OlehAbdul Aziz, M. Pd.
Perasaan dan keyakinan melahirkan dogma-dogma yang kebenarannya tidak bisa diganggu gugat, walaupun dogma-dogma itu terkadang bertentangan dengan hasil penyelidikan modern. Apabila ajaran agama itu diyakini sebagai wahyu yang diturunkan Tuhan kepada manusia, maka oleh pemeluk agama yang bersangkutan dipandang sebagai kebenaran mutlak. Sedangkan ajaran agama lain yang bertentangan dengan ajaran yang dianutnya dipandang salah dan parahnya lagi kesalahan tersebut biasanya tidak bisa ditolerir. Keyakinan seperti ini dapat menimbulkan intoleransi dalam kehidupan beragama.
Pada poros aspek sosial kemasyarakatan, toleransi terhadap agama lain sangat dianjurkan. Dalam arti, umat Islam boleh tolong-menolong dan menghormati keyakinan mereka, akan tetapi ada batasan tertentu yang perlu diingat yaitu dalam hal keyakinan tidak boleh mengikuti keyakinan nonmuslim. Seorang muslim yang sejati harus mempunyai sikap yang ajeg (konsisten) dalam menjaga kerukunan antar sesama umat beragama, sebagaimana yang tertuang dalam QS. Al-Kafirun:109: 6, “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, yang membawa kedamaian, ketenangan dan kemajuan, Islam melarang umatnya untuk saling menyerang, baku hantam dan bermalas-malasan, Islam menganjurkan umatnya untuk berkasih sayang antar sesama, menjaga keharmonisan dan produktif dalam berkarya maupun lainnya.
- Iklan -
Menjaga keharmonisan dengan umat agama lain merupakan suatu perintah yang harus dijalankan sebagaimana yang dijelaskan dalam QS Al An’am: 6:108. Hal ini di karenakan agar tidak terjadi konflik yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Manusia sebagai mahluk hidup memiliki peran sentral dalam menjaga aktivitasnya agar tidak tejebak pada barbarian yang cenderung lebih mengutamakan kekerasan dari pada kedamaiaman yang memang harus dijaga.
Pada dasarnya setiap agama menganjurkan umatnya untuk tolong menolong dan saling mengasihi. Namun kenyataannyam tidak semua umat mematuhi apa yang diperintahkan oleh agama mereka. Misalnya saja dalam agama Islam, Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong, sebagaimana dijelaskan oleh QS. Al-Maidah 5:2, “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
Islam juga mengajarkan untuk bersikap toleran, sebagaimana yang tertuang dalam QS. Al-Hujurat: 49: 11, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”
Kita juga tidak boleh memaksakan kehendak kita terhadap orang lain sebagaimana yang diterangkan dalam QS. Yunus: 10: 99, “Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”
Namun sebagian umatnya ada yang menjalankan dan ada juga yang tidak. Maka dari itu banyak yang mengaku muslim tapi masih melakukan kekerasan atau bahkan melakukan hal-hal yang di luar koridor sebagai seorang muslim. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mengamalkan apa yang diajarkan oleh agama Islam itu sendiri atau bahkan kurangnya wawasan keilmuan mereka.
Sangat miris sekali ketika melihat bentrok antarkelompok agama yang berujung pada pertumpahan darah, bahkan sampai merenggut korban jiwa. Hal ini sungguh sangat bertolak belakang dengan prinsip beragama, karena prinsip beragama seharusnya mendatangkan rahmat bagi sesama bukan menjadi bencana bagi sesama.
Agama yang merupakan jalan suci menuju Tuhan, tidak jarang dibajak oleh oknum atau pengikutnya sendiri untuk mendapatkan keuntungan baik materi maupun kedudukan, maka dari itu sering kita temui politik, ekspansi militer dan eksploitasi minyak yang berkedok agama. Ketika kepentingan-kepentingan ekonomi, militer dan politik berkelindan dengan implikasi wajah agama maka wajah agama akan muram dan seram.
Toleransi: Solusi Perdamaian
Masyarakat Indonesia mestinya sudah siap dan terbiasa menghadapi pluralitas ini. Karena pada dasarnya di Indonesia ini mengakui 6 agama, terdiri dari ribuan pulau, suku dan ras. Tentunya hal itu sudah tidak asing lagi dengan perbedaan apalagi sudah diikat dengan slogan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang diperlukan adalah kematangan pribadi dan keluasan ilmu sehingga tidak hanyut dan bingung dalam memasuki keragamaan ini.
Dalam agama monoteisme, kekuatan supranatural itu dipandang sebagai Tuhan pencipta alam semesta termasuk manusia di dalamnya. Manusia seluruhnya adalah makhluk Tuhan, dengan kata lain manusia sebenarnya adalah bersaudara, kendatipun keyakinan agamanya berbeda, mereka bersaudara dipandang dari sudut asalnya, yaitu mereka semua adalah sama makhluk Tuhan.
Dipandang dari sisi tujuan hidup, tujuan dari agama-agama monoteis ialah membina manusia yang berjiwa suci yang berakhlak tinggi. Intoleransi dan menyakiti sesama manusia baik dalam bentuk spiritual maupun dalam bentuk jasmani adalah hal yang tidak baik. Agama menganjurkan perdamaian sedangkan intoleransi dapat menimbulkan suatu hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Keharmonisan dan perdamaian akan terwujud apabila kita mampu memegang teguh ajaran agama. Pada dasarnya, doktrin-doktrin agama menganjurkan (Tasamuh) keharmonisan, (as-Silm) kedamaian, (al Ukhuwah) kerukunan, (at-Tarahum) saling menghormati dan (ta’awun) tolong menolong.
Ketika sikap toleransi sudah mendarah daging dalam setiap aktivitas kita, niscaya tidak ada lagi kerusuhan dan pertikaian antarsesama karena satu sama lain saling menghargai dan menghormati. Orang yang mengetahui dan menjalankan perintah agama dengan baik dan benat maka ia akan mengedepankan sikap toleransi antarsesama umat beragama.
Waallahu ‘A’lam Bissawab.
-Penulis merupakan penghafal Alqufan, kini bekerja sebagai guru di Jakarta.