta subhanaka inni kuntu mina al-dholimin adalah cara Nabi Muhammad SAW dalam menghormati Nabi Yunus As, dan seterusnya.
Semoga kita bisa mengikuti Akhlaq Kanjeng Nabi SAW, yang menjadi sebab dipuji oleh Allah SWT.
Wallahu a’lam.
-Penulis adalah Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah.