Oleh Abdul Khalim
Saat Rasulullah telah merasakan dekatnya ajal, beliau berkata “Ya Allah lipat gandakan sakit sakaratul maut ini kepadaku akan tetapi ringankan kepada umatku.” Dari sini dapat kita pahami bahwa begitu cintanya Rasulullah kepada umatnya, bahkan orang yang disebut-sebut saat sakaratul maut adalah “ ummati… ummati… ummati..”, begitu cintanya Rasulullah terhadap umatnya.
Mengingat hal itu tentu kita sebagai umatnya meski mengikuti jejak dan kehendaknya. Rasulullah begitu mencintai umatnya, demikian pula dengan umat yang mencintai Rasulullah meski menjaga dan peduli terhadap umatnya Rasulullah.
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan untuk melestarikan ajaran-ajaran Rasulullah dan menjaga umatnya, maka pada dasarnya NU didirikan adalah sebagai bentuk perwujudan kecintaan terhadap Rasulullah SAW. Sangat tidak elok manakala ada orang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan kultur NU mengatakan tidak usah NU-NU an. Pernyataan ini pada hakikatnya adalah sesat dan menyesatkan dan hanya akan menghancurkan NU itu sendiri atau bahkan pernyataan itu sengaja dihembuskan untuk menghancurkan NU dari dalam.
- Iklan -
Begitu pentingnya sebuah jam’iyyah untuk melestarikan dan menjaga umat Rasulullah, maka KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama agar dalam perjuangan melestarikan ajaran-ajaran Rasulullah (ajaran Islam) dan menjaga umat Rasulullah dapat terwujud secara sistematis, masif, struktur dan berkelanjutan serta tidak mudah dihancurkan.
NU sebagai Organisasi Pelayanan
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang memiliki tujuan untuk melestarikan ajaran Rasulullah dan menjaga yang dicintainya yakni umatnya tentu adalah bersifat pelayanan, yaitu melayani umat Rasulullah. Melayani umat Rasulullah dengan penuh keikhlasan adalah wujud kecintaan kepada Rasulullah, cinta kepada Rasulullah adalah wujud kecintaan kepada Allah SWT. Sebaliknya siapapun yang tidak mencintai/ menyakiti umat Rasulullah bukan bagian ummat Rasulullah “falaisa minni”.
Berkhidmah dalam NU pada hakikatnya adalah ikut membantu melayani umat Rasulullah SAW yang sangat dicintainya. Umat Rasulullah adalah siapa saja yang mengakui kerasulan nabi Muhammad, mengikuti dan melaksanakan ajarannya serta mencintainya. Maka ketika Mbah Hasyim dawuh “Sing sopo wonge gelem ngopeni NU tak anggep santriku, sing sopo wonge dadi santriku tak dongak ake husnul khatimah sak anak putune” adalah bentuk penegasan atas reward pelayanan terhadap umat Rasulullah.
Sebagai organisasi pelayanan, NU memiliki peran menyeluruh di tengah tengah masyarakat, melestarikan ajaran-ajaran Rasulullah (Aswaja), menjaga keharmonisan masyarakat, mencerdaskan masyarakat, menyejahterakan masyarakat, membangun akhlak masyarakat demi terjaganya harkat dan martabat umat Nabi Muhammad SAW.
Melestarikan ajaran Rasulullah adalah bentuk upaya bagaimana ajaran ajaran Rasulullah sampai kepada umatnya yang hidup jauh dari zamanya. NU sebagai organisasi diniyah, menggali sumber-sumber ajaran Rasulullah secara mutawatir/ berkesinambungan melalui mata rantai (sanad) keilmuan para ulama yang sampai pada Rasulullah. Melalui mata rantai itulah ajaran Rasulullah lebih terjaga oleh para ulama sepanjang perjalanannya sampai kepada umatnya zaman sekarang.
Para ulama yang menjaga ini disebut sebagai jemaahnya Rasulullah, karena ulama adalah pewaris para nabi. Maka mengikuti para ulama adalah mengikuti Rasulullah. Metode demikian adalah manhaj dalam ahlussunnah waljamaah. Pola yang demikian itulah yang lakoni Nahdlatul Ulama dengan pola bermazhab dalam mengamalkan ajaran Rasulullah. Dari sinilah NU mengantarkan umat Rasulullah untuk mengenal, memahami dan melaksanakan ajaran Rasulullah Saw.
Selain mengantarkan umat kepada mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Rasulullah, NU memberikan pelayanan dalam berbagai aspek kehidupan umat, oleh karena itu dalam keorganisasian NU terdapat lembaga-lembaga yang melayani kebutuhan umat seperti pendidikan oleh LP. Ma’arif, dakwah oleh LDNU, zakat-infak-sadaqah oleh Lazisnu, kemasjidan oleh LTM, perekonomian oleh LPNU dan sebagainya. Layanan-layanan itu didesain untuk memenuhi kebutuhan umat Rasulullah Saw agar menjadi umat yang fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah.
Jangan Pernah Mencari Hidup di NU
Sebagaimana kecintaan Rasulullah terhadap umatnya yang begitu besar dan tulus, tentu melayani umat Rasulullah melalui NU juga harus didasari pada keikhlasan dan ketulusan. Sebagaimana para pendiri NU yang begitu tulus melayani ummat, baik lewat pergerakan pendidikan melalui pesantrennya, pergerakan ekonomi dengan semangat membangun kemandirian umat, dakwah kepelosok-pelosok demi memberikan pemahaman dan menanamkan keislaman pada masyarakat umum dan berbagai lelakon lain yang dilakukan oleh para kiai-kiai NU.
Semua itu dilakukan demi melayani masyarakat dan membangun umat demi kesejahteraan umt Nabi Muhammad Saw lahir dan batin. Lelakon para kiai dan mereka yang berhidmah di NU itu dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan bahkan tidak jarang dari mereka mengorbankan apapun yang mereka punya, baik harta bendanya, waktu, tenaga dan pikiranya. Sangking tulusnya melayani umat, Mbah Hasyim selaku pendiri NU menyatakan dan menghimbau kepada warga nahdliyin “Sing sopo wonge gelem ngopeni NU tak anggep santriku, sing sopo wonge dadi santriku tak dongak ake husnul khatimah sak anak putune”.
Jamiyyah Nahdlatul Ulama didirikan oleh para ulama kekasih Allah yang sudah barang tentu memiiki kedekatan dengan-Nya. Berkhidmah di NU sama artinya membantu para kekasih Allah dalam membumikan ajaran ajaran Rasulullah serta memuliakan umatnya. Oleh karena itu jangan pernah berfikiran “jika berkhidmah di NU akan dapat apa”, tetapi “sudah berbuat apa untuk NU”.
Nahdlatul ulama adalah jamiyyah pelayanan bukan organisasi perayaan. Niatkan dalam hati ketika berkhidmah di NU dengan niat yang tulus untuk melayani ummat Rasulullah, membumikan dan mengamalkan ajaran Rasulullah. Demikian semoga diberi kekuatan, kesehatan dan keistikamahan dalam berkhidmah di NU.
Disarikan dari pandangan Sekretaris PWNU Jateng Gus Hudallah Ridwan, Lc., pada pengarahan pelatihan ToT Master Trainer LPM PWNU Jateng tanggal 6 September 2019.
-Penulis adalah Pengurus LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah.