Oleh: Ahmad Nahrowi
Di pagi hari kala itu untuk memastikan kesehatan keluarga di rumah, saya video callan dengan emak. bertanya sedang apa bapak, apakah masih nyawah atau stay di rumah? “Pak’e nang sawah le, Alhamdulillah sehat & kuat,” jawab emak.
Saya teringat masyarakat sekarang yang pada berbondong-bondong mengikuti anjuran para ahli untuk berjemur di pagi hari. Mereka berebut sinar ultraviolet B untuk menguatkan imunitas tubuh, sebagai tameng ketika virus Corona menyerang (Naudzubillah). tentunya saran para ahli itu telah dilaksanakan oleh petani berabad-abad lusa. Ketika Semua profesi yang bersifat perkantoran tutup, segala bisnis serta industri yang bersifat tarsier kalang kabut. serta para pejabat banyak kerja di rumah. Petani dengan segala budi pakerti qona’ahnya tetap eksis nyawah.
Padahal kita tahu sendiri, petani sering terzalimi dinegeri yang ‘katanya’ tanah surga ini. ditengah pesatnya insfraktuktur petani lahanya sering tergusur, majunya teknologi Agricultur berakibat para penerus petani pada mundur. Belum lagi konflik dengan para konglomerat oligarki negeri ini yang sampai hari ini belum menuai jalan pasti. Masih hangat perlawanan rakyat pegunungan Kendeng menolak pembangunan pabrik semen dilahan pertanian mereka. Masih lekat pula ketika petani Karawang berjuang mempertahankan lahan pertanian dari akuisisi perusahaan. Dan bagaimana ironi petani selasih, Prov. Bali yang harus merelakan lahan pisangnya bertumbangan digilas alat berat gara-gara kalah di pengadilan. Lahan mereka digusur tanpa belas kasih.
- Iklan -
Disituasi pagebluk seperti sekarang, ketika para konglomerat, Investor dan perusak alam lainya di rumah diam. Bisa dibayangkan apabila tiba-tiba petani balas dendam. Dengan cara tidak mendistribusikan hasil pertanianya ke Bulog ( Badan Usaha Logistik Negara ). Dalam artian mengkonsumsi sendiri hasil panen. Mau makan apa mereka kaum elite? Kondisi saat ini bagi sebagian yang sadar, pasti berpikir petanilah yang bisa bertahan hidup. dikala profesi-profesi ‘bergengsi’ ramai tutup. Kondisi manakala mesin tidak dapat menghidupi, dimana kecanggihan teknologi tak dapat memberi konsumsi, dan bagaimana yang pandai bicara dikursi parlemen tidak bisa memenuhi isi perutnya. Tangan kasar petanilah yang saat ini benar-benar bisa diharapkan.
Kemudian timbul pertanyaan, Loh kan stok beras Bulog masih mecukupi sampai 3 bulan kedepan? Meskipun petani tidak panen stok pangan masih aman? Kata Konglomerat yang alergi pada kaum mlarat. Iya benar mencukupi, ‘hanya tiga bulan’, akan tetapi panen yang saat ini akan berguna 3 bulan kedepanya lagi.
Bisa dibayangkan kalau petani benar-benar balas dendam, Menstop distribusi panen ke Bulog. Ujung-ujungnya impor dari uang hasil hutang luar negeri dan hasilnya angka inflasi akan tinggi, perekonomian negara lesu. Dan bisa saja kejadian 98 terulang.
Makanya jangan main-main sama petani, mari kita hargai bukanya Rosulullah SAW. Sudah bersabda ketika ditanya tentang pekerjaan paling bagus , Rosul Menjawab :
“مبرور بيع وكل بيده لرجل ا عمل”
” Pekerjaan seorang laki-laki dengan tanganya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur”.
Dan petani adalah salah satu kategori pekerjaan Atyabu (yang paling baik) sesuai yang disebutkan Rosulullah SAW di atas, karena bekerja dengan tangan sendiri, tanpa sedikitpun digaji dari kerja keras orang lain, pajak uang rakyat misalnya.
Selain itu, dalam segi healty (kesehatan) petani sudah memberi teladan dari dulu, disaat para pakar menganjurkan memakai hand sanitizer ketika keluar masuk rumah, petani sudah melaksanakan itu berabad-abad silam.
Kita bisa mengamati, petani tidak akan masuk rumah sebelum sekujur badanya benar-benar bersih dan suci, sudah menjadi tradisi petani selesai pulang dari sawah langsung menuju kolah/jeding, membersihkan diri baru kemudian beribadah ataupun masuk ke rumah.
Bandingkan dengan pekerja kantoran dan kaum elite lainya, baru sampai depan rumah langsung mendapat pelukan kasing sayang dari keluarga, entah anak atau istri. Padahal sekujur tubuhnya belum tentu bersih, karena baru saja beraktivitas lingkungan kerja yang belum terjamin kebersihanya. Boro-boro masuk ke kolah/jeding dahulu. Mereka malah langsung bercengkrama di meja makan keluarga.
Belum lagi masalah konsumsi, petani memetiknya langsung dari alam. Terjamin higienis bebas dari unsur kimiawi. Sedangkan para elite memperoleh dari Mall maupun restoran yang kehigienisanya belum terjamin. Dari situ petani sudah sepantasnya mendapat level tertinggi di negeri ini, bukan hanya benteng pangan yang sering terpinggirkan. Jasa mereka patut diapresiasi bukan malah dicaci. dan investor maupun konglomerat, setidaknya sadar akan hal tersebut, betapa urgenya petani, sebuah profesi mulia bagi seluruh semesta.
Bahkan sang Founding Father negeri ini Presiden Soekarno telah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menghargai petani, saking perhatianya, Soekarno pada zaman Pra-Kemerdekan menjadikan Petani sebagai sokoguru pergerakan Revolusi. Bahkan gara-gara petani juga Soekarno menemukan Ideologi yang kemudian terkenal dengan Marhaenisme.
Nahdlatul Ulama yang notabene mayoritas berprofesi Petani, juga tak kalah perhatian pada petani, sang pendiri NU KH Hasyim Asy’ari secara khusus memuliakan petani melalui tulisan beliau yang dimuat oleh Majalah Moeslimin Indonesia tahun 1336 H. Mbah Hasyim menyebut Petani sebagai penolong Negeri. Beliau juga mengkategorikan petani menjadi salah satu dari enam syarat ketertiban dunia. Ketika Pendiri Bangsa dan tokoh agama begitu besarnya perhatian dan memuliakanya kepada Petani. Apalagi kita yang hanyalah rakyat jelata. Sudah saatnya memuliakan Petani sedia dulu kala.
Caranya gimana? Kita bisa memulai dari hal yang sederhana dan dampak secara langsung, dengan tidak berburu burung, berburu ular, maupun predator yang biasanya memakan hama tanaman. Selain itu dengan cara tidak langsung, dengan membeli produk makanan dalam negeri daripada membeli bahan makanan import, disitu akan lebih membantu petani dalam hal ekonomi. Karena turut mendongkrak nilai penjualan.
-Penulis adalah Mahasantri IAI TRIBAKTI Kediri.